Liputan6.com, Jakarta Densus 88 Antiteror Polri diberi mandat oleh negara memberantas teroris di Indonesia. Tak sekedar melakukan penegakan hukum dengan mengangkat senjata, cara-cara humanis juga di kedepankan Densus 88 Anti teror demi menyadarkan masyarakat dari paham radikal.
Itulah yang selama ini dilakukan oleh Direktorat Identifikasi dan Sosial (Idensos) Densus 88 Antiteror, yang saat ini dipimpin Brigjen Pol Arif Makhfudiharto.
Advertisement
Direktorat Identifikasi dan sosial mempunyai tugas deradikalisasi tersangka, terdakwa, terpidana, dan eks napiter. Di bawah kepemimpinan Brigjen Pol Arif, Densus melalui Direktorat Identifikasi dan Sosial berkomitmen mengajak narapidana teroris kembali berikrar terhadap NKRI.
Seperti hal yang dilakukan di Kantor Kelurahan Pluit Jakarta Utara. Arif bertemu dengan sejumlah mantan narapidana teroris pada Kamis (10/2/2022) pagi. Acara bertajuk silaturahmi dan dialog wawasan kebangsaan ini digelar dengan penuh kehangatan dan mentaati protokol kesehatan ketat.
Arif menerangkan, kegiatan ini rutin diselenggarakan. Agenda tersebut merupakan bagian dari program deredikalisasi. Densus 88 Antiteror melakukan pembinaan secara berkelanjutan sejak proses penangkapan, penetepan sampai bebas dari penjara.
"Itu kita melakukan pembinaan bukan hanya kepada yang bersangkutan saja tetapi kepada keluarganya sehingga ini merupakan program untuk memutus mata rantai dengan jaringannya dan bukti bahwa pemerintah hadir," kata dia saat berbincang di kawasan Pluit, Kamis (10/2/2022).
Tentunya, Direktorat Identifikasi dan Sosial tak berjalan sendiri. Ada kerjasama dengan semua stakeholder, sehingga tercipta program-progam sosial teruntuk mantan napiter dan keluarga.
Arif mengatakan, Densus 88 Antiteror secara masif melakukan deradikalisasi. Bagi Arif, penanggulangan terorisme dilakukan dari hulu ke hilir dan upaya penegakan hukum penegakan hukum dibarengi dengan langkah soft approach berupa dialog dan pendekatan persuasif.
"Kegiatan yang menyangkut sisi kemanusiaan sudah dilakukan secara terus menerus kepada saudara-saudara kita yang terpapar terorisme. Tapi kita di Densus 88 Antiteror jarang melakukan publikasi," ucap dia.
Hindari Stigma ke Keluarga Napiter
Arif mengatakan, deradikalisasi sebenarnya telah dijalankan semenjak operasi intelejen, penangkapan, pemeriksan sampai di dalam rumah tahanan.
Salah satunya pada saat penangkapan, Densus 88 Anti teror mengajak polisi di wilayah setempat ketika penggeledahan. Disaat itu petugas memberikan pemahaman kepada RT/RW dan masyarakat setempat agar tak memberikan labeling kepada keluarga napiter.
"Yang menjalani hukum saja yang terdampak, jangan ke anak maupun istrinya. Agar tidak terstigma tidak termarjinalkan oleh lingkungan itu," ujar dia.
Tak cuma itu, Arif juga mengupayakan para mantan napiter ketika kembali lagi ke masyarakat dapat berpikir moderat dan bisa menerima kemajemukan Indonesia serta memahami islam yang cinta damai.
"Itu tujuan akhirnya yang kita lakukan, termasuk kemandirian dalam bidang perekonomian. Dan istilahnya menuntaskan anak-anak generasi yang maju, mandiri, dan mempunyai pikiran yang tentunya bisa menerima," ujar dia.
Penerimaan Masyarakat
Di tempat yang sama, Kasatgaswil Densus 88 AT Polri, Kombes (Pol) Dayan Victor Imanuel Blegur menerangkan, Satgas Wilayah mendapat tugas melakukan sosialisasi kepada lingkungan bahwa kalau mantan napiter nanti keluar mereka sudah berubah.
Jadi begitu selesai menjalani hukuman, para mantan napiter bisa bersosialisasi dengan masyarakat dan melanjutkan kehidupan dengan normal, bahkan menjadi contoh yang lebih baik bagi warga lain.
"Pada saat mereka keluar kita lakukan sambutan bersama aparat kelurahan, dipertemukan dengan masyarakat ditokohkan supaya mereka bisa bersosialisasi kembali," terang dia.
Dayan menerangkan, Satgas wilayah Densus 88 Antiteror membantu mendorong agar mantan napiter bisa bangkit dari pelbagai sisi terutama perekonomian.
"Kira-kira kemampuan dia apa, untuk bisa berusaha, menghidupi keluarganya, nah sudah kita petakan dari awal," tandas dia.
Advertisement