Konekin: Pemenuhan Hak Informasi bagi Penyandang Disabilitas Belum Optimal

Komunitas disabilitas Koneksi Indonesia Inklusif (Konekin) memberikan pandangannya terkait pers di Indonesia dewasa ini.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Feb 2022, 10:00 WIB
ilustrasi penyandang disabilitas. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Komunitas disabilitas Koneksi Indonesia Inklusif (Konekin) memberikan pandangannya terkait pers di Indonesia dewasa ini.

Dalam unggahan Instagram, komunitas yang didirikan oleh peneliti sosial Marthella Rivera Roidatua mengatakan bahwa pers memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap penyandang disabilitas melalui pemberitaan. Namun, pemenuhan hak informasi bagi penyandang disabilitas belum optimal.

Menurut Konekin, hal ini dibuktikan dengan:

-Stigma negatif terkait disabilitas masih ditemukan

-Kesadaran masyarakat masih rendah

-Akses informasi belum ramah disabilitas

"Padahal pers seharusnya dapat menjadi jembatan terhadap isu ini," mengutip Instagram konekindonesia Selasa (15/2/2022).

Simak Video Berikut Ini


Pemberitaan Ramah Disabilitas

Untuk itu, Konekin menyarankan agar pers di Indonesia dapat mengikuti poin-poin penting dalam pemberitaan ramah disabilitas seperti:

-Penulisan atau penyebutan ragam disabilitas harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016. Jika ragu terkait penyebutan ragam disabilitas, maka bisa bertanya langsung kepada komunitas atau penyandang disabilitas.

-Tempatkan disabilitas sebagai subjek dalam pemberitaan. Dahulukan orangnya, baru disabilitasnya.

-Hindari stigma (labelling) dan stereotip terhadap disabilitas dalam aktivitas jurnalisme.

"Penyandang disabilitas sering kali diberitakan sebagai objek yang dikasihani atau terlalu inspirasional/inspiration porn."


Poin Berikutnya

Poin berikutnya adalah:

-Produk jurnalistik terhadap penyandang disabilitas bersifat inklusif, utuh, dan menyeluruh.

-Menggunakan terminologi yang tepat mengenai penyandang disabilitas. Misalnya, "cacat" jadi "penyandang disabilitas", "orang gila" jadi "ODGJ", "orang normal" jadi "non disabilitas."

-Mengedepankan etika dalam berinteraksi dengan penyandang disabilitas sebagai narasumber. Bicara langsung dengan penyandang disabilitasnya walaupun seorang disabilitas intelektual.

"Jangan pernah berasumsi bahwa kita tidak bisa ngobrol dengan mereka."

-Sediakan akses berita kepada penyandang disabilitas yakni dengan menyediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI), takarir (caption) pada video, pembaca layar (screen reader), dan teknologi lainnya yang dapat membantu akses bagi penyandang disabilitas.

 


Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya