Pemerintah Kantongi Rp 1,3 Triliun dari Tax Amnesty Jilid II Hingga 10 Februari 2022

Nilai pengungkapan harta yang sudah terdata dari program yang disebut juga tax amnesty mencapai Rp 13,1 triliun.

oleh Tira Santia diperbarui 11 Feb 2022, 09:00 WIB
Sebuah banner terpasang di depan pintu masuk kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Minggu (25/9). Mendekati hari akhir periode pertama, Kantor Pajak membuka pendaftaran pada akhir pekan khusus melayani calon peserta tax amnesty. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, pendapatan dari Pajak Penghasilan (PPh) yang diterima negara dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) mencapai Rp 1,3 triliun, pada 10 Februari 2022.

Dikutip dari laman resmi DJP, Jumat (11/2/2022), selanjutnya nilai pengungkapan harta yang sudah terdata dari program yang disebut juga tax amnesty mencapai Rp 13,1 triliun.

Kemudian untuk deklarasi dari dalam negeri sebesar Rp 10,6 triliun. Sedangkan deklarasi dari luar negeri mencapai Rp 823,14 miliar.

Dari total tersebut, jumlah harta yang akan diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 867,6 miliar.

Semua jumlah tersebut, berasal dari 11.918 wajib pajak yang mengikuti PPS dengan 13.164 surat keterangan.

Tentunya, nilai tersebut akan terus bertambah hingga masa PPS berakhir pada Juni 2022 mendatang.

Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs djponline.pajak.go.id dalam jangka waktu 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).

 


Ajakan Menkeu

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terus mengajak Wajib Pajak (WP) untuk memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sebagaimana yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Program yang diberlakukan mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022 ini memberikan kesempatan bagi WP untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi secara sukarela.

Adapun, kebijakan PPS dibagi menjadi dua. Pertama diperuntukkan bagi peserta yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015.

Kebijakan I PPS meliputi pengenaan tarif PPh Final 11 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, dan 6 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.

Selanjutnya, Kebijakan II PPS diperuntukkan bagi WP yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh dari 2016 s.d. 2020 dalam SPT Tahunan 2020.

Ada juga pengenaan tarif PPh Final yaitu 18 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 12 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi Terbarukan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya