Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menegaskan transaksi dan perdagangan kripto yang terdaftar memiliki jaminan bagi investor sebagaimana regulasi yang ada.
Bappebti sebagai otoritas yang mengawasi kripto berkomitmen untuk memberikan jaminan keamanan perdagangan kripto pada para investor. Maka dari itu, ada kewajiban pedagang aset kripto harus terdaftar.
Pernyataan ini menyikapi beberapa pihak yang melihat keberadaan kripto sebagai investasi berisiko bahkan marak penipuan.
Baca Juga
Advertisement
Misalnya, pernyataan dari Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati yang mengimbau kalangan milenial agar memilih opsi lain dalam berinvestasi.
Anis menyorot karakter fluktuatif dari kripto yang berpotensi merongrong stabilitas keuangan. Apalagi pengguna kripto mengalami lonjakan drastis dalam beberapa tahun belakangan.
Sejalan dengan itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma meluruskan kripto yang disahkan di Indonesia bukan sebagai alat pembayaran, melainkan berperan sebagai komoditi. Sehingga, tidak ada potensi untuk merusak stabilitas keuangan.
"Perlu diluruskan bahwa sesuai Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang bahwa alat pembayaran yang sah di dalam negeri adalah Rupiah, sehingga sistem keuangan nasional tetap menggunakan rupiah. Adapun aset kripto di dalam negeri dikategorikan sebagai komoditi sesuai Undang-Undang No 10 tahun 2011 tentang perdagangan berjangka komoditi,” ujar Tirta dalam keterangan tertulis, seperti dikutip, Senin (14/2/2022).
Tirta juga menuturkan, karena kripto menjadi komoditi untuk investasi, tiap kripto memiliki karakteristik fluktuasi yang berbeda.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Layanan Bank
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengklarifikasi OJK tidak melarang perbankan untuk melayani transaksi keuangan pedagang aset kripto.
"Perbankan tetap melayani transaksi jasa keuangan nasabahnya. Sebagai lembaga intermediasi, bank menghimpun dana dari masyarakat dan memberikan kredit. Pedagang aset kripto atau investor tetap difasilitasi bank untuk kelancaran transaksi keuangannya maupun untuk kebutuhan pendanaan,” ungkapnya.
Klarifikasi itu mengacu pada pernyataan sebelumnya yang dinilai merupakan pelarangan dari OJK kepada perbankan untuk tidak memfasilitasi transaksi kripto.
Menurut Tongam, maksud OJK adalah melarang bank untuk menggunakan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto.
"Larangan ini merupakan amanat UU Perbankan. Dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan diatur jenis usaha bank. Di sana tidak ada diatur kegiatan usaha perdagangan komoditi. Dalam Pasal 10 UU tersebut diatur juga bahwa bank dilarang melakukan kegiatan usaha selain yang diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Bank dilarang misalnya menjadi agen penjual bitcoin, atau menempatkan aset dalam bentuk bitcoin,” jelas Tongam.
Oleh sebab itu, Tongam meminta pernyataan larangan bank memfasilitasi perdagangan aset kripto untuk tidak disalahartikan.
"[Ini bukan berarti] bahwa bank tidak melayani transaksi keuangan pedagang aset kripto,” pungkas Tongam.
Advertisement