Terjun ke Desa Wadas, Komnas HAM Temukan Fakta Ada Aksi Kekerasan Aparat

Komnas HAM akan terus melanjutkan investigasi kasus dugaan kekerasan aparat terhadap warga saat mengamankan pengukuran tanah di Desa Wadas untuk proyek Bendungan Bener.

oleh Yopi Makdori diperbarui 12 Feb 2022, 22:29 WIB
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara usai bertemu dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo membahas terkait penyelesaian konflik di Desa Wadas. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku menemukan fakta adanya aksi kekerasan oleh aparat Kepolisian terhadap warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah.

Aksi kekerasan aparat Kepolisian itu terjadi saat mengamankan pengukuran lahan di Desa Wadas yang dibebaskan untuk proyek pembangunan Bendungan Bener, pada Selasa, 8 Februari 2022 lalu. Fakta itu terungkap saat tim Komnas HAM mendatangi lokasi, pada Sabtu (12/2/2022).

"Menemukan fakta adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam pengamanan pengukuran lahan warga yang sudah setuju," ujar Komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara dalam keterangan tertulis, Sabtu.

Beka juga mengungkap bahwa Komnas HAM mendapat informasi beberapa warga belum pulang ke rumah masing-masing, karena masih ketakutan akibat insiden Selasa lalu.

Bukan hanya itu, menurut dia, tim Komnas HAM juga mendapati banyak warga dewasa dan anak-anak mengalami trauma akibat kericuhan yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Mendapati fakta terjadi kerenggangan hubungan sosial kemasyarakatan antar warga yang setuju dan menolak penambangan batuan andesit," terang Beka.

Dia menyatakan, tim Komnas HAM akan kembali menginvestigasi kasus dugaan kekerasan aparat yang terjadi di Desa Wadas pada Minggu esok, 13 Februari 2022.

"Tim Komnas HAM RI akan melanjutkan upayanya esok (Minggu, 13/2/2022) untuk meminta keterangan beberapa pihak terkait lainnya," ucap Beka mengakhiri.

Sebelumnya Komnas HAM mendorong Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk mengubah pendekatan dalam penyelesaian permasalahan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo.

Hal itu disampaikan saat Komnas HAM menerima penjelasan perkembangan terkini situasi di Desa Wadas dan rencana penyelesaian dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam pertemuan di Puri Gedeh, Semarang Jawa Tengah (Jumat, 11/2/2022).

"Hadir dalam pertemuan ini Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara, Gubernur Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo beserta jajarannya dan dihadiri pula tokoh NU KH Imam Aziz," tulis rilis resmi Komnas HAM, Jumat (11/2/2022).

Dalam kesempatan tersebut, Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara meminta Pemprov Jateng mengevaluasi pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan di Desa Wadas.

Pemda diminta tidak lagi menggunakan pendekatan keamanan, namun lebih mengedepankan pendekatan yang humanis dan persuasif serta berbasis pada sikap dan kebutuhan warga.

"Selain itu Komnas HAM RI juga meminta kepada Gubernur Jawa Tengah untuk menyiapkan konsep penyelesaian yang berbasis pada kebutuhan warga, serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia," katanya. 


Awal Mula Konflik di Desa Wadas

Proses pengukuran hutan di Desa Wadas, Purworejo berlangsung tegang. Aparat mengamankan sejumlah warga. (Liputan6.com/ Istimewa)

Konflik antara aparat dan warga Desa Wadas bermula dari rencana pembangunan Bendungan Bener dan penambangan batu andesit di Kabupaten Purworejo. 

Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis nasional (PSN) yang ditargetkan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia dan nomor dua di Asia Tenggara. Nantinya Bendungan Bener akan memiliki ketinggian 159 meter dengan panjang timbunan 543 meter dan lebar bawah 290 meter.

Selain itu, Bendungan Bener ditargetkan memiliki kapasitas sebesar 100.94 meter kubik yang diharapkan dapat mengairi lahan seluas 15069 Ha, mengurangi debit banjir sebesar 210 M³/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 M³/detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6,00 MW.

Tak hanya itu, Bendungan Bener ditargetkan mampu menyuplai kebutuhan air sebanyak 1.500 liter/detik untuk Kabupaten Purworejo, Kebumen, dan Kulonprogo. Airnya sendiri dikumpulkan dari aliran sungai Bogowonto yang diapit dua bukit di lokasi tersebut.

Air dari bendungan itu juga akan memasok sebagaian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.

Kemudian nantinya akan dibangun juga PLTA dengan besaran 6 Megawatt (MW). Proyek ini sudah dijalankan sejak Mei 2019.

Proyek tersebut memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan. Oleh Pemprov Jateng, kebutuhan batu andesit ini diambil dari lahan seluas 145 hektare di Kabupaten Purwrejo, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Wadas.

Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener.

Penambangan akan dilakukan di atas lahan seluas 145 hektare ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek. Penambangan akan dilakukan menggunakan metode blasting atau bahan peledak.

Dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa) yang rencananya berjalan selama 30 bulan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kg, hingga kedalaman 40 meter.

Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik setiap tahunnya.

Walhi menilai, penambangan itu akan menghilangkan bentang alam dan memaksa warga hidup dengan kerusakan ekosistem.

Warga Wadas telah melakukan berbagai perlawanan atas rencana pembangunan bendungan ini mulai dari protes hingga mengajukan gugatan terhadap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Gugatan terhadap Ganjar diajukan warga di PTUN Semarang tahun lalu, namun pada 13 Agustus 2021, gugatan tersebut ditolak. Warga Wadas pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga keluar putusan pada tanggal 29 November 2021 yang menyatakan kasasi juga ditolak.

Penolakan warga pun terus berlanjut hingga aparat melakukan tindakan represi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya