Alasan Nvidia Gagal Akusisi ARM Setelah 1,5 Tahun

Nvidia resmi mengumumkan batal mengakusisi ARM karena tidak memenuhi ketentuan regulasi.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 09 Feb 2022, 13:00 WIB
Markas Nvidia di Santa Clara, California. Justin Sullivan/Getty Images/AFP

Liputan6.com, Jakarta - Nvidia resmi mengumumkan telah membatalkan proses akuisisi ARM. Keputusan ini diambil setelah mereka tidak bisa memenuhi ketentuan regulasi setelah melakukan proses selama satu setengah tahun.

Dikutip dari GSM Arena, Selasa (8/2/2022), bersama dengan keputusan ini, CEO ARM Semon Segars mundur dan digantikan oleh Rene Haas.

Dalam keterangannya, Nvidia mengatakan tidak bisa meyakinkan regulator bahwa akuisisi ini tidak akan memengaruhi model lisensi gratis ARM.

Selain itu, Nvidia juga telah menawarkan mendirikan entitias terpisah untuk memegang lisensi desain chip, tapi juga tidak mendapat restu.

Sebagai akibat dari kegagalan akusisi ini, Softbank sebagai pemilik ARM akan mendapatkan dana USD 1,25 miliar dari Nvidia untuk kompensasi.

Di sisi lain, Softbank mengumumkan berencana membuat ARM go public untuk menutup arus kas masuk yang seharusnya berasal dari penjualan, tapi kini gagal.

Untuk diketahui, Nvidia mengumumkan rencananya untuk membeli perusahaan pembuat semikonduktor chip ARM seharga USD 40 miliar atau sekitar Rp 597 triliun dari SoftBank pada 2020.

Melalui akuisisi tersebut, ARM akan mulai beroperasi sebagai bagian divisi Nvidia dan akan tetap bermarkas di Inggris.

Selain itu, Nvidia berencana membangun superkomputer berteknologi AI yang didukung oleh CPU ARM untuk diletakkan di kantor pusat perusahaan di Cambridge.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Akuisisi Nvidia Terhadap ARM Senilai Rp 579 Triliun Dijegal Regulator Inggris

Kesulitan Nvidia dalam mengakuisisi Arm sebenarnya sudah diketahui sejak tahun lalu.

Kesepakatan perusahaan teknologi paling penting di Inggris yang sudah berlangsung pada September 2020 itu juga memicu reaksi dari politisi, saingan, dan pelanggan.

Di Inggris, hal tersebut juga bermuatan politis, dengan kritik yang berpendapat bahwa peningkatan nasionalisme ekonomi dan kesadaran yang lebih besar akan kebutuhan untuk memiliki infrastruktur utama seperti ARM, yang kini dimiliki oleh SoftBank Jepang sejak 2016, tidak boleh dijual lagi.

Regulator persaingan Inggris bahkan mengatakan entitas yang digabungkan dapat mengurangi persaingan di pasar global serta di sektor-sektor pusat data, Internet of Things (IoT), otomotif, dan game.

Kesepakatan itu juga menimbulkan kekhawatiran karena mengancam inovasi dalam industri yang membentuk tulang punggung ekonomi modern.

"Kami khawatir Nvidia yang mengendalikan ARM dapat menciptakan masalah nyata bagi para pesaing Nvidia dengan membatasi akses mereka ke teknologi utama, dan pada akhirnya menghambat inovasi di sejumlah pasar penting dan berkembang," kata Andrea Coscelli, kepala Otoritas Persaingan dan Pasar di Inggris.


Terkait Keamanan Nasional

Menurut situs web pemerintah Inggris, Otoritas Kompetisi dan Pasar Inggris/ UK Competition and Market Authority (CMA) telah mengirimkan laporan investigasi Fase 1 yang telah diselesaikan kepada pemerintah Inggris, pada 20 Juli lalu.

Menurut laporan Bloomberg News, berdasarkan penilaian yang disampaikan, ada implikasi mengkhawatirkan bagi keamanan nasional Inggris terkait dengan akuisisi Nvidia atas ARM. Sayangnya, regulator setempat menolak memberikan komentar lebih lanjut.

"Kemungkinan, pemerintah Inggris akan melakukan peninjauan lebih mendalam terhadap kesepakatan akuisisi ini, karena ada masalah keamanan nasional," tulis Bloomberg News.

Sebelumnya pada April lalu, pemerintah Inggris mengatakan, pihaknya tengah meminta otoritas untuk menyelidiki kesepakatan antara Nvidia dan ARM. Otoritas Kompetisi dan Pasar Inggris pun akan menilai persaingan, yuridiksi, dan dampak keamanan nasional atas kesepakatan tersebut.

(Dam/Ysl)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya