Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia (Wolrd Bank) mengungkapkan telah mengelurkan dana sebesar USD 157 miliar atau setara Rp 2.253 triliun untuk menangani pandemi Covid-19.
Hal itu diungkapkan oleh Presiden Bank Dunia David Malpass, dalam acara virtual High Level Seminar on Strengthening Global Health Architecture pada Kamis (17/2/2022).
Advertisement
"(Dana) tanggapan Grup Bank Dunia senilai USD 157 miliar terhadap Covid-19 belum pernah terjadi sebelumnya. Itu adalah pertumbuhan tercepat dan terbesar dalam sejarah kami," kata David Malpass, dikutip Jumat (18/2/2022).
"(Dana) ini membantu negara-negara mengevaluasi kesenjangan kapasitas kesehatan mereka, membiayai sistem kesehatan, mengamankan vaksin, dan menyediakan vaksinasi bagi negara-negara miskin,"tuturnya.
Malpass juga mengatakan, bahwa pembiayaan dari Bank Dunia hingga pekan lalu telah membantu 67 negara untuk pembelian lebih dari setengah miliar dosis vaksin dan memperkuat sistem kesehatan.
"Kesiapsiagaan dan pembangunan untuk masa depan adalah inti dari misi Bank Dunia melalui proyek-proyek kesehatan yang komprehensif," jelas dia.
Ditambahkannya, Bank Dunia bekerja untuk memperkuat sistem kesehatan di lebih dari 100 negara dengan portofolio aktif senilai USD 30 miliar.
Perluasan Produksi Vaksin Covid-19 di Afrika
Presiden Bank Dunia David Malpass melanjutkan, IFC juga turut aktif membantu memperluas produksi vaksin pasar negara berkembang, terutama di Afrika, dan menyediakan peralatan dan pasokan yang sangat dibutuhkan melalui Global Health Platform senilai USD 4 miliar.
Selain itu, Bank Dunia juga telah bekerja erat dengan mitra dalam negeri, internasional dan regional selama pandemi Covid-19.
Mitra-mitra ini di antaranya UNICEF, WHO, Gavi, COVAX, Uni Afrika dan AVAT, dan PAHO, beber Malpass.
"Di Afrika, kami telah bekerja dengan negara-negara dan kelompok serta lembaga regional untuk memperkuat pengawasan penyakit, sistem peringatan dini, kapasitas pengujian laboratorium, dan sumber daya manusia," lanjut dia.
"Kami juga mendukung CDC Afrika, yang dibentuk setelah terjadinya Krisis Ebola," katanya.
Advertisement