BI: Pembiayaan Korporasi Januari 2022 Turun Dibandingkan Desember 2021

Bank Indonesia (BI) menyampaikan, permintaan pembiayaan korporasi terindikasi masih tinggi pada Januari 2022

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Feb 2022, 13:00 WIB
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) menyampaikan, permintaan pembiayaan korporasi terindikasi masih tinggi pada Januari 2022, meski melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 13,1 persen.

"Ini lebih rendah dari SBT Desember 2021 sebesar 17,4 persen," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono di Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Erwin menyebut, perlambatan permintaan terutama untuk pembiayaan yang bersumber dari dana sendiri dan pembiayaan dari pinjaman atau kredit baru perbankan dalam negeri. Sedangkan, permintaan yang bersumber dari pinjaman/utang dari perusahaan induk terindikasi meningkat.

Kebutuhan pembiayaan baru oleh rumah tangga terpantau masih terbatas pada Januari 2022. Mayoritas rumah tangga memilih Bank Umum sebagai sumber utama penambahan pembiayaan, dengan jenis pembiayaan yang diajukan mayoritas berupa Kredit Multi Guna.

Sementara itu, untuk keseluruhan periode triwulan I 2022, penyaluran kredit baru diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


BI Bakal Kerek Suku Bunga Acuan, tapi Ada Syaratnya

Suasana pemukiman dan gedung pencakar langit diambil dari kawasan Grogol, Jakarta, Rabu (11/11/2020). Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengaku optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan lebih baik pasca pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) berkomitmen mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level rendah, yakni sebesar 3,50 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, kenaikan suku bunga acuan baru terjadi apabila sudah ada tanda-tanda inflasi secara fundamental.

"Suku bunga BI rate 3,5 persen kami akan tetap jaga rendah, sampai dengan tanda-tanda inflasi secara fundamental itu muncul," katanya dalam Seminar on Strategic Issue in G20: Exit Strategy and Scarring Effect di Jakarta, Kamis (17/2).

Perry menyampaikan, keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level rendah ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat.

Ke depan, Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

"Kami tetap berkomitmen mendukung pemulihan ekonomi domestik dan stabilitas Rupiah," tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya