Polemik JHT, Buruh Minta Menaker Dipecat hingga Siap Demo Besar-besaran

Menaker Ida Fauziyah menerbitkan aturan baru Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cair 100 persen saat peserta berusia 56 tahun.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Feb 2022, 11:30 WIB
Buruh dari KSPI melakukan demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4/2021). Buruh menutut pembayaran THR 2021 secara penuh, meminta MK membatalkan Omnibus Law, pemberlakuan UMSK, dan mendesak Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, meminta Presiden Joko Widodo memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Hal ini merupakan buntut aturan baru Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cair 100 persen saat peserta berusia 56 tahun.

Said menilai salah satu menterinya itu kerap mementingkan kelompok usaha dan melupakan pekerja.

“Sebaiknya Presiden Joko Widodo memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.  Saya mencatat, Menaker saat ini kerap mementingkan kelompok pengusaha. Bukan buruh atau pekerja. Terbukti dari berbagai kebijakan yang dikeluarkannya,” kata Said Iqbal, Minggu (13/2/2022).

Dalam waktu dekat, Partai Buruh juga akan ikut melakukan unjuk rasa ke Kantor Kemenaker bersama-sama dengan ribuan buruh untuk mendesak agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 segera direvisi.

Pihaknya mendukung perjuangan serikat buruh yang menolak keberadaan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.

Di mana dalam ketentuan yang baru ini diatur, bahwa JHT hanya bisa dicairkan setelah buruh berusia 56 tahun.  Sebagaimana diketahui, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 menggantikan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang membolehkan peserta mencairkan dana JHT saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Pertanyaannya, apa urgensi dari revisi beleid tersebut? Partai Buruh melihat, tidak ada urgensi apapun terkait dengan terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022,” kata Said, Minggu (13/2/2022).

Menurutnya, PHK masih tinggi, dunia usaha belum bangkit, bahkan salah satu pejabat tinggi WHO memprediksi secara resmi bahwa gelombang Covid-19 berikutnya jauh lebih berbahaya dari varian Omicron. Bahkan diprediksi jauh lebih berbahaya dari varian Delta. Ini akan memukul lagi ekonomi.

“Jika kedepan gelombang PHK akan besar, lantas salah satu sandaran buruh adalah JHT, namun JHT mereka baru bisa diambil pada usia 56 tahun,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


PHK

Presiden KSPI Said Iqbal (kiri) dan Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea saat konferensi pers, Jakarta, Rabu (25/9/2019). Kendati menilai revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan merugikan buruh, serikat pekerja meminta buruh menahan diri dan mengedepankan keutuhan NKRI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Padahal JHT merupakan salah satu pegangan penting ketika buruh mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga ketika ada aturan yang membuat JHT baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun, buruh yang di-PHK akan semakin menderita.

“JHT itu pertahanan terakhir pekerja atau buruh yang mengalami PHK akibat pandemi. Kalau tidak bisa diambil karena harus menunggu usia pensiun, lalu buruh harus makan apa?," Kata Said Iqbal.

Dengan aturan yang baru, lanjut Said Iqbal, buruh akan dirugikan. Sebagai contoh, Ketika ada buruh ter-PHK atau berhenti bekerja di usia 30 tahun. Maka dia harus menunggu selama 26 tahun untuk bisa mengambil uang JHT miliknya.

“Dengan adanya kebijakan ini, Menaker seperti tidak bosan-bosannya 'menindas' dan bertindak tanpa hati,” ujarnya.

Padahal, buruh baru saja dihantam PP 36/2021 tentang pengupahan yang membuat beberapa daerah tidak naik. Bahkan walaupun naik, kecil sekali. Bahkan walaupun naik, besar kenaikannya per hari masih lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya ke toilet umum.

"Kenaikannya per hari di kisaran Rp 1.200. Sedangkan ke toilet saja besarnya Rp 2000," pungkas Said. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya