Liputan6.com, Jakarta Siapa tak kenal Koes Plus. Grup musik yang sudah dianggap legenda ini berpengaruh besar karena merupakan pelopor musik pop dan rock n' roll di Tanah Air.
Semua berawal dari terbentuknya Koes Brothers di tahun 1958 yang meluncurkan album pertamanya di tahun 1962. Di tahun 1963, Koes Brothers yang berasal dari Tuban, Jawa Timur ini berganti nama menjadi Koes Bersaudara.
Advertisement
Namun, puncak kesuksesan baru datang setelah Koes Bersaudara bubar. Pada 1 November 1969 formasi baru terbentuk dengan personel Tonny Koeswoyo, Yon Koeswoyo, Yok Koeswoyo dan Murry yang mengusung nama Koes Plus.
Pada kurun waktu 1972-1976, Koes Plus mampu menjadi mesin pencetak hits yang laris manis dalam waktu singkat. Mereka terhitung telah mencetak 750 lagu dalam 72 album, termasuk lagu Nusantara dan Kolam Susu yang liriknya sangat kental dengan rasa nasionalisme.
Kini, personel Koes Plus yang masih hidup adalah Yok Koeswoyo. Pria bernama lengkap Koesroyo Koeswoyo yang lahir 3 September 1943 ini adalah pemain gitar bass serta pendukung vokal Koes Plus.
Saat ditemui di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan, pekan silam, Yok bercerita banyak soal pengalaman bersama Koes Plus dan proses terciptanya lagu Nusantara serta Kolam Susu.
Yok juga meluruskan kabar yang simpang siur tentang penahanan personel Koes Bersaudara di Penjara Glodok selama tiga bulan di tahun 1965 oleh rezim Orde Lama. Tak lupa, Yok juga menyampaikan sikapnya terkait rencana penamaan ibu kota baru dengan Nusantara serta pandangannya tentang kondisi Indonesia saat ini.
Berikut petikan wawancaranya dalam program Bincang Tokoh Liputan6.com.
Jangan Ngumpul di Jawa Semua
Bagaimana pandangan Mas Yok tentang rencana menamai ibu kota baru dengan Nusantara, sama dengan judul lagu Koes Plus yang sangat terkenal?
Sebetulnya hati kecil saya kok kurang pas, gitu ya. Karena Nusantara itu adalah kepulauan.
Hati kecil Mas Yok memangnya ingin nama seperti apa yang cocok untuk ibu kota baru?
Ibu kota baru, Jaya Nusa. Pulau Kemenangan. Jaya itu menang. Seperti misalnya dulu di sini Jayakarta. Kota Kemenangan, jadi Jakarta.
Ya, kalau masalah mau dipindah ke Kalimantan, itu saya setuju, supaya di sini tidak terlalu penuh. Ya gantian lah sekarang, nanti karena pusat pemerintahan di sana kan, yang dari Sumatra, dari Sulawesi, dari mana, kan datang ke sana semua. Jadi nggak ngumpul di Jawa semua gini. Repot.
Bukannya justru senang ya ibu kota dinamai Nusantara? Jadi kan lagunya Koes Plus akan diingat terus?
Ya, tapi maknanya kan beda. Nusantara itu sebetulnya, ini maaf ya, bukannya saya kesukuan ya, nuswantoro, gitu. Kepulauan di antara dua samudra, itu nuswantoro, gitu. Atau di Indonesia ya nusantara, ya sama saja kan? Kepulauan di antara dua samudra, kan gitu.
Ibu kotanya Inggris apa? London. Prancis ibu kotanya apa? Paris kan, bukan Prancis kan. Masa Inggris ibu kota Inggris, ya nggak mungkin dong.
Kemudian, Indonesia sekarang menurut Mas Yok seperti apa dengan makin banyaknya orang-orang yang bersikap intoleran?
Nah ini, kesalahannya kadang-kadang gini loh, ini jeleknya ya. Jadi makanya saya bilang, religi sama culture itu beda, jangan diacak-acak.
Jadi untuk mereka yang intoleran, sebenarnya mereka belum bisa membedakan antara agama dengan budaya, begitu?
Ya kelihatannya begitu.
Yang membuat perang-perang begini ya manusianya yang kurang mengerti mengenai keesaan. Makanya di Indonesia nih, sila pertama apa? Ketuhanan yang Maha Esa.
Apa pesan Mas Yok untuk masyarakat yang masih intoleran?
Ya kita harus menyadarkan dulu, karena sebetulnya inti daripada Islam adalah kedamaian dan toleransi. Walaupun dia pakai sorban, pakai jubah, kalau dia tidak punya toleransi, artinya dia bohong. Penipu. Ya maaf saja, bukan apa.
Coba deh dipikir secara logis ya, kita menggunakan logika lah. Bukan begitu.
Apa contoh sederhananya bahwa agama itu berbeda dengan kultur?
Misalnya, di sini sudah punya kebiasaan kalau mau tanam padi dia harus membuat sesajen, sajian gitu. Itu maksudnya kalau secara simple-nya supaya tanaman dia nggak dirusak sama hewan, hewan itu biar makan itu saja lah. Kan gitu. Sederhana sebenarnya, jangan dipelintir-pelintir, begitu.
Justru yang ngasih nama Indonesia tuh bukan kita, sebetulnya. Orang Eropa. Indo itu kan campuran. Jadi mereka tahu, oh di sini, di Nusantara itu, percampuran bangsa-bangsa Asia. Ada China, ada Arab, gitu. Sederhana sebetulnya, sederhana kok kalau kita mempelajari.
Advertisement
Kolam Susu Kini Kolam Lumpur
Sekarang kita berlanjut sedikit kepada sejarah Koes Plus. Lagu Kolam Susu pernah dinobatkan majalah Rolling Stone sebagai salah satu lagu terbaik sepanjang masa di Indonesia. Menurut Mas Yok, masihkah Indonesia saat ini seperti yang tergambar dalam lagu itu?
Ya sebetulnya masih, makanya saya juga sempat waktu saya masih suka di panggung ya (bernyanyi), kalau dulu Kolam Susu, sekarang ini Kolam Lumpur. Kail dan jala sudah banyak yang nganggur, ikannya dicuri sama orang luar!
Wah, kenapa tuh?
Loh gimana. Ini sudah jelas. Nanti kalau ada menteri yang berani seperti Susi (Pudjiastuti) misalnya, dia sampai membuat kapal untuk nelayan-nelayan kecil. Jadi nelayan-nelayan kecil itu kalau mau melaut, ditarik sama kapalnya.
Itu hebatnya. Saya kalau ada yang bagus itu saya puji. Jadi nggak asal-asalan. Kita mampu lah menilai ya, apa yang dikerjakan.
Apa itu alasannya Mas Yok kemarin mengubah lirik lagu Kolam Susu yang videonya sempat viral itu?
Lah iya, ini semuanya kan kalau kita perhatikan lagi salah kelola. Makanya, sekarang nggak peduli nih Jokowi. Ada yang jadi menteri apa gitu, eh kerjanya (dianggap) nggak benar nih, nih nggak benar, ganti. Untuk baik. Bukan karena dia (Jokowi) nggak senang sama si A, si B, si C, ya nggak. Ini untuk kebaikan.
Ya kalau untuk baik, harus kita dukung dong. Nah, siapa yang milih Jokowi jadi presiden? Artinya kan mereka memang semuanya mendukung Jokowi, kan gitu. Baru saat ini yang ada orang ngurus mengenai infrastruktur, dulu-dulu apa?
Bagaimana memangnya bunyi lirik lagu Kolam Lumpur?
Bukan lautan, hanya kolam lumpur! Kail dan jala sudah banyak yang nganggur. Tiada ikan, tiada udang kau temui. Semuanya sudah habis dicuri! Orang bilang tanah kita tanah surga, tapi sayangnya salah kelola. Tuh, asal tahu saja.
Kalau dikelola dengan benar, waduh, kita tuh sejahtera, sudah lah. Kita tuh kaya raya, sejahtera. Baru sekarang ini diperbaiki. Sampai infrastruktur saja baru sekarang!
Drum Ditendang, Koes Plus Terbentuk
Dari mana sih bakat bermusik keluarga Koeswoyo?
Ya karena keluarga kami, ayah saya itu juga suka musik ya, suka main apa segala macam, gitu. Ibu saya juga main gitar. Jadi ya, kita sering dengar begitu, jadi kita mau nggak mau kebawa kan.
Nah akhirnya yang mencetuskan untuk pertama kali rekaman itu, ya almarhum Mas Ton (Tonny Koeswoyo). Karena dulu yang masuk di sini kan The Everly Brothers. Terus saya disuruh, coba kamu nyanyi, saya nyanyi berdua sama Mas Yon. Wah bagus nih. Setelah kita siap, kita masuk rekaman. Itu tahun 1963 kalau nggak salah.
Mas Yok masih ingat nggak pengalaman yang paling mengena pas manggung pertama kali tuh kapan?
Di Jogja. Dulu pertama kali sebelum kami punya alat, saya kalau main cuma berdua. Sama Mas Yon, itu berdua. Setelah kami punya alat, ya kita rame-rame lah, gitu. Sederhana kok, sebetulnya.
Ya, (waktu itu umur) 17 atau berapa, lah. Masih muda.
Nggak disangka dari situ berkembang jadi Koes Plus. Kenapa namanya Koes Plus?
Gini, tadinya kan kita Koes Bersaudara. Karena drummernya Mas Nomo itu lebih condong ke bisnis, jadi waktu kita latihan itu, dia ada yang teriak-teriak di luar, 'Nom, kamu kasih nggak tuh mobilnya? Tawaran bagus nih!'
Nomo bilang, 'Bentar, gua lagi latihan!' Nah itu, Mas Ton tuh marah, drumnya ditendang sama Mas Ton! Duang!
'Sudah! Kamu mau main musik atau mau bisnis?' Gitu.
Nah itu terus akhirnya kita gimana nih, tinggal bertiga kan, Mas Ton, Mas Yon, saya. Gimana nih, cari-cari. Kebetulan Murry kan dulu ikut grup Patas ya, terus dia ada gimana (dengan grup Patas) saya nggak tahu deh, pulang ke Surabaya disusul sama Mas Ton. (Katanya), 'Eh Mur, kamu mau ikut ngedrum di grup saya,nggak?' Mau dianya, ya sudah. Itu makanya jadi Koes Plus. Plus Murry maksudnya.
Advertisement
Misteri 3 Bulan di Penjara Glodok
Sekarang kita lanjut ke pertanyaan yang menjadi misteri semua orang. Apa yang terjadi dengan Koes Bersaudara saat manggung di malam sebelum ditahan pada pertengahan 1965?
Oh, itu gini ceritanya. Waktu itu kita di bawah komandan Kolonel Koesno. Kolonel Koesno itu dari Komando Operasi Tertinggi, itu eranya Bung Karno kan. Kita main di rumah dia, main doang di rumah dia, kita nggak main musik! Kita dihibur!
Kita nggak nyanyi waktu itu, kok. Itu grupnya yang main itu, haduh siapa tuh, anaknya Menteri Kehutanan tuh, lupa. Sama Dara Puspita. Dara Puspita yang main. Nah, kita sebagai yang dihibur ya datang (menonton).
Tapi, kabarnya waktu itu Koes Bersaudara lagi manggung dan diminta menyanyikan lagu The Beatles, hingga akhirnya warga protes dan menyebabkan Mas Yok serta yang lainnya dipenjara di Glodok selama 3 bulan. Kalau itu tidak benar, apa alasannya Koes Bersaudara dipenjara?
Pura-pura! Gitu. Karena selama kita di dalam tahanan di Glodok itu, berita di koran-koran itu seolah-olah kita tuh memusuhi, tidak setuju dengan pemerintahan ini. Padahal maksudnya setelah itu kami akan diberi tugas. Tugas ke Malaysia.
Karena kami ini sudah punya penggemar di Singapura, di Malaysia, bahkan sampai Filipina Selatan, (dan) Bung Karno itu tidak setuju dengan segala bentuk new imperialisme, new kolonialisme, nah kita mau dipakai (sebagai) ‘alat’. Jadi kita didengungkan seolah-olah kita tuh begini (tidak cocok) dengan Bung Karno. Nah, itu ngak-ngik-ngok segala macam, nggak (benar) sebetulnya!
Kita tuh mau ‘dipakai’ gitu. Pas kita keluar dari penjara, 29 September kalau nggak salah, 30 (September) terjadi itu (G30S PKI).
Jadi sebenarnya hubungan dengan Bung Karno baik-baik saja?
Baik, nggak ada masalah! Sama sekali nggak ada masalah. Yang namanya mengemban misi rahasia, masa mau diomong-omongin sih? Kalau dirahasiakan, ya dirahasiakan dong. Sekarang karena sudah 40 tahun, ya saya buka saja apa yang ada.
Kita memegang rahasia, kita nggak buka cerita itu. Sampai akhirnya waktu Orde Baru kita dikirim ke Timor Leste (Timor Timur) untuk mengintegrasikan, berhasil, nah gitu kan.
Waktu itu konsul kita di sana Pak Tomodok. Manajer kita Kolonel Rusdi, pura-puranya manajer. Tapi kita sudah dilindungi dengan yang namanya Pasukan Blue Jeans.
Wah, beda banget ya sama yang diketahui masyarakat Indonesia, ternyata begitu cerita sesungguhnya?
Loh ini bener! Sekarang saya buka lah! Masa bodo orang mau ngomong apa. Kalau untuk bangsa dan negara, kita siap, bukan apa, nggak. Makanya kita harus jaga persatuan dan kesatuan kita ini, loh. Jangan sampai keliru.
Dilarang Ayah, Rekaman Diam-Diam
Apa yang menginspirasi Koes Plus untuk mengabdi kepada negara?
Harus diingat, bagi kami itu bangsa dan negara nomor satu. Ayah saya tuh kalau ditanya orang-orang gitu ya, waktu itu ya, nggak ada yang namanya Koeswoyo bantu ini, bantu itu, nggak ada.
Dia (kalau bersedekah) pakai nama samaran, Danu Kusumo. Kusumo itu bunga, Danu itu hutan. Bunga hutan, ayah saya itu. Justru dia korupsi dari Belanda itu untuk perjuangan! Itu loh. Jadi ya, sampai sekarang anak-anaknya juga berjuang untuk bangsa dan negara melalui musik.
Tapi, apa benar waktu pertama kali bikin rekaman itu diam-diam? Tanpa sepengetahuan orangtua?
Ha... ha..., nggak boleh tadinya. Main musik saja nggak boleh, gimana.
Tapi ayah kan suka musik?
Memang suka, tapi kan gini ya, jadi pikirannya ayah saya, mungkin nanti kalau kita main musik seperti orang yang ngamen, jreng-jreng-jreng, terus dapet uang. (Padahal) bukan gitu, kita pikirannya lebih jauh lagi. Apalagi dulu sudah ada plat ya, piringan hitam. Kan gitu.
Ya sudah, akhirnya karena kami sukses, ayah saya ikut membuat lagu. Tadinya nggak (boleh).
Pertama kali ayah tahu Koes Bersaudara itu sukses dari mana? Baca sendiri kah di koran atau ada yang kasih tahu ayah?
Ya di koran dulu selalu ada. Koran, di majalah, apa segala macam, gitu. Bahkan, bukan hanya generasi kita-kita yang muda-muda baru. Sampai ada Koes Barat, pernah dengar nggak? Orang Amerika bawain lagu-lagu kita.
Wah, iya. Lagu Koes Plus juga pernah kan masuk ke tangga lagu Australia?
Oh iya, Why Do You Love Me, ya?
Siapa itu yang menulis lagunya?
Saya.
Cuma yang betul-betul dia sebagai leader ya, Mas Tonny itu. Tadinya saya mau nyanyikan, (tapi) dia bilang kamu nggak cocok, yang nyanyi dia duluan saja, gitu. Kamu tuh suaranya nggak seperti suara dia, gitu. Ya sudah.
Advertisement
Batal Jadi Dokter
Siapa yang menginspirasi Koes Bersaudara untuk berkarya?
Ya, kita sama-sama lah. Kakak saya Tonny, terutama. Bahkan dibantu sama kakak saya yang tertua, dia main bass masih gini, bass yang besar tuh, Mas John. Ah, kalau ingat itu ya senang gitu, rasanya.
Kalau Mas Yok sendiri, dulu senang dengan band apa sih memangnya, sampai ingin bermusik?
Saya? Sebetulnya saya tuh nggak begitu ya, tapi ya, karena ini kakak saya Tonny Koeswoyo itu yang ngajakin.
'Coba kamu nyanyi!'
Saya tanya, 'Lagu apa?'
'Coba lagunya Everly Brothers!' Saya nyanyi. Dia pikir, kok enak ini. Jadi bikin lagu, mulai rekaman.
Kalau Tonny Koeswoyo itu memang semuanya dia suka. Sampai gamelan dia juga suka. Masih ada tuh di rumah saya, gamelan.
Berarti semua alat musik bisa memainkan? Yang paling sulit alat musik apa buat dimainkan?
Nggak ada, kalau kita mau ya nggak ada. Kan saya sudah bilang, yang penting itu kemauan. Kalau kita punya kemauan nanti kita pasti mendapatkan kemampuan, gitu.
Bukan soal bakat?
Hah, bukan juga! Kenyataannya bukan. Saya dulu cita-citanya pengen jadi dokter. Tapi saya sama kakak-kakak itu akhirnya rekaman.
Mas Yon tuh sudah tingkat dua arsitektur, ditinggal gitu saja dia. Di Trisakti tuh dia. Sudah, akhirnya terus main musik sampai tua.
Cerita di Balik Lagu Andaikan Kau Datang
Dari semua Koeswoyo bersaudara, Mas Yok paling dekat dengan siapa?
Ya kita namanya berkeluarga, dekat semua.
Tapi siapa mungkin yang paling sering diajak berdiskusi, berbicara?
Tonny, kakak saya, ya. Tapi, pada akhirnya dia juga mengakui, omongan saya dibenarkan. Waktu dia dalam keadaan sakit, dia tuh selalu bilang sama istrinya, 'Coba panggilin Yok.'
Saya kan datang ke sana, (saya tanya dia) 'Kenapa sih kamu selalu panggil?' (Tonny jawab), 'Wah, rasanya nggak karu-karuan nih.'
'Heh, ingat kamu, kalau kamu merasakan sesuatu yang tidak enak, jangan nyari saya!' saya bilang gitu. 'Ingatlah kepada Tuhan!'
Nyatanya, berapa hari kemudian saya dipanggil lagi ketemu dia. 'Ada apa panggil-panggil lagi?'
'Benar kamu,' dia bilang. 'Setelah saya dengar omonganmu, itu semua keluar yang hitam dari mulut saya, dari sini semuanya keluar.'
Sore itu dia ngomong begitu. Malamnya dia meninggal.
[Yok Koeswoyo terdiam dan matanya berkaca-kaca. Yok melanjutkan jawabannya dengan menjelaskan tentang salah satu lagu Koes Plus yang artinya ternyata berbeda dari interpretasi banyak penggemarnya].
Ya kita muslim ya, kita belajar ngaji juga. Itu dikasih tahu, jangan lupa ya, kalau nanti di sana ditanya kitabmu apa, imammu siapa, jawabannya harus betul. Ya ini kakak saya nih, 'Loh kok gua dikasih bocoran.' Makanya, dia sampai membuat lagu, Andaikan (Kau Datang).
Itu maksudnya dia gitu. 'Setelah aku jauh berjalan, dan kau ku tinggalkan', itu jasadnya. Dia cerita, dalam keadaan sakit itu, dia cerita gitu. Ya memang luar biasa dia. Tapi dia sudah enak lah sekarang. Mas Ton, Mas Yon, Mas Murry, sudah enak mereka. Tinggal saya ya, begini lah.
Pasti Mas Yok sangat kangen ya?
Iya. Iya, yang namanya hubungan batin itu nggak bisa hilang. Ya, nanti pada (saatnya) semoga saya ditunggu di sana, (seolah mereka berkata) 'Ayo dong, cepetan dong lo, bikin grup!' He.. he.. he..
Ntar dulu! Waktunya belum selesai gue, masih banyak yang harus diselesaikan! Ih, gokil nggak tuh.
Advertisement
Menunggu Saat Dipanggil Yang Kuasa
Apa kegiatan Mas Yok saat ini?
Kegiatan? Nggak ada kegiatan. Saya tuh sekarang hanya merenung. Merenung, menunggu saat saya dipanggil.
Saya bersyukur kepada Yang Maha Esa, apa yang sudah diberikan kepada saya ini, saya terima dengan senang. Saya syukuran saja, sudah. Bersyukur.
Mau apa lagi sih, kalau kita nggak bersyukur? Semua kita terima, ini pemberian-Nya, saya diberi begini, begitu tuh, ini semua karena Allah.
Ngomong-ngomong soal bersyukur nih, apa benar kalau Koes Plus hanya dibayar sekali untuk lagunya? Gimana tuh perasaan Mas Yok atas hal itu?
Ah, no problem. Nggak ada masalah. Istilahnya waktu itu flat pay. Ya sudah, kamu sudah dibayar flat, nggak mikirin macam-macam, gitu. No problem kok buat saya.
Tapi, Mas Yok lihat kan banyak musisi muda sekarang yang menyanyikan lagu Koes Plus, dan Mas Yok tidak menerima royalti atas itu. Bagaimana menurut Mas Yok?
Nggak apa-apa. Mau ingat bagus, nggak ya nggak apa-apa. Justru yang ingat sama saya itu Jibles. Yang dari Pacitan apa dari mana, tuh. Dia kirim amplop ke saya. My God, thanks.
Ya itu juga, yang menggerakkan hatinya juga Tuhan, kan? Kalau yang lainnya bodo amat, inget sama saya boleh, nggak ya nggak apa-apa. Anyway kan, dengan begitu saya mampu menghidupi keluarga mereka, gitu. Itu sudah puji Tuhan.
Intinya, Koes Plus itu bermusik hanya untuk mengekspresikan perasaan hati, begitu?
Iya, apa yang ada di dalam hati kita, kita masukkan di dalam musik, gitu. Ya kalau musik yang kita buat itu disenangi sama yang mendengar kan ya, puji Tuhan. Saya nggak punya pikiran bikin begini lagu, gini ah, biar nanti orang senang. Nggak ada. Nggak perlu gitu.
Apa harapan Mas Yok terhadap generasi kedua dan ketiga dari keluarga Koes Plus sekarang?
Saya bebaskan mereka. Mereka semua senang musik. Tapi cucu saya tuh ada yang di band, ada yang di ini, itu urusan mereka, bukan urusan saya lagi. Boleh menentukan kehidupannya masing-masing. Gak ada pemaksaan, 'Oh kamu main musik, ayo!' Nggak ada, gitu loh.
Lah ini kan buktinya, ayah saya tuh nggak senang anaknya main musik. Nyatanya kita buktikan kita mampu, akhirnya ayah saya buat lagu juga untuk kita, kan gitu. Tadinya ayah saya, 'Oh sekolah yang benar kamu, harus punya titel begini,' segala macam.
Lalu, apa pesan untuk masyarakat Indonesia, terutama melalui lagu Nusantara?
Eh, ingat ya, Saudara-saudaraku semua. Yang lahir di Nusantara, besar di Nusantara, jangan berjiwa lain ya. Itu pesan saya. Itu pesan saya.
Sebetulnya maksud kami itu ingin menanamkan rasa memiliki dan mecintai, seperti yang saya nyanyikan, misalnya ya. Kita tuh paru-paru dunia dengan hutan yang dimana-mana ini. Makanya sampai muncul lah dulu, hutan belantara, banyak tersebar. Nusantara. Kan gitu.
Makanya, ini nanti, Jaya Nusantara, ibu kota!