Liputan6.com, Jakarta Di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia, neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar USD 0,93 miliar pada Januari 2022. Surplus tersebut ditopang surplus nonmigas USD 2,26 miliar dan defisit migas USD 1,33 miliar.
“Di awal tahun ini, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan sebesar USD 0,93 miliar. Surplus perdagangan pada Januari ini melanjutkan tren surplus yang terjadi sejak Mei 2020,” jelas Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Jumat (18/2/2022).
Advertisement
Berdasarkan kontributornya, surplus perdagangan terbesar Januari 2022 berasal dari neraca perdagangan dengan Amerika Serikat (USD 1,69 miliar), Filipina (USD 0,54 miliar), dan Belanda (USD 0,36 miliar). Sementara, defisit perdagangan berasal dari Tiongkok (USD 2,16 miliar), Thailand (USD 0,40 miliar), dan Singapura (USD 0,36 miliar).
Kinerja Ekspor Beberapa Produk Nonmigas Naik Signifikan di Awal 2022 Nilai ekspor Indonesia pada Januari 2022 tercatat sebesar USD 19,16 miliar, turun 14,29 persen dibandingkan dengan Desember 2021 (MoM). Penurunan ini dipicu oleh menurunnya ekspor migas 17,59 persen dari USD 1,09 miliar menjadi USD 0,90 miliar. Demikian juga ekspor nonmigas yang turun 14,12 persen dari USD 21,27 miliar menjadi USD 18,26 miliar.
“Penurunan ini merupakan pola situasional ekspor Januari yang cenderung selalu lebih rendah dibanding Desember. Hal ini mengikuti pola musiman holiday blues, di mana pada tiga bulan pertama setiap tahunnya ada restocking dan pelambatan,” ungkap Mendag.
Meski demikian, Mendag menegaskan, ekspor di Januari 2022 mengalami peningkatan 25,31 persen dibandingkan dengan ekspor bulan Januari tahun lalu (YoY), yang dipicu oleh naiknya ekspor migas sebesar 1,96 persen dan ekspor nonmigas sebesar 26,74 persen.
“Kinerja ekspor Januari 2022 merupakan nilai ekspor awal tahun yang tertinggi selama ini. Hal ini merupakan pencapaian awal tahun yang menggembirakan bagi kinerja ekspor di bulan-bulan berikutnya,” imbuh Mendag.
Struktur ekspor nonmigas Indonesia periode Januari 2022 didominasi ekspor sektor industri pengolahan dengan kontribusi mencapai 82,00 persen dari total ekspor Indonesia, disusul sektor pertambangan sebesar 11,32 persen; sektor migas 4,70 persen; dan sektor produk pertanian sebesar 1,97 persen. Pertumbuhan ekspor periode Januari 2022 dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya (YoY) didorong oleh peningkatan ekspor dari seluruh sektor.
Ekspor sektor industri pengolahan menjadi sektor yang mengalami peningkatan tertinggi sebesar 31,16 persen, diikuti sektor pertanian sebesar 11,55 persen; sektor pertambangan sebesar 3,85 persen; dan sektor migas naik 1,96 persen.
Produk Ekspor
Sementara, beberapa produk ekspor nonmigas yang mengalami peningkatan yang signifikan dibanding Januari 2021 (YoY), yakni bijih, terak dan abu logam (HS 26) naik 195,05 persen; nikel dan barang daripadanya (HS 75) naik 141,42 persen; bahan kimia anorganik (HS 28) naik 140,21 persen; besi dan baja (HS 72) naik 124,94 persen; dan bahan kimia organik (HS 29) naik 99,86 persen.
Mendag menjelaskan, kenaikan ekspor nonmigas ini tidak terlepas dari adanya pemulihan kondisi bisnis di dalam negeri karena situasi Covid-19 yang terkontrol dan sejalan dengan perbaikan indikator aktivitas manufaktur Purchasing Managers Index (PMI) Januari 2022 yang berada di posisi 53,7 indeks poin, lebih besar dari PMI Januari 2021 yang tercatat sebesar 52,2.
“Peningkatan ekspor nonmigas tersebut memberikan sinyal positif dan optimisme pada pemulihan pertumbuhan perekonomian Indonesia di tahun ini,” ujar Mendag.
Ditinjau dari segi pasar ekspor, Tiongkok, AS, dan Jepang masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia di Januari 2022 dengan total nilai ekspor sebesar USD 7,58 miliar dan berkontribusi sebesar 41,58 persen dari total ekspor nonmigas nasional. Sedangkan, ekspor nonmigas Indonesia ke beberapa pasar utama pada Januari 2022 yang mengalami peningkatan signifikan, antara lain ke Swiss tercatat naik 364,10 persen; Turki naik 139,40 persen; Italia naik 105,60 persen; Taiwan naik 91,66 persen; dan Belgia naik 81,72 persen (YoY).
Selain itu, ekspor non migas Indonesia ke kawasan emerging markets dan developing economies juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada Januari 2022, ekspor ke kawasan Afrika lainnya naik sebesar 944,38 persen; Amerika Tengah naik 218,77 persen; dan Eropa Selatan naik 104,71 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar emerging markets dan developing economies merupakan pasar yang menjanjikan bagi pemasaran produk-produk ekspor Indonesia.
Advertisement
Impor Naik
Di sisi lain, impor Indonesia di Januari lalu mengalami kenaikan. Nilai impor Januari 2022 naik 36,77 persen dibanding Januari 2021 menjadi USD 18,23 miliar. Peningkatan kinerja impor tersebut dipicu oleh naiknya impor migas 43,66 persen dan nonmigas 35,86 persen. Ditinjau dari golongan penggunaan barang (BEC), kenaikan impor Indonesia pada Januari lalu terjadi pada seluruh golongan penggunaan barang.
Kenaikan impor tertinggi terjadi pada impor barang modal yang naik 41,94 persen (YoY). Kemudian, diikuti peningkatan impor bahan baku/penolong sebesar 39,57 persen dan barang konsumsi 10,24 persen.
“Kenaikan impor seluruh golongan barang ini menunjukkan tren pemulihan, baik dari sisi daya beli masyarakat maupun kegiatan industri domestik seiring dengan kasus Covid-19 yang mulai menurun, semakin meluasnya program vaksinasi, dan pembatasan aktivitas yang dapat mulai dilonggarkan,” ujar Mendag.
Kenaikan impor nonmigas terbesar periode Januari 2022 berasal dari impor kapas (HS 52) yang naik sebesar 103,37 persen; besi baja (HS 72) naik 91,12 persen; bahan kimia anorganik (HS 28) naik 75,53 persen; filamen buatan (HS 54) naik 71,80 persen; serta pupuk (HS 31) naik 66,05 persen.
Adapun berdasarkan negara asalnya, impor nonmigas Indonesia dengan kenaikan tertinggi pada Januari 2022, antara lain impor yang berasal dari Austria yang naik sebesar 138,09 persen; Argentina naik 125,49 persen; India naik 79,14 persen; Spanyol naik 73,90 persen, dan Thailand naik 70,51 persen (YoY).
Sementara, impor dari Italia turun sebesar 24,60 persen dan Belanda turun sebesar 3,60 persen.