Liputan6.com, Jakarta Selain memiliki jumlah kasus terbanyak, kanker payudara berada di urutan teratas penyumbang angka kematian pada penyakit kanker.
Data Globocan tahun 2020, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6 persen) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Sementara itu, untuk jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa kasus.
Advertisement
Ternyata, angka kematian yang tinggi disebabkan oleh pendeteksian yang sudah di stadium lanjut. Dalam stadium itu, risiko sembuh sudah rendah.
"70 persen dideteksi sudah di tahap lanjut, kalau kita bisa mendeteksi di tahap awal mungkin kematiannya bisa kita tanggulangi,” kata Elvida Sariwati, Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI dalam peringatan Hari Kanker Sedunia ditulis Minggu (5/2/2022).
Elvida mengatakan, sebenarnya 43 persen kematian akibat kanker bisa dicegah. Asalkan pasien rutin melakukan deteksi dini dan menghindari faktor risiko penyebab kanker.
Dalam keterangan pers yang diterima Health-Liputan6.com, selain angka kematian yang cukup tinggi, penanganan pasien kanker yang terlambat menyebabkan beban pembiayaan yang kian membengkak. Pada periode 2019-2020, pengobatan kanker telah menghabiskan pembiayaan BPJS kurang lebih Rp7,6 triliun.
“Karena deteksinya sudah di ujung, sehingga pembiayaan yang dikeluarkan semakin besar” kata Elvida.
Jembatani Kesenjangan Perawatan Kanker
Peringatan Hari Kanker Sedunia 2022 mengangkat tema “Close the Cure Gap”. Tujuannya untuk meminimalisasi kesenjangan perawatan pada pasien kanker serta menekankan kesetaraan pasien dalam mendapatkan layanan medis.
Tema ini diangkat sebab saat ini masih terdapat kesenjangan kualitas layanan dalam perawatan pasien sehingga menghambat proses pengobatan.
Pemerintah juga akan memperkuat pelayanan medis untuk pengobatan kanker payurdara dengan mengatur pemerataan pelayanan kesehatan bagi pasien kanker guna memudahkan pasien mengakses layanan kesehatan yang memadai.
“Kalau mau kirim untuk dilakukan radio terapi di Indonesia Timur hanya ada di Surabaya dengan masa tunggu yang lama, ini tentu tidak boleh terjadi lagi, pelayanan kemoterapi, radioterapi ataupun imunoterapi ini harus merata,” pungkas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengandalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu.
Advertisement