Pekerja Belum Setuju, Kenapa Pemerintah Tetap Keluarkan Permenaker JHT?

Menurut Mirah, Permenaker Nomor 2 tahun 2022 sudah pernah dibawa dalam pertemuan tripartit dengan pemerintah dan buruh. Tapi, dalam tingkat badan pekerja, Permenaker tersebut belum disetujui.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Feb 2022, 14:02 WIB
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (16/2/2022). Buruh menuntut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur JHT baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun segera dicabut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Permenaker Nomor 2 tahun 2022 soal aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) telah dikeluarkan pemerintah. Namun, Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia, Mirah Sumirat, membeberkan bahwa Permenaker itu belum disetujui dalam pertemuan buruh.

Menurut Mirah, Permenaker Nomor 2 tahun 2022 sudah pernah dibawa dalam pertemuan tripartit dengan pemerintah dan buruh. Tapi, dalam tingkat badan pekerja, Permenaker tersebut belum disetujui.

"Jadi kalau di LKS tripartit nasional itu ada yang namanya badan pekerja. Jadi proses-proses ini baru di level badan pekerja. Kalau yang sahnya itu di rapat pleno. Nah, di rapat pleno itu diputuskan setuju atau tidak setuju," kata Mirah dalam diskusi daring, Sabtu (19/2/2022).

Mirah menerangkan, dalam proses yang sesuai dengan badan pekerja, semestinya pemerintah dalam hal ini Menaker Ida Fauziyah tidak boleh mengeluarkan regulasi atau peraturan terkait pekerja. Dalam proses di sana, pekerja sudah diajak bicara dan tidak setuju Permenaker terkait pencairan JHT untuk diplenokan.

"Tetapi ketika masih proses di badan pekerja, artinya pemerintah tidak boleh mengeluarkan regulasi atau peraturan-peraturan yang terkait dengan pekerja. Itu pertama. Ini clear, mereka sudah diajak bicara namun mereka tidak setuju dan belum diplenokan," ujar Mirah.

Pertemuan tersebut berlangsung pada akhir November 2021. Dan Mirah menegaskan, kebijakan soal aturan JHT itu belum dapat dikeluarkan, karena belum ada keputusan final tentang hal tersebut. "Belum secara final itu diputuskan. Masih on proses," ujarnya.

Kalangan pekerja sendiri telah menolak Permenaker Nomor 2 tahun 2022, karena menganggap JHT ini adalah hak pekerja. Jadi, pemerintah tidak boleh menahan-nahan dana yang menjadi milik pekerja.


Aspirasi Berbagai Stakeholder

Menaker Ida Fauziyah (Istimewa)

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menegaskan bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dibentuk atas dasar rekomendasi dan aspirasi berbagai stakeholder yang mendorong pemerintah menetapkan kebijakan yang mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.

Menurut Menaker, rekomendasi tersebut antara lain berdasarkan rapat dengar pendapat Kemnaker dengan Komisi IX DPR RI pada 28 September 2021. Raker tersebut dihadiri oleh perwakilan institusi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Direksi BPJS Ketenagakerjaan, Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dan Pengurus Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

"Dalam rapat tersebut, Komisi IX mendesak Kemnaker untuk meningkatkan manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja informal serta mengharmonisasikan regulasi jaminan sosial terutama regulasi antara klaim program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Program Jaminan Pensiun (JP)," ucap Menaker saat menjadi narasumber pada program Satu Meja Kompas TV pada Rabu (16/2/2022).


Program JHT Jangka Panjang

Menaker juga mengatakan bahwa Permenaker 2/2022 merupakan hasil pokok-pokok pikiran Badan Pekerja Lembaga Tripartit Nasional pada 18 November 2021, dengan agenda pembahasan mengenai perubahan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

"Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari forum itu adalah mengembalikan filosofi penyelenggaraan Program JHT sebagai program jangka panjang untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat yang bersangkutan tidak produktif lagi, yaitu ketika memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia," katanya.

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya