Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan metaverse yang semakin nyata, membuat banyak perusahaan dari dalam maupun luar negeri berlomba-lomba melakukan ekspansi ke sana.
Menanggapi fenomena tersebut, Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, Firman Kurniawan menjelaskan, metaverse akan memiliki perkembangan ekonomi yang tinggi sehingga menarik minat perusahaan untuk masuk ke dunia metaverse.
"Menurut lembaga survei Bloomberg, nilai ekonomi Metaverse pada 2030 bisa sampai USD 800 milar dan akan berkembang mencapai USD 2.500 triliun di 2045,” kata Firman kepada Liputan6.com, Jumat (18/2/2022).
"Jadi, aktivitas dominan masa depan akan terjadi di metaverse, perusahaan yang sejak awal telah masuk, memiliki poin tambahan karena brand-nya telah lebih dulu dikenal di metaverse dan interaksi antara brand dengan konsumen sudah terbentuk,” lanjut Firman.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu Firman menuturkan manfaat dari banyaknya perusahaan masuk ke dunia metaverse adalah sebagai pengguna atau konsumen, bisa mendapatkan pelayanan dari suatu brand secara langsung tanpa pergi ke tempatnya.
“Nantinya semua aktivitas akan lebih banyak di metaverse mulai dari bermain, menonton konser, hingga meeting kantor. Setelah lelah melakukan aktivitas tersebut, kita dalam hal ini bisa pergi ke McDonalds untuk memesan makanan yang nantinya akan dikirimkan ke alamat kita di dunia nyata,” jelas Firman.
Kegiatan itu semua bisa dilakukan dengan teknologi 3D atau Augmented Reality dan benar-benar kita merasakannya, tidak seperti media sosial yang kita gunakan saat ini.
Hal penting menurut Firman yang perlu diperhatikan oleh para perusahaan yang masuk ke dunia metaverse adalah memberikan atau membawa barang yang juga memiliki value di dunia nyata.
"McDonalds misalnya, jika kita di dunia nyata membeli paket nasi atau yang lain, maka itu juga harus tetap di bawa ke dunia metaverse. Jangan sampai nantinya justru McDonalds menjual NFT lukisan di Metaverse,” ujar Firman.
Meskipun hadir dengan berbagai manfaat, kemunculan berbagai perusahaan di dunia metaverse juga dapat membawa dampak negatif, misalnya soal kebocoran data.
"Dampak negatif dari masuknya metaverse adalah soal keamanan data, atau peretasan data pribadi. Dalam hal ini perusahaan bagaimana harus bisa menjaga data konsumen agar tidak bocor. Tentunya agar data tetap aman, harus ada implikasi baru yang dapat menjaga data konsumen," kata Firman.
“Hampir setiap bulannya saat ini kita selalu melihat bahwa ada saja lembaga yang mengalami kebocoran data. Maka dari meskipun teknologi semakin canggih, kemungkinan kebocoran data masih bisa terjadi,” ia menambahkan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Semakin Populer, Apa Itu Metaverse?
Sebelumnya, istilah metaverse semakin populer dan menjadi topik perbincangan hangat di berbagai belahan dunia. Bahkan saat ini metaverse sudah masuk ke berbagai sektor seperti game hingga perbankan.
Lantas, apa sebenarnya Metaverse itu? Mengutip dari kanal Tekno Liputan6.com, metaverse adalah istilah yang secara etimologi berasal dari kata “meta” yang artinya melampaui dan "verse" yang artinya alam semesta. Apabila digabungkan, metaverse adalah secara etimologi melampaui alam semesta.
Istilah metaverse semakin populer setelah Facebook melakukan rebranding menjadi Meta Platforms Inc, atau disingkat Meta. Dengan rebranding yang dilakukan Facebook, mereka juga menjelaskan ke depan, akan hadir dengan ide-ide futuristik dengan membawa tema metaverse.
Metaverse adalah istilah yang menggambarkan dunia maya dengan konsep 3D. Melansir dari New York Times, Kamis, 10 Februari 2022, istilah metaverse adalah realitas virtual dan kehidupan kedua digital. Dalam dunia metaverse adalah membuat pengguna akan menghabiskan uang di sana seperti pakaian, dan benda-benda untuk avatarnya (gambar diri tiga dimensi).
Adapun pengamat telekomunikasi, Heru Sutadi menjelaskan bahwa metaverse adalah sebuah konsep dasar yang mirip selama ini sebut sebagai dunia maya dan dunia virtual.
Namun, dalam metaverse akan ada perkembangan lebih jauh lagi yang memungkinkan kita dapat menghabiskan waktu di dunia yang tidak nyata.
"Misalnya saat ini kita melakukan pembelajaran secara virtual atau bekerja, itu hampir mirip konsepnya seperti metaverse, namun kita masih berada di tengah-tengah yaitu dunia nyata dan virtual,” kata Heru Sutadi kepada Liputan6.com, ditulis Kamis, 10 Februari 2022.
"Nantinya, dengan metaverse kemungkinan kita bisa merasakan belajar atau bekerja secara online benar-benar dalam dunia virtual dengan menggunakan avatar-avatar,” lanjut Heru.
Heru menuturkan, nantinya dengan metaverse memungkinkan kita bisa pergi ke mana saja tanpa ada batasan di dunia virtual, bahkan mungkin beberapa bangunan yang ada di dunia virtual tersebut bisa miliki.
Advertisement