Epidemiolog: COVID-19 Tidak Sama dan Tidak Akan Pernah Sama dengan Flu

Gejala yang mirip pada sebagian orang yang terpapar Omicron membuat banyak orang berpikir bahwa infeksi varian COVID-19 tersebut sama dengan flu. Nyatanya tidak.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 05 Feb 2022, 09:15 WIB
Pengendara melintas di depan mural protokol kesehatan COVID-19 di Jakarta, Minggu (21/11/2021). Untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19, pemerintah akan menerapkan kebijakan PPKM Level 3 untuk seluruh wilayah Indonesia selama masa libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Gejala yang mirip pada sebagian orang yang terpapar Omicron membuat banyak orang berpikir bahwa infeksi varian tersebut sama dengan flu. Faktanya tidak. COVID-19 tidak sama dengan flu seperti disampaikan epidemiolog yang juga peneliti Global Health Security dan Pandemi pada Center for Environment and Population Health di Griffith University, Australia, Dicky Budiman.

"Pesan penting, bahwa COVID-19 tidak sama dengan flu, dan tidak akan pernah sama dengan flu," tegas Dicky.

Dicky menerangkan bahwa dampak atau keparahan seseorang terkena flu dan COVID-19 bisa berbeda. Efek jangka pendek, menengah dan panjang antara COVID-19 dengan flu, itu berbeda.

"Tidak ada Long Flu pada pasien flu, tapi ada Long COVID pada pasien COVID-19. Lalu, bicara efek janga pendek dan menengah COVID-19 bisa membuat seseorang diamputasi tapi flu enggak," katanya lewat pesan suara ke Health-Liputan6.com pada Jumat (4/2/2022).

Lalu, COVID-19 juga bisa membuat seseorang alami stroke, kerja jantung terganggu dan ginjal rusak. Sementara, flu tidak berdampak seperti itu.

COVID-19 tidak sama flu sudah dipahami oleh masyarakat Denmark. Menurut Dicky, ini jadi salah satu modal bagi negara tersebut dalam melonggarkan kegiatan sosial yang ada di sana.

Selain modal pemahaman masyarakat yang sudah baik akan COVID-19, Denmark juga punya modal lain seperti vaksinasi booster yang sudah 61 persen pada target penduduk yang dituju. Ini jadi modal yang baik karena bisa meningkatkan imunitas terhadap serangan infeksi COVID-19 di sana.

Modal yang lain adalah meski angka masuk rumah sakit tinggi tapi yang masuk ICU lebih sedikit dari saat Delta menyerang. Meski ada juga kenaikan jumlah kasus kematian tapi tidak setinggi saat Delta.

"Selain itu, pemerintah Denmark juga percaya diri merilis kebijakan pelonggaran itu karena dari survei yang mereka buat sekitar 60 persen penduduk setuju dilonggarkan. Berarti ada dukungan publik," kata Dicky.

 


WHO Ingatkan Tak Boleh Anggap Omicron Seperti Flu

Sebelumnya, para pejabat Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengingatkan penduduk dunia agar tetap waspada terhadap varian Omicron. Meski untuk sementara data menunjukkan sebagian besar gejala mirip dengan flu biasa seperti pilek, pusing, nyeri tenggorokan, bukan berarti varian B.1.1.529 ini dapat dianggap enteng.

"Omicron itu BUKAN common cold (salesma atau sebagian anggap flu)," kata COVID-19 Technical Lead WHO, Maria Van Kerkhove, dalam sebuah twit di akun Twitter nya @mvankerkhove pada 4 Januari 2022.

Hal senada juga disampaikan Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan. "Sistem kesehatan bisa kewalahan (karena Omicron)," katanya.

Maria mengingatkan meski data menunjukkan rendahnya hospitalisasi Omicron dibandingkan dengan Delta tapi tetap saja masih ada orang yang sakit berat dan meninggal karena terinfeksi Omicron.

"Masih ada banyak orang yang terinfeksi, di rumah sakit dan meninggal karena Omicron (dan Delta)," katanya.


Infografis 6 Cara Efektif Hadapi Potensi Penularan Covid-19 Varian Omicron.

Infografis 6 Cara Efektif Hadapi Potensi Penularan Covid-19 Varian Omicron. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya