Pengamat: Dana JHT Hak Pekerja, Negara Tak Boleh Menahan

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah mengatakan negara tidak boleh menahan dana masyarakat yang disimpan dalam bentuk Jaminan Hari Tua (JHT).

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Feb 2022, 17:00 WIB
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (16/2/2022). Buruh menuntut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur JHT baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun segera dicabut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah mengatakan negara tidak boleh menahan dana masyarakat yang disimpan dalam bentuk Jaminan Hari Tua (JHT). Sebab, JHT merupakan hak para pekerja dan buruh setelah dia bekerja bertahun-tahun.

"JHT ini kn hak buruh, negara tidak boleh mengatur dan menahan," kata Trubus dalam diskusi bertajuk Quo Vadis JHT, Jakarta, Sabtu (19/2/2022).

Memang kata Trubus niat pemerintah baik. Penundaan pencairan JHT bertujuan untuk menjamin kehidupan masa tua seseorang. Ini juga sebagai bentuk kedsiplinan karena bila tidak diatur, khawatir tujuan adanya JHT tidak tercapai.

Namun seseorang pekerja yang menarik dana JHT 100 persen sebelum usia 56 tahun pasti memiliki tujuan. Baik itu untuk di jadikan modal usah atau kebutuhan lain seprti menyambung hidup. Mengingat saat ini banyak pegawai yang menjadi korban PHK. Pesangon atau tabungan sudah terkuras habis karena belum mendapatkan pekerjaan.

"Situasi ini kan orang sedang panas akibat pandemi sehingga membuat masyarakat lebih cepat emosi," kata dia.

 


Pertimbangkan Kondisi Masyarakat

Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Nasabah masih dapat mencairkan dana JHT meski belum menginjak usia 56 tahun sebelum Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 diberlakukan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Untuk itu, dalam pengambilan kebijakan pemerintah seharusnya mempertimbangkan kondisi masyarakat. Mencari waktu yang tepat agar kebijakan dengan niat baik tersebut bisa diterima publik.

"Jadi pemerintah tidak boleh arogan dan memaksa harus seperti ini. Setiap masalah kebihakan ini harus ada konsultasi publiknya," kata dia.

Selain memperbaiki komunikasi pemerintah dengan publik, perkerjaan rumah lainnya merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Kebijakan ini dirasa terlalu kaku dan kurang fleksibel bagi masyarakat dengan kondisi saat ini.

"Diskusinya memang sudah lama, tapi bikin kebijakannya baru. Nah harusnya kebijakan ini harus pro rakyat, jangan top down kaya gini," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya