Liputan6.com, Jakarta - Lontong Cap Go Meh biasanya merupakan sajian yang hadir dua pekan setelah hari raya Imlek, tepatnya pada perayaan Cap Go Meh, termasuk pada 2022 ini.
Meskipun namanya menggunakan kosa kata Hokkian, ternyata lontong Cap Go Meh merupakan masakan adaptasi peranakan Tionghoa Indonesia terhadap masakan Indonesia, tepatnya Jawa.
Baca Juga
Advertisement
Melansir Wikipedia, hidangan tersebut terdiri dari lontong yang disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng hati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal, dan kerupuk.
Meski merupakan sajian yang hadir dua pekan setelah hari raya Imlek atau saat Cap Go Meh, namun kini lontong Cap Go Meh juga kerap disajikan kapan saja.
Lantas, bagaimanakah asal mula hadirnya sajian lontong Cap Go Meh yang kerap disajikan 14 hari setelah imlek atau tepatnya hari 15 bulan 1 penanggalan Imlek?
Berikut asal mula hadirnya sajian lontong Cap go Meh dihimpun Liputan6.com:
Asal Mula
Pengaruh masakan suko Tionghoa nampak jelas pada adaptasinya ke dalam masakan Indonesia, misalnya mie goreng, lumpia, bakso, dan siomay. Akan tetapi pengaruh ini juga berlaku dua arah.
Rupanya, peranakan Tionghoa yang telah lama bermukim di Nusantara, sangat dipengaruhi selera masakan Indonesia. Dipercaya, lontong Cap Go Meh adalah adaptasi suku Tionghoa Indonesia terhadap masakan lokal Indonesia.
Para pendatang Tionghoa pertama kali bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, misalnya Semarang, Pekalongan, Lasem, dan Surabaya. Hal ini berlangsung sejak zaman Majapahit.
Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang merantau ke Nusantara, mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal dan melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa.
Untuk merayakan Imlek, saat Cap Go Meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao (bola-bola tepung beras) dengan lontong yang disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng.
Advertisement
Makna Makanan Lontong Cap Go Meh
Dipercaya bahwa hidangan lontong Cap Go Meh melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa.
Dipercaya pula bahwa lontong cap go meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer. Hal tersebut karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit.
Oleh karena itu, ada tabu yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek dan Cap go meh karena dianggap ciong atau membawa sial.
Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur. Telur dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.