Liputan6.com, Jakarta Seperti diketahui, sejak merebaknya varian Omicron di Indonesia, ada beberapa daerah yang masih memutuskan untuk memberlakukan microlockdown.
Menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, microlockdown sendiri sebenarnya sama dengan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Advertisement
"Istilah microlockdown ini kalau kita terjemahkan dari istilahnya lockdown itu kan penguncian ya. Sebenarnya juga tidak persis lockdown di lapangan itu, hanya ada pengetatan pengawasan," ujar Hermawan saat dihubungi Health Liputan6.com belum lama ini.
"Artinya di setiap sudut pemukiman itu ada satgas, mungkin ada buka tutup jam kunjung masuk dan keluar, ada pembatasan aktivitas dan mobilitas, kemudian dilarang untuk bikin acara hajatan, tidak ada keramaian. Jadi tetap istilahnya itu kan PPKM, hanya berbasis micro," tambahnya.
Namun saat penyebaran kasus COVID-19 di masing-masing daerah sudah terjadi dengan begitu cepat, apakah upaya satu ini masih efektif untuk dilakukan?
Menurut Hermawan, dalam situasi penyebaran kasus yang sudah tinggi, memberlakukan micro lockdown sebenarnya sudah tidak lagi efektif.
"Dalam suasana outbreak yang begitu luar biasa, itu tidak efektif lagi microlockdown. Misalnya di wilayah Jabodetabek, ini kan terjadi massive transmission," kata Hermawan.
Masih bisa efektif, apabila...
Hermawan menjelaskan, saat ini pun seperti di Jabodetabek, hampir tidak ada kelurahan atau level RW yang bersih dari kasus COVID-19.
"Jadi sebenarnya micro lockdown itu tidak lagi tepat. Microlockdown hanya efektif pada suatu daerah yang ditemukan satu dua kasus," ujar Hermawan.
"Dengan demikian melokalisirnya berdasarkan aktivitas di RT RW tertentu. Nah itu baru efektif, tetapi kalau (sudah) terjadi massive transmission seperti di DKI Jakarta, intervensinya bukan micro tapi daerah," tambahnya.
Maka, itulah mengapa menurut Hermawan lebih tepat jika diberlakukan PPKM langsung di satu provinsi yang bersangkutan.
"Itu (PPKM) basis intervensinya melihat sebaran kasus tidak lagi per RT atau RW, tapi sudah massive dan menyeluruh. Maka kita tidak lagi bicara soal microlockdown," kata Hermawan.
Advertisement