Liputan6.com, Cirebon - Dinas Koperasi Usaha Kecil, Menengah, Perdagangan dan Perindustrian (DKUKMPP) Kota Cirebon rutin melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) dalam upaya menjaga stabilitas harga dan ketersediaan kebutuhan pokok khususnya minyak goreng.
Kepala DKUKMPP Kota Cirebon, Maharani Dewi, mengatakan, selama ini ketersediaan bahan pokok mencukupi. Namun, dia mengakui sejumlah masyarakat masih ada yang mengeluh sulit mendapatkan minyak goreng di Cirebon.
"Sebenarnya ketersediaan minyak goreng itu ada di mal dan swalayan," ujar dia, Minggu (13/2/2022).
Baca Juga
Advertisement
Maharani menjelaskan, pengelola mal dan swalayan memiliki teknik untuk mengeluarkan stok minyak goreng. Yaitu minyak goreng tidak dijual sekaligus, namun dikeluarkan bertahap. Ini dilakukan untuk menghindari panic buying.
Dia mengakui, regulasi penjualan minyak goreng maksimal 2 liter sudah berjalan. Namun, faktanya tidak sedikit satu orang membawa saudaranya untuk membeli minyak goreng.
"Makannya cepat habis dan banyak dugaan masyarakat beli lebih dari dua liter. Pengelola mal sampai ritel pun tidak tahu kalau misal si A dan B sama-sama beli minyak goreng padahal mereka ibu dan anak atau saudara," ujar dia.
Namun demikian, kata dia, dalam waktu dekat, Pemkota Cirebon akan kembali menggelar operasi pasar minyak goreng. Maharani mengaku sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dan Bulog Cirebon untuk melakukan operasi pasar ini.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Operasi Pasar
Namun mengingat Kota Cirebon masih menerapkan PPKM level 3, pola distribusi akan dilakukan melalui kelurahan atau kecamatan. Ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerumunan.
Maharani mengakui masih ada perbedaan harga minyak goreng di pasar tradisional. Maharani menjelaskan selama ini penjual di pasar tradisional membeli dengan sistem beli putus.
“Mereka beli dari distributor, distributor ambil dari agen. Sistemnya beli putus. Jumlahnya juga tidak banyak, hanya satu hingga dua dus," uja dia.
Maharani mengatakan, pedagang di pasar tradisional membeli dengan harga yang mahal sehingga mereka keberatan menjual sesuai dengan harga ketentuan pemerintah karena tidak tahu bagaimana cara mengklaim subsidinya.
"Ini berbeda dengan pasar swalayan yang memang dikirim dalam jumlah besar dan mudah melakukan koordinasi dengan distributor yang mengirimkan minyak goreng kepada mereka," ujar dia.
Advertisement