Alasan OJK Larang Lembaga Keuangan Fasilitasi Kripto

OJK melarang lembaga dan sektor keuangan yang diawasi OJK memfasilitasi dan melakukan transaksi kripto.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Feb 2022, 18:15 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, melarang lembaga dan sektor keuangan yang diawasi OJK memfasilitasi dan melakukan transaksi kripto. Hal itu disampaikan dalam bincang Espos Indonesia, Minggu (13/2/2022).

“Sektor keuangan tidak boleh memfasilitasi dan melakukan transaksi kripto. OJK melarang, saya berkali-kali bilang,” kata Wimboh.

Wimboh menegaskan, kripto bukan merupakan alat pembayaran yang diizinkan oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, lembaga dan sektor keuangan dilarang memfasilitasi pembayaran menggunakan kripto.

“Pertama, Bank Indo mengatakan (kripto) bukan alat pembayaran. Kedua, sektor keuangan karena ini bukan alat pembayaran maka tidak boleh memfasilitasi, kalau ada orang yang kehilangan kripto ya salah sendiri kita sudah mengingatkan,” ujarnya.

Disamping itu, OJK juga menegaskan agar lembaga maupun sektor keuangan tidak  memasuki area Non Fungible Token (NFT).

“Sektor Keuangan kita prioritas jangan masuk area situ, lembaga dan sektor keuangan gak boleh melakukan itu,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


NFT

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Sebagai informasi, NFT atau Non Fungible Token adalah produk investasi yang masih termasuk ke dalam keluarga kripto. Bedanya, NFT tidak memiliki harga tukar yang sama seperti bitcoin. Namun, untuk bisa melakukan transaksi di NFT, Anda harus memiliki dompet kripto atau crypto wallet.

Lebih lanjut, Wimboh juga menghimbau agar masyarakat tidak tergiur dengan modus kripto yang menawarkan imbal hasil atau nilai keuntungan yang tinggi.

“Jangan tertarik pada janji-janji yang memberi pendapatan yang tidak normal. Artinya ingin cepat-cepat, resikonya pasti besar, termasuk investasi-investasi yang tidak ada underlinenya itu resikonya besar seperti kripto,” pungkas Wimboh. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya