Wall Street Tertekan Imbas Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS

Trader berspekulasi the Fed akan lebih agresif untuk menekan inflasi memicu wall street tertekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Feb 2022, 06:40 WIB
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Kamis, 10 Februari 2022. Wall street yang tergelincir ini terjadi setelah laporan inflasi utama menunjukkan kenaikan harga lebih cepat dari perkiraan dan mendorong imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun di atas level kunci.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Nasdaq melemah 2,1 persen ke posisi 14.185,64. Indeks S&P 500 tergelincir 1,8 persen menjadi 4.504,08. Indeks Dow Jones turun 526,47 poin atau 1,47 persen menjadi 35.241,59.

Saham bergejolak selama sesi perdagangan, dengan rata-rata indeks utama secara singkat berubah positif pada satu titik, dan Dow Jones turun lebih dari 600 poin pada sesi terendah.

Pada penutupan perdagangan, wall street melemah seiring traders mulai berspekulasi kalau the Federal Reserve (the Fed) akan menjadi lebih agresif dengan kebijakan pengetatan melawan inflasi.

Laporan indeks harga konsumen menunjukkan kenaikan tahun ke tahun 7,5 persen, lebih panas dari apa yang diharapkan dan kenaikan terbesar sejak 1982. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun di atas 2 persen. Sebelumnya pada awal 2022 di kisaran 1,51 persen.

Suku bunga jangka pendek bahkan lebih melonjak sebagai tanda investor mengharapkan the Fed untuk bertindak dengan cara lebih besar untuk menjaga inflasi. Imbal hasil obligasi bertenor 2 tahun naik lebih dari 26 basis poin, dan kenaikan terbesar dalam perdagangan satu hari sejak 2009.

"Dengan lonjakan inflasi yang mengejutkan pada Januari, pasar terus khawatir tentang the Fed yang agresif. Sementara mungkin hal-hal menjadi lebih baik dari sini, kecemasan apsar tentang potensi pengetatan the Fed tidak akan hilang hingga tanda-tanda yang jelas inflasi mulai terkendali,” ujar Asset Allocation Strategist LPL Financial Barry Gilbert dilansir dari CNBC, Jumat (11/2/2022).

Wall street kembali tertekan pada perdagangan Kamis sore waktu setempat setelah Presiden the Fed St.Louis James Bullard mengatakan, dia terbuka untuk kenaikan 50 basis poin pada Maret dan ingin melihat di atas 100 basis poin pada Juli 2022.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kenaikan Imbal Hasil Obligasi Tekan Saham Teknologi

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Dengan sentimen kenaikan imbal hasil obligasi menekan saham kapitalisasi besar. Saham Microsoft turun 2,8 persen. Saham e-commerce Shopify susut 3,4 persen, dan Adobe tergelincir 5 persen. Suku bunga lebih tinggi cenderung menekan saham teknologi dan growth stock karena membuat laba perusahaan ke depan kurang menarik bagi investor.

Berdasarkan CME menunjukkan peluang kenaikan suku bunga hampir 100 persen pada pertemuan Maret 2022. Pasar juga mengantisipasi peluang 61 persen kalau the Fed akan menaikkan tujuh kali tahun ini, yang akan memerlukan langkah pada setiap pertemuan hingga akhir 2022.

"Mereka (the Fed) harus melakukan dua hal. Mereka harus mendapatkan kepercayaan inflasi, dan mereka jauh tertinggal dalam memahami inflasi. Mereka harus mengendalikan narasi kebijakan,” ujar Chief Economic Advisor Allianz, Mohamed El-Erian.

Ekonom Citi juga mengubah prediksi kenaikan suku bunga menjadi 50 basis poin pada Maret 2022. Saham pembangun rumah dan utilitas yang sensitif terhadap kenaikan suku bunga berkinerja buruk pada Kamis pekan ini.

"Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun mencapai 2 persen, ditambah inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan akibatnya sikluas pengetatan the Fed yang lebih agresif, negatif untuk harga saham secara keseluruhan dan terutama perusahaan yang bergantung pada utang seperti teknologi,” ujar Ekonom Oxford Economics, Kathy Bostjancic.

Ia menuturkan, pertumbuhan ekonomi dan laba saat ini sehat. Namun, the Fed yang lebih agresif dapat memperlambat pertumbuhan lebih dari yang diinginkan.

Laporan kinerja laba perusahaan yang solid membantu membatasi kerugian pasar pada Kamis pekan ini. Saham Disney menguat 3,4 persen setelah melaporkan pendapatan kuartalan yang mengalahkan prediksi dan dua kali lipat pendapatan dari taman hiburan dan produk konsumen.

Saham Coca Cola naik 0,5 persen setelah raksasa minuman ringan itu melaporkan pendapatan dan laba yang mengalahkan perkiraan wall street. Saham cloud Twilio naik 1,9 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya