Tak Dapat Akses Kredit, 40 Juta Usaha Mikro Jadi Incaran Rentenir

Sebanyak 40 juta pelaku usaha mikro belum bisa mengakses kredit komersial.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Feb 2022, 13:11 WIB
Perajin menyelesaikan pembuatan kerajinan air mancur dari paralon bekas di Abah Matul, Tapos, Depok, Kamis (1/4/2021). Tahun ini, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) atau BLT UMKM kembali disalurkan pada 9,8 juta pelaku usaha dengan besaran RP 1,2 juta per penerima. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 40 juta pelaku usaha mikro belum bisa mengakses kredit komersial. Akibatnya, mereka menjadi korban dari rentenir atau lembaga keuangan informal lainnya.

"Lebih dari 40 juta pelaku usaha mikro belum bisa akses kredit komersial," kata Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan, Hadiyanto dalam Seminar Digitalisasi UMKM Perempuan untuk Mendorong Pemulihan Ekonomi: Harapan dan Tantangan, Jakarta, Kamis (17/2).

Maka dari itu, sejak tahun 2017 pemerintah memberikan alternatif melalui pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang disalurkan melalui koperasi atau lembaga mikro. Tujuannya bisa lebih mendekatkan pelaku usaha mikro dengan sumber pembiayaan yang cepat dan lebih mudah.

Hasilnya, dalam waktu 5 tahun, sudah ada 5,4 juta pelaku usaha yang menerima pembiayaan dari pemerintah melalui BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Adapun nilai pembiayaan yang telah diberikan mencapai Rp 18,08 triliun.

"Pembiayaan UMi telah memberikan kontribusi positif bagi pelaku usaha ultra mikro yang saat ini telah emncapai 5,5 juta pelaku usaha yang sebagian besarnya ini perempuan," kata dia.

Hadiyanto mengatakan pemerintah berkomitmen agar penerima pembiayaan UMi akan terus berkembang dan berkelanjutan. Salah satunya dengan mendorng pelaku usaha untuk memanfaatkan teknologi digital.

Saat ini sudah ada 8,4 juta pelaku usaha yang masuk dalam ekosistem digital. Baik yang bergabung dengan paltform milik pemerintah maupun pihak swasta.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Ekonomi Digital

Penjual sayuran menggunakan transportasi Gerobak Motor Listrik di Srengseng Sawah, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Program gerobak motor listrik ditujukan agar pelaku usaha mikro kecil (UMK) dapat lebih hemat pada sisi operasional bahan bakar serta lebih ramah lingkungan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Melihat tren perkembang tersebut, Hadiyanto optimis tahun 2025 Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.

Nilai transaksinya bisa mencapai Rp 12.086 triliun. Apalagi sejak tahun 2020, PIP telah menggunakan uang elektronik dalam penyaluran pembiayaan kepada para debiturnya.

"Kami dukung inisiatif PIP yang menggunakan uang elektronik sejak 2020. Tahun ini kami harapkan penggunaan uang elektronik ini lebih gencar dan semakin luas," tuturnya.

Dalam survei internal Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan sepanjang tahun 2021 nilai keekonomian debitut UMi mengalami peningkatan 5,6 persen. Dari 49,85 persen pada tahun 2020, naik menjadi 52,64 persen pada tahun 2021.

"Ini capaian dan bukti nyata dari pembiayaan UMi, program ini bisa menberikan dampak yang makin luas," kata dia.

Untuk itu, Hadiyanto meminta PIP untuk bekerja sama dengan BUMN Holding Ultra Mikro untuk memperluas jangkauan pemberian pembiayaan. Mengingat salah satu program kedua lemaga tersebut bisa disinergikan karena memiliki tujuan dan target pasar yang sama.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya