Negara Eropa Mulai Cabut Aturan COVID-19, Pengamat: Orang Sudah Capek

Mulai dari Inggris, Denmark, Prancis, dan Swedia, para negara Eropa mulai mencabut pembatasan COVID-19.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 04 Feb 2022, 19:02 WIB
Orang-orang yang tidak mengenakan masker berjalan di Saint-Jean-de-Luz, barat daya Prancis, Rabu (2/2/2022). Inggris, Prancis, Irlandia, Belanda, dan beberapa negara Nordik telah mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri atau melonggarkan pembatasan COVID-19 mereka. (AP Photo/Bob Edme)

Liputan6.com, Kopenhagen - Negara-negara di Eropa mulai melonggarkan aturan COVID-19, mulai dari Inggris, Prancis, Denmark, hingga Swedia. Prancis menghapus batas pengunjung di tempat usaha, bahkan Denmark sudah hidup normal dengan virus corona.

Penasihat pemerintah Denmark, Michael Bang Petersen, berkata bisa mencabut prokes karena vaksinasi sudah tinggi, yakni 81 persen. Tingkat vaksin booster juga sudah tinggi, sehingga masyarakat lebih khawatir dampak lockdown ketimbang kesehatan.

"Warga Denmark memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi, dan data kami menunjukkan bahwa mereka punya kepercayaan tinggi pada vaksin. 81% dari seluruh populasi telah divaksinasi dan 61% populasi telah mendapatkan vaksin booster. Vaksin tersedia bagi usia 5 tahun ke atas," ujar Michael Bang Petersen.

Sementara, pengamat dalam negeri menilai ada unsur politik dan kelelahan COVID-19 dalam fenomena ini.

"Ada istilahnya covid fatigue, pandemic fatigue, orang sudah capek," ucap pemerhati politik luar negeri, Didin Nasirudin kepada Liputan6.com, Jumat (4/2/2022). 

Didin menyorot tingkat vaksinasi di negara-negara Eropa yang relatif tinggi, termasuk booster, sehingga muncul pertanyaan apabila pemerintah tetap memakai prokes yang ketat.

Hal lain yang ia sorot adalah ongkos politik dari prokes, contohnya seperti Prancis yang mulai mendekati pemilu 2022. Pengetatan aturan COVID-19 dinilai bisa berdampak negatif kepada pekerja kerah biru yang jumlahnya tidak sedikit.

"Khusus di Prancis, bulan April ada pemilihan presiden, dan harus diakui pandemic fatigue itu membuat orang akan kontra terhadap pembatasan sosial untuk pandemi, jadi saya kira itu salah satu upaya menaikkan pamor untuk Macron," ujar Didin.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Puncak Kasus Sudah Lewat?

Orang-orang yang tidak mengenakan masker berjalan di Saint-Jean-de-Luz, barat daya Prancis, Rabu (2/2/2022). Selangkah demi selangkah, banyak negara melonggarkan pembatasan COVID-19 di tengah harapan gelombang omicron mungkin telah melewati puncaknya. (AP Photo/Bob Edme)

Ahli epidemiologi dari Prancis, Mahmoud Zureik, menyatakan bahwa puncak kasus di Prancis juga telah berlalu. Akan tetapi, ia mengingatkan puncaknya juga tinggi, sehingga jangan dianggap bahwa pandemi sudah selesai.

"Kita jelas telah melewati puncak, kita berharap penurunannya bisa cepat. Tetapi kita datang dari level stratosfer, sehingga gelombang ini masih jauh dari usai," ujarnya kepada Le Parisien.

Sementara, Politico melaporkan bahwa Badan Kesehatan Masyarakat Swedia menyebut bahwa COVID-19 bukanlah hal yang kritis bagi masyarakat. Kasus virus corona di Swedia sedang naik, akan tetapi 73,9 persen masyarakat telah divaksin secara full.

WHO turut memantau pencabutan dan pelonggaran kasus COVID-19 di Eropa, meski pemimpin WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus berkata varian Omicron jangan diremehkan. 

Namun, Direktur WHO di Eropa Hans Kluge berkata "gencatan senjata" yang terjadi bisa membawa kendali ke COVID-19, meski pandemi belum selesai.

"Bahkan dengan adanya varian yang lebih menular, ada kemungkinan untuk merespons varian-varian baru yang akan menyebar itu tanpa menerapkan tindakan-tindakan disruptif yang kita perlukan sebelumnya," ujarnya seperti dikutip France24.

 


Infografis COVID-19:

Infografis 8 Fakta Covid-19 Varian Omicron (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya