Survei KPAI: 61 Persen Orangtua Murid Setuju PTM Meski Kasus Covid-19 Naik

Karena masih ada yang tidak setuju dengan penyelenggaraan PTM, Retno menyarankan agar kelompok tersebut tetap difasilitasi izin orangtua untuk anaknya mengikuti PTM pada semua level PPKM.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Feb 2022, 17:16 WIB
Sejumlah siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN 01 Pondok Labu, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pemprov DKI Jakarta menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) setiap hari dengan jumlah siswa setiap kelas mencapai 100 persen dari kapasitas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis hasil survei singkat terhadap persepsi orangtua tentang pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah melonjaknya kasus Omicron di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Hasilnya, mayoritas para orang tua setuju untuk digelar PTM meski kasus Omicron sedang melonjak.

Hasil persepsi tersebut, merupakan survei singkat yang dilakukan atas inisiatif pribadi oleh Komisioner Retno Listyarti, selama kurun waktu 4 – 6 Februari 2022 dan hanya meliputi ketiga wilayah, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

"Hal ini searah dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mendorong evaluasi PTM di ketiga wilayah tersebut," kata Retno dalam keterangannya, dikutip Selasa (8/2/2022).

Dengan memakai aplikasi google drive survei ini tercatat turut diikuti oleh 1.209 partisipan yang didominasi DKI Jakarta (74%), menyusul kemudian Jawa Barat (20%), Banten (4%) dan wilayah selain ketiga daerah tersebut. Karena ada juga yang berpartisipasi, namun jumlahnya hanya 2%.

Adapun pekerjaan responden adalah guru/dosen (8%) dan selain guru/dosen (92%). Adapun jenjang pendidikan anak-anak responden yang terbanyak adalah jenjang SMA/SMK/MA/SLB mencapai 71%; kemudian SMP/MTs/SLB (15%) dan SD/MI/SLB (14%). 

"Survei singkat ini untuk mengetahui pandangan orangtua terkait kebijakan PTM 100 persen di wilayah PPKM level 1 dan 2. Juga usulan orangtua untuk perbaikan kebijakan PTM demi melindungi dan memenuhi hak-hak anak di masa pandemi, yaitu hak hidup, hak sehat, dan hak atas pendidikan," katanya.

"Karena setiap kebijakan pendidikan, seharusnya mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, keselamatan anak di atas segalanya," tambah Retno. 

Hasil Survei Singkat

Dalam survei singkat yang dilakukan selama dua hari dengan total 1.209 responden tergambar bahwa mayoritas orangtua dalam survei ini menyetujui kebijakan PTM 100 persen, meski kasus Omicron terus meningkat di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. 

Adapun hasilnya, responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen sebanyak 61%. Sedangkan yang tidak menyetujui kebijakan tersebut berjumlah 39%.  

“Meskipun jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, pemerintah tak boleh mengabaikan suara mereka," kata Retno.

Karena masih ada yang tidak setuju, Retno menyarankan agar kelompok tersebut tetap difasilitasi izin orangtua untuk anaknya mengikuti PTM pada semua level PPKM. "Karena ketika kebijakan PTM 100 persen, maka izin orang tua tidak ada lagi. Padahal, ada 39% orang tua khawatir anaknya mengikuti PTM dan berharap dapat memilih serta dilayani PJJ," urai Retno. 

Lebih lanjut, Retno menyebut alasan orangtua peserta didik yang setuju dengan anaknya mengikuti PTM 100 persen meski ada lonjakan kasus Covid, yaitu"

Pertama: anak-anak sudah jenuh PJJ dan malah sibuk dengan gadgetnya untuk memainkan game online ataupun social media (28%); kedua, anak-anak sudah terlalu lama PJJ, sehingga mengalami penurunan karena ketidakefektifan proses pembelajaran (50%).

Ketiga, kalau anak-anak dan sekolah menerapkan prokes ketat, maka penularan Covid-19 bisa diminimalkan (15%); keempat, orangtua yang bekerja sulit mendampingi anak untuk PJJ (3%); sementara jawaban lainnya (4%). 

“Data tersebut menunjukkan bahwa alasan para orangtua yang menyetujui PTM 100 persen meskipun kasus Covid sedang meningkat adalah mengkhawatirkan 'learning loss' pada anak-anak mereka," ujarnya.

