Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19, tren kasus COVID-19 dunia menurun sekitar 60 persen dari puncak gelombang terakhir. Sementara itu, kasus COVID-19 di Indonesia justru terus naik hampir 200 kali lipat dari titik terendahnya.
Melihat situasi tersebut, Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito menekankan, Indonesia mengalami kenaikan kasus tatkala negara-negara di dunia sudah menurun atau melewati puncak kasus.
Baca Juga
Advertisement
"Sepanjang pandemi, Indonesia selalu mengalami kenaikan saat kasus dunia sudah melewati puncaknya. Hal ini, salah satunya karena Indonesia menerapkan berkaitan kebijakan karantina, entry dan exit test pelaku perjalanan internasional yang ketat," jelas Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Kamis, 17 Februari 2022.
"Bahkan kebijakan yang dilakukan sejak terjadi lonjakan kasus COVID-19, sehingga Indonesia berhasil menunda importasi kasus lebih lama dibanding negara lainnya."
Tak hanya Indonesia yang mengalami kenaikan kasus COVID-19. Di benua Asia, sebagian besar tren kasus masih naik, yakni Singapura, Malaysia, Thailand, dan Hongkong. Ada beberapa negara lain menunjukkan tren penurunan kasus, di antaranya Jepang dan Filipina.
Patuhi Protokol Kesehatan dengan Kesadaran Tinggi
Dalam skala benua, negara-negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, serta Australia telah mengalami penurunan dari puncak kasus dan konsisten menurun kasusnya, terlepas dari apapun kebijakannya. Misal, di Amerika Serikat, ada kebijakan wajib masker dan larangan berkumpul lebih dari 10 orang.
"Namun, kebijakan ini tidak terlaksana dengan baik, melihat dari banyaknya aksi demonstrasi dan penolakan masyarakat, khususnya terkait asas kebebasan," Wiku Adisasmito menambahkan.
Dari contoh kasus di atas, Wiku mengingatkan, pentingnya protokol kesehatan demi menekan laju kasus COVID-19. Pemerintah telah melakukan upaya berlapis yang dirancang semata-mata untuk melindungi rakyat.
"Masyarakat harus melaksanakan kebijakan protokol kesehatan dengan kesadaran tinggi. Kebebasan yang melekat pada setiap orang, tidak menjadikannya bebas menempatkan orang lain pada situasi yang berisiko hingga mengakibatkan gejala berkepanjangan bahkan menghilangkan nyawa," pungkasnya.
"Kebebasan juga tidak berarti kita bebas mengacuhkan keselamatan bersama. Ingat, pembatasan aktivitas yang harus diterapkan ketika kasus melonjak tidak hanya merugikan kita sebagai individu, namun juga menimbulkan penurunan ekonomi negara yang tidak sedikit jumlahnya."
Advertisement