Liputan6.com, Jakarta - Munculnya aturan baru Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cair 100 persen saat peserta berusia 56 tahun menuai polemik.
Sejumlah pihak meminta agar Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT itu dicabut.
Baca Juga
Advertisement
Salah satunya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Pihaknya mendukung perjuangan serikat buruh yang menolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
"Pertanyaannya, apa urgensi dari revisi beleid tersebut? Partai Buruh melihat, tidak ada urgensi apapun terkait dengan terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022," ujar Said, Minggu 13 Februari 2022.
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Gorontalo juga bersikap senada. Mereka meminta pemerintah membatalkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022, dan kembali pada Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
"Dalam Permenaker Nomor 19 tahun 2015, manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja, baik karena mengundurkan diri maupun karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)," ucap Ketua PC Aneka Industri FSPMI, Gorontalo Andrika Hasan.
Berikut deretan penolakan terhadap aturan baru Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cair 100 persen saat peserta berusia 56 tahun, dihimpun Liputan6.com:
1. FSPMI Gorontalo
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia FSPMI Provinsi Gorontalo mengecam terbitnya peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam Permenaker Nomor 2 tahun 2022 itu terjadi perubahan persyaratan klaim JHT, yang baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun, 56 tahun.
"Ibu menaker tolong jangan buat pekerja tambah susah, kasihan pekerja di situasi pandemi yang semakin menggila ini," kata Andrika Hasan Ketua PC Aneka Industri FSPMI Gorontalo.
Menurutnya saat ini para pekerja atau buruh itu sudah susah dengan keadaan pandemi, di tambah aturan yang dikeluarkan dan dinilai tidak berpihak pada rakyat.
"JHT itu adalah hak pekerja, karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri, Jadi tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja," ternag Andrika.
Menurutnya, jika JHT yang saat ini dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan itu adalah dana milik nasabah. Bukan milik pemerintah yang semena-mena diatur.
Selain itu kata Andrika, jika komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulan. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah.
"Dimana hati nurani ibu.? saat ini banyak korban PHK dengan berbagai penyebab dan alasan, tentu pekerja berhak mengklaim JHT tersebut," ungkapnya.
Andrika berharap, melalui FSPMI Gorontalo mereka meminta untuk membatalkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022, dan kembali pada Permenaker Nomor 19 tahun 2015.
"Dalam Permenaker Nomor 19 tahun 2015, manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja, baik karena mengundurkan diri maupun karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)," ia menandaskan.
Advertisement
2. KSPI
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, meminta Presiden Joko Widodo memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Hal ini merupakan buntut aturan baru Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cair 100 persen saat peserta berusia 56 tahun.
Said menilai salah satu menterinya itu kerap mementingkan kelompok usaha dan melupakan pekerja.
“Sebaiknya Presiden Joko Widodo memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Saya mencatat, Menaker saat ini kerap mementingkan kelompok pengusaha. Bukan buruh atau pekerja. Terbukti dari berbagai kebijakan yang dikeluarkannya,” kata Said Iqbal, Minggu 13 Februari 2022.
Dalam waktu dekat, Partai Buruh juga akan ikut melakukan unjuk rasa ke Kantor Kemenaker bersama-sama dengan ribuan buruh untuk mendesak agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 segera direvisi.
Pihaknya mendukung perjuangan serikat buruh yang menolak keberadaan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Di mana dalam ketentuan yang baru ini diatur, bahwa JHT hanya bisa dicairkan setelah buruh berusia 56 tahun. Sebagaimana diketahui, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 menggantikan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang membolehkan peserta mencairkan dana JHT saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Pertanyaannya, apa urgensi dari revisi beleid tersebut? Partai Buruh melihat, tidak ada urgensi apapun terkait dengan terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022," kata Said.
Menurutnya, PHK masih tinggi, dunia usaha belum bangkit, bahkan salah satu pejabat tinggi WHO memprediksi secara resmi bahwa gelombang Covid-19 berikutnya jauh lebih berbahaya dari varian Omicron. Bahkan diprediksi jauh lebih berbahaya dari varian Delta. Ini akan memukul lagi ekonomi.
"Jika kedepan gelombang PHK akan besar, lantas salah satu sandaran buruh adalah JHT, namun JHT mereka baru bisa diambil pada usia 56 tahun," terang Said.
Padahal JHT merupakan salah satu pegangan penting ketika buruh mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga ketika ada aturan yang membuat JHT baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun, buruh yang di-PHK akan semakin menderita.
