Liputan6.com, Jakarta - Meskipun kripto di Indonesia sudah berkembang cukup pesat yang ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat mulai transaksi kripto, nyatanya kripto masih menjadi polemik di Indonesia.
Salah satunya adalah mengenai status halal dan haram dari kripto sendiri sebagai aset investasi maupun alat pembayaran. Mengenai soal halal atau haram kripto, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa cryptocurrency haram.
Advertisement
Dilansir dari situs resmi MUI, dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada November lalu di Jakarta, menyepakati 17 poin bahasan salah satunya adalah hukum cryptocurency.
Dalam pembahasan tersebut dinyatakan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015.
Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital juga tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.
Adapun cryptocurrency sebagai komoditas atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjual belikan.
Selain MUI, organisasi agama Islam lainnya seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) juga berpendapat serupa bahwa kripto hukumnya haram baik sebagai aset digital maupun alat pembayaran.
Alasan utama dari ketiga organisasi Islam tersebut mengharamkan kripto adalah mengandung Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Saw serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur Etika Bisnis khususnya dua poin ini, yaitu tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram Aset Kripto, Ini Tanggapan Kemendag
Sebelumnya, setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat mengeluarkan fatwa haram untuk kripto, kini Majelis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat Muhammadiyah menilai polemik mata uang kripto ini dapat dilihat dari dua sisi sebagai instrumen investasi dan alat tukar.
"Sebagai alat investasi, mata uang kripto ini memiliki banyak kekurangan, jika ditinjau dari syariat Islam," tulis PP Muhammadiyah dikutip dari keterangan resmi, dari Kanal Tekno Liputan6.com.
Misalnya, sifat spekulatif yang kentara karena mata uang kripto sangat fluktuatif dengan kenaikan atau penurunan nilai yang tidak wajar. Selain sifat spekulatif, mata uang kripto juga dinilai mengandung ketidakjelasan (gharar).
“Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying asset--aset yang menjamin bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain," tutur PP Muhammadiyah.
Kedua sifat spekulatif dan gharar tersebut diharamkan oleh syariat, dan tidak memenuhi nilai dan tolok ukur Etika Bisnis menurut Muhammadiyah, khususnya dua poin ini, yaitu: "Tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90)."
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menuturkan, fatwa merupakan wewenang MUI dan Muhammadiyah. Pihaknya fokus untuk memastikan kripto itu aman.
"Silahkan mereka yang bisa melihat seperti apa. Kami fokus memastikan aset dan komoditas ini benar-benar dari semua sisi, aspek, semua aman. Ini dari sisi bagaimana kita create komoditas kripto sebagai aset yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata dia saat peluncuran T-Hub di Seminyak, Bali, Jumat, 21 Januari 2022.
Sementara itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, Tirta Karma Sanjaya mengatakan,pihaknya akan membuka ruang diskusi dengan Muhammadiyah dengan fatwa haram terkait kripto itu.
Sebelumnya, Bappebti juga menindaklanjuti setelah keluarnya fatwa MUI terkait kripto haram. Ia menuturkan, aset kripto itu akan menjadi haran dijadikan alat transaksi karena melanggar UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang.
"Terkait hal lainnya MUI sendiri membuka ruang untuk berdiskusi, karena sampai saat ini belum ada fatwa aset kripto itu sendiri haram. Untuk selanjutnya terkait Muhammadiyah kami pun siap untuk buka ruang berdiskusi, termasuk ada ahli fiqih,” kata dia.
COO Tokocrypto Teguh Hermanda mengatakan, pihaknya menghormati fatwa tersebut. Pihaknya terus melakukan edukasi dan pelaku pasar juga makin dewasa. Hal ini seiring pertumbuhan volume transaksi stabil.
"Volume lebih stabil, tak berubah signifikan. Kami akan terus berkoordinasi dan meyakinkan aset kripto diperlakukan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan,” kata dia.
Advertisement