Menaker Ida Bongkar Sebab Musabab JHT Cair di Usia 56 Tahun

Perubahan program Jaminan Hari Tua tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 2 tahun 2022.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Feb 2022, 21:51 WIB
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah akhirnya membuka sebab musabab perubahan terkait program Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan peserta BPJS Ketenagakerjaan saat menginjak usia 56 tahun. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah akhirnya membuka sebab musabab perubahan terkait program Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan peserta BPJS Ketenagakerjaan saat menginjak usia 56 tahun.

“Sejak awal JHT dipersiapkan untuk kepentingan jangka panjang, karena untuk kepentingan jangka pendek juga ada, pekerja yang mengalami situasi cacat permanen, meninggal dunia atau pindah ke luar negeri semua telah memiliki hak jaminan sosial dengan ketentuan-ketentuan khususnya,” ungkap Menaker dalam keterangannya, Senin (14/2/2022).

Perubahan program Jaminan Hari Tua tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 2 tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua, yang selesai pada 2 Februari 2022.

Aturan ini kemudian diundangkan pada 4 Februari 2022, setelah melalui proses dan waktu yang cukup panjang dalam pembahasannya.

Dikatakan Permenaker ini dikeluarkan setelah mempertimbangkan hasil kajian dan hasil diskusi maupun konsultasi dengan berbagai pihak.

Pihak dimaksud antara lain dewan jaminan sosial nasional, forum lembaga kerjasama tripartit nasional, rapat antar kementerian dan lembaga baik dalam rangka koordinasi maupun harmonisasi peraturan dan lain sebagainya.

Permenaker ini juga mempertimbangkan adanya perkembangan di bidang perlindungan sosial saat ini, yaitu lahirnya program jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP sebagai program jaminan sosial yang khusus untuk menangani resiko PHK, di mana dalam bulan Februari ini bisa dinikmati manfaatnya.

Selain itu, juga ada berbagai macam program bantuan yang bersifat jangka pendek yang dikeluarkan pemerintah untuk membantu meringankan beban masyarakat.

Ini termasuk beban pekerja atau buruh dalam menghadapi kondisi tertentu, seperti bantuan subsidi upah yang telah disalurkan pada 2020 dan 2021, pada saat kita mengalami pandemi covid-19 ini.

Disisi lain, adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut dari hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan menteri Ketenagakerjaan ini juga telah mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Permenaker nomor 2 tahun 2022 ini merupakan amanat dari peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2015 tentang penyelenggaraan program jaminan hari tua, di mana dalam tahun yang sama pada waktu itu PP tersebut sebagai diubah dengan PP nomor 60 tahun 2015, yang kemudian disusul dengan terbitnya Permenaker nomor 19 tahun 2015,” ujarnya.

Lahirnya PP nomor 46 tahun 2015 juga merupakan amanat undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional atau undang-undang SJSN.

Maka, jika dilihat dari sudut pandang hierarki peraturan perundang-undangan, Permenaker ini seharusnya dilihat sebagai satu kesatuan dari semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan hari tua, yaitu mulai dari undang-undangnya dan juga Peraturan Pemerintahnya.

“Kita tentunya menyadari bahwa dalam kehidupan kita ada tahapan yang harus dilalui Meskipun tidak semua orang akan menjalani tahapan yang sama, bahkan resiko kehidupan juga berbeda-beda ada resiko yang terjadi tidak dapat kita duga seperti sakit, kecelakaan kerja ketika bekerja, putus hubungan kerja atau PHK dan bahkan meninggal dunia,” ungkapnya.

Di sisi lain ada resiko yang sudah jelas kita akan lalui, misalnya, pada usia tertentu akan menjadi tua dan tidak produktif lagi.

Bagi yang bekerja pada saatnya akan pensiun. Resiko-resiko sosial inilah yang kemudian perlu dilakukan antisipasi atau persiapan bila pada saat yang benar-benar terjadi sehingga seorang pekerja atau buruh dan keluarganya benar-benar siap dan dapat melanjutkan hidupnya.

Atas dasar inilah undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN mengatur bahwa jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial, untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

“Berdasarkan undang-undang SJSN yang ditetapkan pada tahun 2004 terdapat 5 jenis program jaminan sosial, yaitu program jaminan kesehatan atau JKN, jaminan kecelakaan kerja atau JKK, jaminan hari tuaatau JHT, jaminan pensiun dan jaminan kematian,” pungkasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kata Pengusaha

Banner Infografis Aturan Baru Pencairan Dana JHT di Usia 56 Tahun. (Liputan6.com/Abdillah)

Kalangan pengusaha memandang aturan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 65 tahun sebagai langkah tepat. Ini dipandang sesuai dengan tujuan dari Jaminan Hari Tua untuk menunjang kesejahteraan pekerja.

Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang menilai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sudah tepat. Misalnya dengan pencairan JHT bisa diberikan kepada pekerja berusia 56 tahun atau cacat tetap atau diberikan kepada ahli waris pekerja.

“Sesuai dengan Filosofinya Jaminan Hari Tua yang seyogyanya dapat dinikmati ketika usia produktifnya mulai menurun dan sudah memasuki pensiun sehingga pekerja tersebut memiliki bekal dihari tua atau dapat dijadikan modal usaha,” kata Sarman dalam keteranganya, Senin (14/2/2022).

Ia memandang perubahan ketentuan pencairan JHT ini sangat jelas untuk memastikan atau menjamin kesejahteraan pekerja dan keluarganya disaat memasuki pensiun. Artinya, ini tidak untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek disaaat usia produktif.

Di sisi lain, ia berharap program pemerintah ini seharusnya mendapat dukungan penuh dari kalangan Serikat pekerja atau buruh. Alasannya, ini sebagai bukti bahwa Pemerintah sangat memikirkan kesejahteraan pekerja diusia tuanya.

“Manfaat JHT ini merupakan tabungan yang apabila dicairkan dalam jangka waktu yang lama akan menguntungkan peserta karena dikelola BPJS Ketenagakerjaan dan penjamin program JHT ini adalah Pemerintah. Sehingga tidak perlu ada yang dikawatirkan,program JHT ini dari oleh dan untuk pekerja,” katanya.

Informasi, dalam aturan tersebut, jika pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pemerintah sudah memiliki Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan mendapatkan manfaat dalam bentuk uang tunai selama 6 bulan.

Pada 3 bulan pertama diberikan sebesar 45 persen dari upah maksimal Rp 5 juta dan 3 bulan berikutnya sebesar 25 persen dari upah maksimal Rp 5 juta. Ini juga akan dilengkapi dengan pekerja mendapatkan akses informasi pasar kerja; dan pelatihan kerja.

“Jadi ketika pekerja terkena PHK jangan langsung yang dipikirkan pencairan JHT,anggap itu tabungan jangka Panjang yang akan dinikmati kelak untuk kehidupan yang lebih sejahtera bersama keluarga,” tegasnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya