Perusahaan Pelayaran Mengeluh, Kontainer Masih Langka

Bagi yang telah memiliki kontrak jangka panjang maka mau tak mau harus menjalankan roda bisnis di tengah biaya pengapalan yang tinggi hingga kelangkaan kontainer.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Feb 2022, 20:17 WIB
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kontainer masih langka di Indonesia. Hal tersebut diungkap oleh pelaku bisnis pelayaran si Sumatera Selatan (Sumsel). Pasokan kontainer yang masih langka ini akibat belum seimbangnya perdagangan internasional dan domestik.

Kepala Samudera Indonesia Cabang Palembang Iwan Simangunsong mengatakan, keadaan ini merupakan imbas dari penurunan SDM dan peralatan karena adanya penerapan lockdown pandemi COVID-19 yang diterapkan sejumlah negara.

“Hingga kini, bisnis pelayaran masih dihadapkan pada dua masalah yakni kelangkaan kontainer dan biaya pengapalan yang tinggi,” kata Iwan dikutip dari Antara, Senin (14/2/2022).

Untuk tetap bertahan, perusahaan pelayaran dipastikan melakukan efisiensi untuk menjaga keberlangsungan arus kas. Bahkan, beberapa perusahaan memilih wait and see menghadapi situasi ini dengan harapan terjadi perbaikan pada 2022.

Namun, bagi yang telah memiliki kontrak jangka panjang maka mau tak mau harus menjalankan roda bisnis di tengah biaya pengapalan yang tinggi hingga kelangkaan kontainer ini.

Biasanya, perusahaan yang bermasalah yakni mereka yang memiliki kontainer sendiri (bukan sewa), yang mana kapal pengangkutnya belum kembali dari negara tujuan ekspor terkait aturan lockdown.

“Ini yang membuat perusahaan harus menyewa kontainer untuk memenuhi kewajibannya ke eksportir, jika tidak akan kena penalti. Banyaknya perusahaan yang mencari kontainer ini yang membuatnya harga sewanya juga naik,” kata dia.

Walau demikian, ia tetap optimistis pada tahun 2022 ini bisnis pelayaran akan mengalami pertumbuhan 10-15 persen karena perusahaannya memiliki kontrak jangka panjang dengan eksportir asal Singapura.

“Kami memiliki kontainer sendiri (bukan sewa), dan aturan relatif tidak menyulitkan karena Singapura tetap membuka pintu perdagangan khususnya untuk produk chrome rubber asal Sumsel,” kata Iwan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Bongkar Muat Peti Kemas

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

General Manager PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 2 Palembang Imam Rahmiyadi mengatakan pandemi berimbas pada kinerja bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Boom Baru Palembang.

Pada 2021, Pelindo Regional II Palembang yang mengelola terminal kontainer Pelabuhan Boom Baru mencatat kinerja bongkar muat peti kemas sebanyak 121.590 TEUs atau menurun dibandingkan 2020 yang mampu merealisasikan 129.408 TEUs.

Sementara pada 2022 ditargetkan mencapai 139,8 TEUS atau mengalami pertumbuhan 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Arus peti kemas pada 2021 jika dibandingkan 2020 memang belum rebound (balik arah), bukan hanya karena pandemi tapi juga kelangkaan kapal dan kontainer. Tapi, tahun 2022 ini diharapkan bisa reborn,” kata Imam.

Pengaruh pandemi juga dirasakan pada arus kapal, yang mana terjadi penurunan pada 2021 dibandingkan 2020 untuk kapal asing yang berlabuh di Pelabuhan Boom Baru.

Pada 2021 hanya 638 unit kapal asing yang berlabuh di Pelabuhan Boom Baru dan 4.706 unit kapal domestik. Sedangkan kapal rakyat berjumlah 127 unit dan kapal negara (tamu) 9 unit.

Sementara pada 2020, untuk kapal luar negeri yang berlabuh di Boom Baru berjumlah 671 unit, kapal dalam negeri 4.268 unit, kapal rakyat 185 unit, dan kapal negara (tamu) 14 unit.

“Ada anomali di tengah pandemi, saat ini kapal domestik yang lebih banyak dibandingkan kapal asing,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya