Mengenal Rajah dan Penyakit Mistis di Aceh

Halo pembaca, kali ini mari kita mendalami sedikit tentang rajah yang berkembang di dalam masyarakat, khususnya di Aceh. Yuk, simak ulasannya:

oleh Rino Abonita diperbarui 19 Feb 2022, 15:00 WIB
Ilustrasi boneka voodoo, sihir, dukun. (Photo by Desertrose7 on Pixabay)

Liputan6.com, Aceh - Nusantara lekat dengan ragam praktik magis, salah satunya ialah rajah. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, rajah dijelaskan ke dalam beberapa pengertian, yang pada dasarnya mengarah kepada satu tujuan, yaitu digunakan sebagai azimat untuk menolak penyakit dan sebagainya.

Dalam Seri Informasi Budaya berjudul "Rajah" Salah Satu Pengobatan Tradisional Ureueng Aceh terbitan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh 2010, rajah diartikan sebagai mantra/doa atau simbol-simbol seperti tato pada masyarakat suku Maya dan Anca di Amerika.

Selain dalam bentuk visual, rajah juga diucapkan secara lisan. Kendati cukup banyak tersebar di tengah masyarakat, rajah biasanya dipelajari secara turun-temurun alias diwariskan kepada keluarga atau orang dekat, kendati juga bisa dipelajari melalui guru.

Di sebagian kalangan masyarakat Aceh, orang yang merajah biasanya disebut ureung meurajah. Pengobatan dengan teknik rajah dibagi berdasarkan tipe dari ahli rajah.

Karena bertujuan untuk hal yang tidak biasa maka diperlukan syarat tertentu untuk bisa merajah. Di Aceh dikenal yang namanya penutoh, semacam diploma yang menyatakan seseorang layak atau tidak.

Penutoh didapat dari orang yang menjadi tempat mereka berguru. Setiap tingkat ilmu yang diamalkan ditempuh melalui semadi (kaluet) di gunung atau di tempat-tempat yang telah ditentukan oleh sang guru serta menjalani amalan tertentu.

Simak video pilihan berikut ini:


Harus dapat Penutoh

Ilustrasi hantu. | via: Liputan6.com

Rajah cenderung digunakan untuk mengobati seseorang yang terkena serangan magis, seperti teluh, guna-guna, santet, dan sejenisnya. Sebagian masyarakat di Aceh menyebutnya peunyaket dônya (penyakit dunia).

Sebaliknya, terdapat juga rajah yang digunakan sebagai penangkal atau pelindung dari gangguan jin atau diyakini sebagai roh. Rajah jenis ini diaplikasikan dalam bentuk mantra sampai jimat yang harus dibawa oleh penggunanya kecuali ke tempat-tempat tertentu yang diharamkan.

Pada praktiknya, merajah mempunyai corak berupa praktik merapal doa ataupun mantra tertentu menurut jenis penyakit yang diderita dengan menggunakan kekuatan magis atau ilmu gaib yang diperoleh dari bermacam sumber. Salah satu sumber yang sering digunakan sebagai doa rajah ialah ayat Al-Qur'an.

Sebagian masyarakat di Aceh meyakini bahwa ada orang yang bisa memanggil spirit, yang selama ini menjaga dirinya (khadam). Orang yang bisa memanggil roh penjaga itu dikenal dengan sebutan pari.

Bahkan, ada pula kepercayaan bahwa di dunia ini terdapat orang yang diwarisi kelebihan dari pendahulunya. Orang ini diyakini dapat menyembuhkan (merajah) orang lain.

Untuk menunjang tingkat keberhasilannya, merajah minimal memenuhi tiga kelengkapan, meliputi ahli rajah, alat atau instumen pembantu, dan doa atau mantra.

Instrumen pembantu yang sering digunakan antara lain, jeruk purut (boh kruet). Kegunaan jeruk purut ini biasanya untuk menerawang (menduga-duga) penyakit yang dialamai seseorang.

Instrumen pembantu lainnya ialah kemenyan, yang dibagi atas kemenyan putih dan hitam. Kemenyan putih digunakan sebagai alat penangkal sedangkan yang hitam digunakan untuk tujuan buruk atau destruktif.

Untuk kedua keperluan tersebut kemenyan dibakar di atas pedupaan yang aktivitasnya disebut dengan thöt keumunyan. Asap kemenyan inilah yang diyakini menyalurkan semua tujuan yang ingin dicapai.


Jenis Penyakit yang Dirajah

Ilustrasi penampakan hantu. (Sumber Wikimedia/William Neuheisel via Creative Commons)

Dalam Seri Informasi Budaya berjudul "Rajah" Salah Satu Pengobatan Tradisional Ureueng Aceh terbitan BPSNT Banda Aceh 2010, terdapat beberapa penyakit yang upaya penyembuhannya bisa melalui rajah. Antara lain, sijundai, seureubok, burong, teukeunong, reuhat, dan teumeungu.

Sijundai terkenal di daerah pesisir barat dan selatan Aceh pada zaman dulu. Sijundai dikirim oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, atau sebaliknya (karena sakit hati sebab cinta ditolak), yang bisa menyebabkan korban gila.

Seureubok (serbuk) berupa ramuan berbahaya yang bertujuan untuk mencelakai orang lain. Burong merupakan penyakit yang disebabkan oleh jin dengan cara hinggap di tubuh korban (meurampot).

Teukeunong (terkena mantra kiriman orang) pada dasarnya hampir sama dengan meurampot, namun penyakit yang ditimbulkan lebih terlihat wajar. Reuhat merupakan jenis penyakit berupa rasa gatal yang sangat menyiksa mulai dari kulit hingga ke dalam daging yang bisa menyebabkan luka parah.

Adapun teumeugu, merupakan sejenis penyakit disebabkan oleh setan yang dipercaya berasal dari roh orang yang mati mengenaskan. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya