Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengubah pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah.
Hal itu disampaikan saat Komnas HAM saat menerima penjelasan perkembangan terkini situasi di Desa Wadas dan rencana penyelesaian dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah dalam pertemuan di Puri Gedeh, Semarang, Jumat (11/2/2022).
Baca Juga
Advertisement
"Hadir dalam pertemuan ini Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara, Gubernur Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo beserta jajarannya dan dihadiri pula tokoh NU KH Imam Aziz," tulis rilis resmi Komnas HAM, dikutip Jumat sore.
Dalam kesempatan tersebut, Beka Ulung Hapsara meminta kepada Pemprov Jawa Tengah mengevaluasi pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan di Desa Wadas.
Komnas HAM meminta penyelesaian masalah tidak lagi menggunakan pendekatan keamanan, namun mengedepankan pendekatan yang humanis dan persuasif, serta berbasis sikap dan kebutuhan warga.
"Selain itu Komnas HAM RI juga meminta kepada Gubernur Jawa Tengah untuk menyiapkan konsep penyelesaian yang berbasis pada kebutuhan warga, serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata Beka.
Awal Mula Konflik Wadas
Konflik antara aparat dan warga Desa Wadas bermula dari rencana pembangunan Bendungan Bener dan penambangan batu andesit di Kabupaten Purworejo.
Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis nasional (PSN) yang ditargetkan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia dan nomor dua di Asia Tenggara. Nantinya Bendungan Bener akan memiliki ketinggian 159 meter dengan panjang timbunan 543 meter dan lebar bawah 290 meter.
Selain itu, Bendungan Bener ditargetkan memiliki kapasitas sebesar 100.94 meter kubik yang diharapkan dapat mengairi lahan seluas 15069 Ha, mengurangi debit banjir sebesar 210 M³/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 M³/detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6,00 MW.
Tak hanya itu, Bendungan Bener ditargetkan mampu menyuplai kebutuhan air sebanyak 1.500 liter/detik untuk Kabupaten Purworejo, Kebumen, dan Kulonprogo. Airnya sendiri dikumpulkan dari aliran sungai Bogowonto yang diapit dua bukit di lokasi tersebut.
Air dari bendungan itu juga akan memasok sebagaian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Kemudian nantinya akan dibangun juga PLTA dengan besaran 6 Megawatt (MW). Proyek ini sudah dijalankan sejak Mei 2019.
Proyek tersebut memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan. Oleh Pemprov Jateng, kebutuhan batu andesit ini diambil dari lahan seluas 145 hektare di Kabupaten Purwrejo, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Wadas.
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener.
Penambangan akan dilakukan di atas lahan seluas 145 hektare ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek. Penambangan akan dilakukan menggunakan metode blasting atau bahan peledak.
Dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa) yang rencananya berjalan selama 30 bulan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kg, hingga kedalaman 40 meter.
Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik setiap tahunnya.
Walhi menilai, penambangan itu akan menghilangkan bentang alam dan memaksa warga hidup dengan kerusakan ekosistem.
Warga Wadas telah melakukan berbagai perlawanan atas rencana pembangunan bendungan ini mulai dari protes hingga mengajukan gugatan terhadap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Gugatan terhadap Ganjar diajukan warga di PTUN Semarang tahun lalu, namun pada 13 Agustus 2021, gugatan tersebut ditolak. Warga Wadas pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga keluar putusan pada tanggal 29 November 2021 yang menyatakan kasasi juga ditolak.
Penolakan warga pun terus berlanjut hingga aparat melakukan tindakan represi.
Advertisement