Liputan6.com, Jakarta - Krisis pangan di negara-negara berpenghasilan rendah akibat perubahan iklim dan guncangan ekonomi, termasuk pandemi COVID-19, mengalami peningkatan. Dalam hal ini, machine learning memprediksi secara akurat kapan dan di mana krisis pangan terjadi dapat berperan penting.
Sebuah studi terkini dari para peneliti di University of Illinois mengeksplorasi penggunaan machine learning untuk meningkatkan prediksi krisis pangan.
Sebagian besar prediksi krisis pangan saat ini bergantung pada kondisi di mana para ahli berkumpul bersama dan menilai kerawanan pangan di suatu negara.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun prosesnya mencakup sejumlah analisis data, sebagian besar masih berupa evaluasi kualitatif berdasarkan pengetahuan lokal.
"Tujuan kami bukanlah untuk merombak sistem yang ada saat ini, yang telah memberikan kontribusi luar biasa," tutur Hope Michelson, profesor di Departemen Pertanian dan Ekonomi Konsumen di University of Illinois dikutip dari rilis pers via Eurekalert pada Senin (7/2/2022).
Namun, kata Michelson, studi tersebut mendapati bahwa model machine learning dapat membantu memberikan informasi penting untuk membantu proses prediksi. Hal tersebut, menurut dia, membuat proses ini lebih objektif, fokus, dan transparan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Melibatkan Pembuat Kebijakan
Dia juga menekankan bahwa sedari awal data harus digunakan dengan cara bijaksana dan ditafsirkan secara tepat dalam hubungannya dengan pembuat kebijakan.
"Sangat penting untuk bekerja secara aktif untuk meningkatkan cara kami memperkirakan kerawanan pangan," ujar Michelson.
Oleh sebab itu, menurut Michelson, para peneliti pun perlu terlibat dengan pembuat kebijakan dan prioritas kebijakan.
"Kami melihat perlunya beberapa harmonisasi dan prinsip pedoman agar upaya penelitian tersebut efektif dan dapat diterapkan," tutur Michelson.
Advertisement
Evaluasi Tiga Model
Para peneliti mengevaluasi tiga model machine learning berbeda yang memprediksi kerawanan pangan di Malawi, Tanzania, dan Uganda.
Mereka menggunakan data historis sepanjang dua tahun untuk memprediksi hasil kerawanan pangan desa-desa di sana pada tahun ketiga. Kemudian mereka membandingkan hasil prediksi model machine learning dengan hasil aktual. Proses pemodelan juga melibatkan data publik tentang cuaca, geografi, dan harga pangan.
Para peneliti juga menguraikan tiga kriteria untuk memutuskan data apa yang akan dimasukkan dan bagaimana model digunakan. Ketiga kriteria itu adalah hasil mana yang diprediksi, bagaimana menangani kejadian langka, dan bagaimana mengevaluasi efektivitas model.
Model di dalam studi ini, menurut mereka, cukup sederhana, sehingga dapat diakses oleh pemerintah dan organisasi bantuan. Namun, mereka menekankan bahwa data harus diterapkan dan diinterpretasikan dalam kerja sama antara peneliti dan pembuat kebijakan.
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Advertisement