"JHT itu pertahanan terakhir pekerja atau buruh yang mengalami PHK akibat pandemi. Kalau tidak bisa diambil karena harus menunggu usia pensiun, lalu buruh harus makan apa?," Kata Said Iqbal.
Dengan aturan yang baru, lanjut Said Iqbal, buruh akan dirugikan. Sebagai contoh, Ketika ada buruh ter-PHK atau berhenti bekerja di usia 30 tahun. Maka dia harus menunggu selama 26 tahun untuk bisa mengambil uang JHT miliknya.
“Dengan adanya kebijakan ini, Menaker seperti tidak bosan-bosannya 'menindas' dan bertindak tanpa hati,” ujarnya.
Padahal, buruh baru saja dihantam PP 36/2021 tentang pengupahan yang membuat beberapa daerah tidak naik. Bahkan walaupun naik, kecil sekali. Bahkan walaupun naik, besar kenaikannya per hari masih lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya ke toilet umum.
"Kenaikannya per hari di kisaran Rp 1.200. Sedangkan ke toilet saja besarnya Rp 2000," pungkas Said.
3. PPP
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PPP Anas Thahir mengkritisi Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
"Langkah Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah yang mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) memang layak menuai kecaman. Permen tersebut dinilai menyengsarakan pekerja sehingga harus dicabut segera," ujar Anas.
Dia menilai, Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tidak masuk akal, apalagi disebutkan bahwa JHT baru bisa dicairkan saat pekerja berusia 56 tahun. Menurutnya, untuk menghadirkan kesejahteraan masyarakat tidak harus menunggu hari tua.
Anas mengatakan, Permenaker ini justru berdampak buruk terhadap kondisi kehidupan para pekerja Indonesia yang saat ini sedang menghadapi situasi sulit akibat pandemi Covid. Anas melihat, pemerintah hanya mengedepankan pertimbangan aspek yuridis an-sich dalam penyusunan Permen ini.
"Padahal sebelum menerbitkan peraturan seharusnya pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian yang mendalam dan komprehensip, baik dari aspek yuridis, sosiologis, filosofis maupun ekonomis. Dan harus benar-benar melihat kondisi faktual yang dihadapi para pekerja atau buruh," kata dia.
Anas mengatakan, ketahanan ekonomi pekerja atau buruh di Indonesia saat ini sangat rentan dan berada di bawah angka rata-rata, bahkan masih banyak yang gajinya di bawah UMR. Artinya, jika mereka terdampak PHK maka untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan keberlangsungan hidup sehari-hari akan susah.
Anas menegaskan, pemerintah harus jernih melihat situasi saat ini bahwa banyak pekerja Indonesia yang terdampak PHK imbas Covid-19. Dia berkeyakinan pemerintah tidak akan bangkrut hanya karena klaim JHT tinggi.
"Toh itu uang mereka sendiri. Dengan penundaan pembayaran JHT ini kami khawatir jangan-jangan dana JHT masyarakat malah dipakai untuk sesuatu yang di luar kepentingan pekerja," pungkasnya.
Advertisement
4. Gerindra
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah untuk mencabut aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Dia berpandangan, JHT merupakan uang pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja buruh maupun perkantoran ketika sudah tidak bekerja lagi atau di-PHK dan akan memulai dengan profesi barunya.
"Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut karena di masa pandemi Covid-19 ini, tunjangan JHT yang telah dikumpulkan BPJS menjadi sandaran utama bagi para pekerja baik buruh pabrik ataupun perkantoran," kata Muzani dalam keterangannya, Senin (14/2/2022).
Dia mengungkapkan, selama pandemi Covid-19 melanda, banyak orang telah di PHK dan kehilangan pekerjannya. Tak sedikit yang berusaha untuk menjajaki dunia usaha kecil, dan mencoba menggunakan dana JHT untuk memulainya.
"Sehingga dana JHT menjadi penting bagi mereka untuk dicairkan dan digunakan sebaik mungkin untuk bertahan hidup tanpa pekerjaan. Jadi jelas, kebijakan dari Permenaker ini tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi," ungkap pria yang merupakan Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini.
Karena itu, di masa sekarang harusnya pemerintah memberikan keterampilan baru dan semangat baru dari penggunaan modal JHT itu.
"Mestinya orang-orang yang terkena PHK menjadi fokus pemerintah untuk diberdayakan, sehingga menjadi energi baru bagi pertumbuhan kegiatan perekonomian kita," kata Muzani.
"Karena yang disebut pensiun itu bukan hanya faktor usia, tapi pensiun adalah berhentinya orang-orang pekerja dari aktivitas pekerjaannya, maka itu ada istilah pensiun muda dan pensiun tua," sambungnya.
(Elsa Usmiati)