Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan alasan banyak munculnya aplikasi Pinjaman Online ilegal. Salah satunya karena kemudahan pembuatan aplikasi.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan hal ini mendorong banyaknya lahir pinjol ilegal baru. Meski, Satgas Waspada Investasi telah berhasil menutup ribuan pinjol ilegal.
Advertisement
"Satgas investasi telah menutup ribuan pinjol investasi dan praktek gadai ilegal Namun demikian ribuan pula investasi dan pinjol ilegal yang muncul di media digital," katanya dalam webinar yang digelar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Kamis (10/2/2022).
Ia menduga, caranya dengan mereplikasi aplikasi yang ada kemusian ini menjadi pendorong meluasnya praktik pinjol dan investasi ilegal. Ia melihat penawaran pinjaman dan investasi ilegal itu hanya dilakukan di lingkungan sekitar.
"Dengan perkembangan dunia digital penawaran pinjaman atau investasi dapat di dapat dilakukan tanpa mengenal batas wilayah atau cross-border dan tanpa mengenal batas waktu," katanya.
"Lebih dari itu, dengan bantuan teknologi mereka tidak memerlukan kantor, ini para investor tadi tidak memerlukan kantor yang representative dan SDM yang banyak jumlahnya, dengan bantuan teknologi informasi konsumen dengan tingkat literasi yang rendah dapat dicangkok dari mana saja dan kapan saja," imbuhnya.
Kemudahan pembuatan aplikasi ini pula yang ikut mendorong banyaknya pelaku usaha kecil yang tergiur dengan janji-janji kemudahan pembaiayaan. Apalagi, dengan kondisi ekonomi pengusaha kecil yang sedang mencoba bangkit dari pandemi.
Ia menyebut, misalnya di pengusaha skala ultra mikro yang usahanya layak mendapat pembiayaan tapi tak memenuhi syarat mendapat pinjaman dari bank. Sehingga cenderung memilik pinjol sebagai alternatif pembiayaan.
"Meskipun mereka tidak dapat membedakan mana yang legal mana yang ilegal, terlebih lagi dalam masa atau pasca pandemi banyak yang usahanya terpuruk dan sangat membutuhkan pembiayaan untuk bangkit kembali," ujarnya.
Kesulitan akses ini juga dipengaruhi dengan adanya kebijakan dari jasa keuangan yang justru melakukan restrukturisasi pembiayaan lama. Dan cenderung menyetop untuk membuka pembiayaan baru.
"Padahal kebutuhan pembiayaan ini juga dikonfirmasi oleh survei BPS tahun 2020 yang menyebutkan bahwa modal usaha merupakan bantuan yang paling dibutuhkan oleh UMKM dalam menghadapi pandemi," katanya.
"Namun demikian dari 83,7 persen yang membutuhkan bantuan hanya 16 persen yang menerima bantuan," tambah Tirta.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
51 Ribu Aduan
Otoritas Jasa Keuangan mencatat ada 51.000 jumlah aduan yang masuk ke hotline pengaduan terkait pinjaman online ilegal dan investasi ilegal. Angka ini didapat pada periode Juni 2021 hingga Januari 2022.
Diketahui, banyaknya jumlah aduan ini mengindikasikan pandemi Covid-19 mengakselerasi perkembangan teknologi finansial. Meski tak seluruhnya positif, ada pula sebagian yang berkembang dan memberikan dampak negatif, seperti pinjaman online (pinjol) ilegal.
“kejahatan keuangan di antaranya penawaran produk investasi dan juga sebagaimana diketahui penawaran investasi ilegal juga pinjol dan gadai ilegal itu marak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia,” kata Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara, dalam webinar Lembaga Perkembangan Perbankan Indonesia, Kamis (10/2/2022).
Ia mengatakan, sebagai ilustrasi maraknya pinjol ilegal, selama 2020-2021, Satgas Waspada Investasi menutup tak kurang dari 440 penawaran investasi ilegal, kemudian lebih dari 1800 pinjol ilegal dan ada 92 gadai ilegal.
“Kita alami bahwa selama bulan Juni 2021 sampai Januari OJK juga menerima tidak kurang dari 51.000 pertanyaan atau pengaduan terkait pinjol dan investasi ilegal,” katanya.
Sementara, 41 persen dari total aduan itu atau sekitar 21.000 aduan berkaitan dengan perilaku petugas penagihan utang. Kemudian diikuti dengan pengaduan terkait legalitas Lembaga Jasa Keuangan sebanyak 10 ribu aduan. Serta keberatan atas jumlah tagihan yang tiba-tiba membesar sebanyan 6 ribu aduan.
ia menyebut, tingkat literasi keuangan yang rendah masih jadi salah satu penyebab banyaknya korban pinjol dan investasi ilegal. Mengacu survei OJK pada 2019, tingkat literasi keuangan di Indonesia baru mencapai sekitar 38 persen.
“ini lebih rendah lagi untuk produk pasar modal atau produk investasi hanya 5 persen yang padahal ini survei 3 tahun lalu,” katanya.
“OJK berencana melakukan survei yang periode nya 3 tahunan ini pada semester kedua tahun ini, hasilnya akan jauh lebih baik, karena kita selalu berupaya untuk perbaiki ini,” imbuhnya.
Advertisement