Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selesai menghitung kerugian negara akibat perkara dugaan korupsi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Tahun 2016-2019 yaitu mencapai Rp176,8 miliar dan US$279.891. Bila dikonversi ke dalam kurs rupiah saat ini setara dengan Rp4.003.554.021. Sehingga apabila di total mencapai kisaran Rp180,812 miliar.
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Kejaksaan Agung telah menerima hasil perhitungan dari BPK tersebut.
Advertisement
"BPK RI telah melaksanakan pemeriksaan dalam rangka perhitungan kerugian negara dalam perkara dimaksud dan menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait," kata Leonard dalam keteranganya, dikutip Selasa (15/2/2022).
Saat ini Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Ketiganya yaitu, mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan pada Perum Perindo WP, dan dua tersangka lainnya pihak swasta yakni Direktur PT Prima Pangan Madani NMB, dan Direktur PT Kemilau Bintang Timur LS.
Kasus ini bermula pada Tahun 2017 Perum Perindo menerbitkan MTN (Medium Term Notes) atau utang jangka menengah untuk mendapatkan dana dengan cara menjual Prospek.
Adapun prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan Dana MTN sebesar Rp200 miliar yang cair pada Bulan Agustus 2017 sebesar Rp100 miliar dengan return 9 persen dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2020.
Lalu, pada Bulan Desember 2017 Rp100 miliar dengan return 9,5 persen dibayar per triwulan dalam jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Desember 2020. Dari situ maka MTN atau hutan jangka menengah diterbitkan di tahun 2017 sebesar Rp200 miliar untuk digunakan sebagian besar dananya buat modal kerja perdagangan.
"Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih dari Rp233 miliar meningkat menjadi kurang lebih Rp603 miliar dan mencapai kurang lebih Rp1 triliun di tahun 2018. Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan," terang Leonard.
Akibat Kontrol yang Lemah
Karena fokus dengan pencapaian yang dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk perdagangan. Sehingga menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet.
Akibat penyimpangan dari metode dalam penunjukan mitra bisnis dalam Perum Perindo sehingga menimbulkan syarat transaksi mitra bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi fiktif yang dilakukan. Kemudian transaksi fiktif tersebut menjadi penunggakan kepada para mitra bisnis untuk pembayaran sebesar Rp149 miliar.
"Kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet," sebut leonard.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka
Advertisement