Liputan6.com, Jakarta Influencer Monique Hardjoko makin getol menyuarakan cinta wastra Nusantara atau kain tradisional ke generasi muda. Menurutnya, tiap lembar wastra punya cerita dan makna. Secara umum motifnya tentang peradaban, perjalanan historis Indonesia, dan nasihat leluhur.
Ada pula yang membahas kearifkan lokal hingga cerminan Pancasila. Semua kain tradisional unik. Yang paling menarik bagi Monique Hardjoko, wastra Nusa Tenggara yang secara umum bermakna karakter dan hubungan antarmanusia, maupun manusia dengan alam.
Baca Juga
Advertisement
Berbincang dengan Showbiz Liputan6.com via telepon, Minggu (12/2/2022), Monique Hardjoko mengakui saat ini wastra Nusantara masih berjarak dengan generasi muda. Ini karena minim wawasan dan inspirasi, sehingga kain tradisional identik dengan tua, pakem dan sakral.
Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tren Fesyen
“Padahal selama bukan khusus untuk ritual adat, semua wastra bisa dipakai siapa saja dan dibuat dengan gaya modern mengikuti tren fesyen. Bahkan bisa dikombinasikan untuk sehari-hari. Tantangannya, kreativitas gaya wastra harus terus dipopulerkan,” katanya.
Tahun ini, Monique Hardjoko konsisten menjaga wastra Nusantara dengan cara sederhana seperti memakai tiap hari dengan gaya kekinian, menjadi konten kreator, influencer dan promoter wastra. Ia tetap berkreasi dengan wastra lalu mengunggahnya di medsos.
Advertisement
Bantu Pengrajin
“Lewat komunitas Rasa Wastra, kami terus membantu para pengrajin atau local maker dengan mempromosikan mahakarya wastra Nusantara secara modern,” ujar Monique Hardjoko yang memiliki ratusan batik, tenun, songket, lurik, hingga jumputan dari Aceh hingga Papua.
Ke depan, ia ingin mengoleksi lebih banyak kain dari Sumatra khususnya songket. Di sisi lain, Monique Hardjoko menyimpan sebuah keresahan yakni, masih banyak generasi muda yang menilai harga wastra Nusantara enggak ramah di kantong.
Lebih Pendek
Soal ini, Monique Hardjoko mengulas, harga wastra mahal bahkan terkesan premium karena kelangkaan, umur kain, kompleksitas motif, dan teknik pewarmaan. Banyak wastra dengan harga terjangkau misalnya tenun ATBM dengan warna sintetis, batik cap, lurik dan jumputan.
“Proses pembuatannya lebih pendek namun tetap dibuat dengan tangan. Tips-nya selalu cari tahu dari banyak sumber, adopsi atau beli langsung dari pengrajin. Komunitas Rasa Wastra juga merekomendasikan wastra dengan harga ramah buat anak muda,” ia menambahkan.
Advertisement
Batik Lasem
Monique Hardjoko bersama komunitas Rasa Wastra rajin membagikan informasi seputar kain tradisional lewat kanal YouTube Rasa Wastra Indonesia. Komunitas ini juga punya beragam program seperti Ruang Rasa Kumpul, Belajar, Pamer Kreasi, hingga Kasih.
Monique Hardjoko mengakui, batik masih jadi wastra terpopuler. Ia sendiri mengaku jatuh hati pada batik khususnya Lasem. “Batik Lasem punya motif perpaduan budaya Indonesia dengan Tiongkok, India, Eropa,” Monique Hardjoko mengakhiri.
Baca Juga