Negara di Afrika Dibanjiri Limbah COVID-19 yang Menumpuk

Menurut sebuah penelitian di Ghana, sekitar 353 juta masker sekali pakai dibuang setiap hari di Afrika sub-Sahara.

Oleh DW.com diperbarui 19 Feb 2022, 07:03 WIB
Warga mendapatkan suntikan COVID-19 di Lawley, Afrika Selatan, Jumat (3/12/2021). Afrika Selatan telah mempercepat kampanye vaksinasinya seminggu setelah ditemukannya varian omicron dari virus corona. (AP Photo/Jerome Delay)

, Cape Town - Negara-negara Afrika sudah dibanjiri sampah sebelum pandemi virus corona melanda. Namun, limbah terkait COVID-19 memperburuk situasi saat ini.

Masker bekas dapat ditemukan dengan mudah di mana-mana di planet ini. Mengotori jalan, tersangkut di pohon, menyumbat saluran air, mencemari perairan, dan lautan. Masker bedah berwarna biru muda memang berperan penting menahan laju penularan COVID-19 selama pandemi. Namun, saat ini masker dan limbah medis COVID-19 lainnya telah menjadi masalah baru.

Afrika sub-Sahara mungkin lebih banyak mengalami kekurangan vaksin virus corona dan peralatan pelindung dibanding wilayah lain, tetapi kondisi tersebut tidak menyelamatkan banyak negara Afrika dari dampak krisis sampah baru-baru ini, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Sabtu (19/2/2022).

Menurut sebuah penelitian di Ghana, sekitar 353 juta masker sekali pakai dibuang setiap hari di Afrika sub-Sahara. Masker dan limbah medis lainnya seperti sarung tangan dan baju pelindung juga telah mengubah jumlah dan komposisi limbah di benua itu.

Saat pengusaha pembuangan limbah Catherine Wanjoya berjalan melewati ibu kota Kenya, Nairobi, dia hampir tidak bisa menahan amarahnya pada jumlah masker yang dibuang di jalan. Bisnisnya, Genesis Care, sebelumnya fokus pada pembuangan produk sanitasi, tetapi pada awal pandemi, Wanjoya mengerjakan ulang insinerator untuk membakar limbah peralatan pelindung seperti masker dan sarung tangan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Risiko Lingkungan dan Kesehatan

Warga menunggu untuk menjalani vaksinasi COVID-19 di Lawley, Afrika Selatan, Jumat (3/12/2021). Afrika Selatan telah mempercepat kampanye vaksinasinya seminggu setelah ditemukannya varian omicron dari virus corona. (AP Photo/Jerome Delay)

Selain menimbulkan ancaman lingkungan, masker yang dibuang juga merupakan ancaman kesehatan potensial, kata Wanjoya, lantaran muncul beberapa kasus masker sekali pakai yang dibuang telah dikumpulkan, dibersihkan, dan dijual kembali.

Bukan hanya masker yang dibuang sembarangan, kata Wanjoya, tapi segala macam sampah medis.

"Jika Anda pergi ke tempat pembuangan sampah terbuka, Anda akan menemukan jarum, obat-obatan, dan perban bekas. Orang-orang mengais sampah tersebut untuk mendapatkan produk yang berguna, yang bisa dijual lagi,” ujarnya.

"Jadi Anda melihat orang-orang seperti itu juga terinfeksi oleh limbah medis yang dibuang ke tempat pembuangan sampah terbuka."

Negara-negara berpenghasilan rendah, 23 di antaranya berada di Afrika, membuang 90% limbah mereka di tempat pembuangan yang tidak diatur, di ladang atau melalui pembakaran terbuka, menurut angka terbaru oleh Bank Dunia.

Kondisi ini tercipta karena banyak kota di Afrika, seperti Nairobi tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang berfungsi, kata aktivis lingkungan Lillian Mulupi dari partai politik Kenya, United Green Movement.

"Di banyak kabupaten (Nairobi) tidak ada truk atau tempat sampah yang cukup, di beberapa daerah sampah bisa menumpuk selama lebih dari tiga hari tanpa diambil," kata Mulupi kepada DW.

 


Sampah Sisa COVID-19

Warga yang baru saja menerima vaksin COVID-19 menunggu kartu vaksin mereka diproses di pusat multiguna Orange Farm, Afrika Selatan, Jumat (3/12/2021). Afrika Selatan telah mempercepat kampanye vaksinasinya seminggu setelah ditemukannya varian omicron dari virus corona. (AP Photo/Jerome Delay)

Jumlah limbah kesehatan terkait pandemi COVID-19 sangat besar. Menurut laporan WHO, PBB sendiri mendistribusikan sekitar 87.000 ton pakaian pelindung medis, 2.600 ton limbah tidak menular, dan 731.000 liter limbah kimia ke negara-negara kurang berkembang antara Maret 2020 dan November 2021.

Miliaran vaksinasi COVID-19 yang diberikan di seluruh dunia bertanggung jawab atas 144.000 ton limbah lainnya, meliputi jarum suntik dan wadah pengumpul. Namun, skala sebenarnya kemungkinan akan jauh lebih tinggi, laporan WHO mengakui.

Sebanyak 60% fasilitas perawatan kesehatan di negara-negara kurang berkembang tidak "dilengkapi peralatan untuk menangani beban limbah yang ada, apalagi beban COVID-19 tambahan," menurut laporan tersebut.

Landry Kabego, spesialis WHO untuk pencegahan dan pengendalian infeksi, mengatakan kepada DW bahwa membuang limbah medis dengan benar adalah bagian penting dari memerangi virus corona.

"Ketika suatu negara menghadapi pandemi seperti ini, mereka perlu menerapkan semua tindakan yang memungkinkan untuk memutuskan rantai penularan penyakit. Pengelolaan limbah adalah salah satunya," kata Kabego.


Infografis Nasib Dunia Usaha Diterpa Corona

Infografis Nasib Dunia Usaha Diterpa Corona (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya