Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Tangerang, Suwardi, membenarkan isi pesan berantai untuk menjauhi Pantai Selat Sunda, serta mewaspadai potensi gelombang tinggi dan erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK). Pesan yang dimaksud mengatasnamakan dan disebar BMKG, lapor kanal News Liputan6.com.
Sejak Kamis, 3 Februari 2022, aktivitas Gunung Anak Krakatau telah meningkat akibat gempa lokal. Kemarin, semburan abu vulkaniknya bahkan mencapai 1.000 meter dari puncak.
Kekuatan gempa lokal yang terjadi di tubuh Gunung Anak Krakatau tidak bisa dideteksi petugas pos pantau Anak Krakatau di Pasauran, Kabupaten Serang, Banten. "Mungkin jarak antara dua sampai 10 km. Gempa lokal bisa memicu aktivitas Anak Krakatau," terang Deny Mardiono, petugas Pos Pantau GAK.
Baca Juga
Advertisement
Melansir laman Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Jumat (4/2/2022), Gunung Anak Krakatau terletak di antara gugusan kepulauan vulkanik di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra. Nama Anak Krakatau muncul setelah Gunung Krakatau hilang karena letusannya sendiri pada 26 sampai 27 Agustus 1883.
Jadi, Gunung Anak Krakatau merupakan sisa letusan dari Gunung Krakatau Purba yang pernah meletus. Di waktu-waktu normal, GAK merupakan salah satu tempat wisata populer di Banten.
Kegiatan utama dan paling favorit di sini adalah mendaki gunung, dengan banyak agen tur yang menawarkan paket pendakian, entah hanya sehari atau hingga empat hari. Sederet pesona dan misteri alamnya jadi alasan banyak wisatawan tertarik datang ke Gunung Anak Krakatau.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Situs Warisan Dunia UNESCO
Letusan besar Gunung Krakatau Purba memang menghancurkan sebagian gunung, namun menghasilkan bentangan alam yang indah. Pesona kawah besar yang dikelilingi gunung juga merupakan daya tarik tersendiri di wilayah ini.
Wilayah yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 1991 ini juga rumah bagi berbagai macam tumbuhan yang dilindungi. Ini termasuk 206 jenis jamur, 13 jenis lichenes, 61 tumbuhan paku, dan sekitar 257 jenis spermatophyta.
Selain di daratan, pesona laut di sekitar Gunung Anak Krakatau juga tidak kalah menawan. Pelancong biasanya akan memancing atau snorkeling di lautnya yang jernih.
Advertisement
Catatan Letusan Sebelumnya
Sebelum ini, erupsi Gunung Anak Krakatau terjadi pada 10 April 2020, lapor kanal Regional Liputan6.com. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengamati adanya kolom abu tebal berwarna kelabu hingga hitam dengan tinggi 1.000 meter di atas puncak atau sekitar 1.157 meter di atas permukaan laut saat gunung itu meletus.
Gunung Anak Krakatau menyemburkan abu vulkanik sekitar 657 meter di atas permukaan laut (dpl). PVMBG menyebut tingkat aktivitas gunung itu berada pada Level II atau Waspada. Dengan status itu, masyarakat atau wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius dua kilometer dari kawah.
Sebelum itu, Gunung Anak Krakatau meletus dan menyemburkan kolom abu setinggi 1.000 meter pada Selasa, 31 Desember 2019 pukul 06.51 WIB. Kolom abu pada letusan akhir 2019 itu condong ke arah selatan.
Letusan dahsyat juga tercatat pada 22 Desember 2018. Saat itu, ratusan warga yang tinggal di pulau-pulau terdekat harus dievakuasi ke Pulau Sumatra. Mereka diangkut dengan kapal milik PT ASDP ke Pelabuhan Bakauheni sebelum ditampung di pengungsian di Kalianda, Lampung Selatan.
Letusan tahun itu menimbulkan tsunami yang menerabas permukiman di dekat pantai. Saat itu, tsunami dahsyat terjadi sepanjang pantai Pandeglang, Banten. Tak sedikit orang meninggal dan permukiman pinggir pantai porak-poranda.
Infografis 5 Cara Lindungi Diri dan Cegah Penyebaran COVID-19 Varian Omicron
Advertisement