Liputan6.com, Jakarta - Penambahan kasus baru COVID-19 di Indonesia pada Selasa, 15 Februari 2022, menyentuh angka 57.049. Angka tersebut telah melampaui puncak gelombang Delta tahun lalu.
Tahun lalu tepatnya pada Kamis, 15 Juli 2021, penambahan kasus saat gelombang Delta ada sebanyak 56.757. Namun apakah dapat dikatakan Indonesia telah menyentuh puncak kasus gelombang Omicron?
Advertisement
Menurut Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman, masih terlalu dini untuk mengklaim hal tersebut.
"Saya memprediksi sejak akhir tahun dan awal tahun ini bahwa masa puncak itu di periode akhir Februari atau awal Maret," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Rabu (16/2/2022).
"Artinya memang kita harus melihat setidaknya satu minggu kurang lebih dari sejak masa paling banyak. Jadi, saat ini terlalu dini, terlalu awal untuk memastikan kalau ini sudah puncaknya," dia menambahkan.
Dicky, menjelaskan, untuk memastikan bahwa suatu daerah telah melewati masa puncak kasus Corona tidaklah mudah. Hal ini disebabkan periode puncak sebenarnya tidaklah tunggal atau tidak terjadi hanya dalam satu hari.
"Tidak mudah karena periode puncak itu tinggal tunggal, tidak satu hari. Ada juga variasi dalam puncak itu dimana tiap daerah memiliki puncak yang berbeda," kata Dicky.
Indonesia belum melewati puncak kasus Omicron
Terkait hal ini, Dicky menyampaikan bahwa dirinya juga belum melihat bahwa Indonesia sudah benar-benar mencapai titik puncak kasus Omicron.
"Saya bisa melihat bahwa ini tidak mudah, perlu kesabaran juga. Ya kita sabar dalam satu minggu kurang lebih, sehingga, oh ini sudah, yang jelas saat ini saya belum melihat kita sudah lewat,"
"Karena juga faktor-faktornya bukan hanya kasus infeksinya, karena kasus infeksi juga tergantung testing," ujar Dicky.
Artinya, masih ada variabel lainnya seperti positivity rate, beban pada fasilitas kesehatan, serta angka kematian yang terjadi.
Dicky juga mengungkapkan bahwa bahkan dari satu provinsi, kabupaten dan kota pun bisa memiliki puncak kasus yang berbeda.
"Ini yang artinya harus dipahami dan bicara puncak nasional satu negara apalagi negara seperti kita itu biasanya akan ditentukan oleh puncak dari daerah yang paling banyak kontribusi kasusnya," kata Dicky.
"Saat ini konteksnya untuk Indonesia, semua provinsi di Jawa berkontribusi besar terutama penduduk seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah. Itu paling berpotensi untuk berkontribusi," tambahnya.
Sehingga, daerah yang berkontribusi sebagai penyumbang kasus terbesar itulah yang juga berkontribusi untuk menciptakan puncak kasus nasional.
Advertisement