"Karena mereka menilai PJJ kurang efektif, sehingga anak-anak mereka menemui kesulitan memahami materi selama proses pembelajaran," lanjutnya. 

 

 

 


Alasan Orang Tua Tak Setuju PTM

Guru menyapa para siswa sebelum mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di sebuah sekolah di Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/9/2021). Pemerintah kembali membuka sekolah di tengah pandemi COVID-19. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Sedangkan, Retno menyebut alasan orangtua peserta didik yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen, yaitu:

Pertama, anak belum mendapatkan vaksin atau belum divaksin lengkap 2 dosis (2%).

Kedua, anak-anak sulit dikontrol perilakunya, terutama peserta didik TK dan SD (3%); ketiga, jika kapasitas PTM 100%, maka anak-anak selama pembelajaran sulit jaga jarak (21%); keempat, meningkatnya kasus Covid, khususnya Omicron (72%); lalu, sisanya jawaban lainnya (2%). 

“Mayoritas orangtua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100% memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus Covid, terutama Omicron yang memiliki daya tular 3-5 kali lipat dari Delta, sehingga mereka tidak ingin anak-anaknya tertular,” ujar Retno. 

Dari seluruh responden, Retno juga menanyakan terkait pendapat mereka, apakah selama PTM 100% dilaksanakan sekolah anak pernah ditutup sementara karena adanya kasus positif Covid-19.

"Jawaban responden cukup mengejutkan, karena yang mengaku sudah pernah sekolahnya ditutup sebagai tindak lanjut adanya temuan kasus Covid di sekolahnya (78%), dan yang belum pernah sekolah anaknya ditutup (22%)," bebernya.

“Walaupun sekolah anaknya pernah ditutup karena adanya kasus warga sekolah yang positif. Namun, para orangtua tetap mengizinkan anaknya kembali bersekolah tatap muka setelah sekolahnya ditutup beberapa hari. Alasannya, mereka mempercayai sekolah dan pemerintah daerah sudah sesuai SKB 4 Menteri dan telah dilakukan 3T (Tracing, Testing dan Treatment), ” lanjut Retno. 

Saran dan Masukan Orang Tua kepada Pemerintah

Dari seluruh pendapat yang didapat, Retno menghimpun sejumlah masukan dan saran dari responden kepada pemerintah daerah seiring meningkatnya kasus Covid saat ini, terutama Omicron.

Pertama, hentikan sementara PTM hingga 14 hari usai liburan Idul Fitri (4%); kedua, hentikan sementara PTM sampai Maret 2022 (11%); ketiga, hentikan sementara PTM sampai tahun ajaran baru Juli 2022 (10%).

Kemudian, keempat, kembali ke PTM dengan kapasitas 50% (24%); kelima, tetap PTM 100% asalkan patuh protokol kesehatan dan anak langsung pulang ke rumah (47%), sedangkan jawaban lainnya (4%).

“Usulan para orangtua dalam survei ini tetaplah mendukung pelaksanaan PTM. Hanya saja mereka ingin kapasitasnya dikurangi menjadi 50 persen saja. Mengingat sulitnya jaga jarak saat proses pembelajaran di dalam kelas dan dalam ruangan tertutup selama beberapa jam, ini berisiko tinggi penularan. Bahkan ada 25% orangtua yang ingin PTM dihentikan dahulu” ujar Retno. 

Retno menambahkan, usulan PTM dihentikan dahulu ini diangka yang cukup besar, yaitu 25% orangtua peserta didik, meskipun dihentikannya sampai kapan berbeda-beda. Ada orangtua yang mengusulkan hingga usai 14 hari libur Idul Fitri (4%), sampai Maret 2022 (11%) dan sampai tahun ajaran baru (10%). 

“Suara orangtua yang meminta PTM dihentikan terlebih dahulu karena Indonesia memasuki gelombang ketiga dan angka kasus covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, sangat amat patut menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah," urainya 

"Atas dasar konvensi Hak Anak, di masa pandemi, Negara harus mengutamakan keselamatan anak diatas segalnya. Hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan di nomor 3, urutannya seharusnya demikian”, sambungnya. 

 

Reporter: Bachtiarudin Alam 

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya