Liputan6.com, Jakarta - Senyum Said Iqbal mengembang, semringah, saat Liputan6.com bertandang ke kantornya. Mengenakan kaus partainya, Presiden Partai Buruh itu mengaku baru pulang usai menggelar aksi menolak aturan Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Kantor Partai Buruh berada di lantai tiga dan satu gedung dengan DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di kawasan Keramat Jati, Jakarta Timur. Tampak sejumlah ruangan disediakan di lantai tiga. Beberapa perangkat komputer juga terpasang di sana. Sejumlah anggota partai ataupun serikat kerja itu tampak hilir-mudik dengan kesibukannya masing-masing.
Partai Buruh merupakan salah satu partai politik (parpol) baru yang berencana ikut serta dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Secara resmi, Said Iqbal terpilih menjadi Presiden Partai Buruh periode 2021-2026 melalui deklarasi dan kongres partai pada awal Oktober 2021.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Partai Buruh telah memiliki sejarah tersendiri dalam perpolitikan di Indonesia. Iqbal menyebut partai yang dia pimpin merupakan kelanjutan dari partai sebelumnya, pimpinan Muchtar Pakpahan yang berdiri usai reformasi.
Saat itu, kata Iqbal, Partai Buruh hanya didukung oleh satu serikat pekerja saja. Sedangkan kali ini kembali dihidupkan oleh 10 elemen masyarakat. Mulai organisasi buruh, nelayan, puluhan konfederasi, hingga forum guru honorer.
Kebangkitan Partai Buruh, lanjut dia, bermula pada kekalahan telak dalam pengesahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Maka penyebabnya omnibus law Partai Buruh di hidupkan kembali," kata Iqbal kepada Liputan6.com.
Untuk ikut serta dalam kontestasi politik di Pemilu 2024, Iqbal menyebut partainya tak perlu mengajukan kembali legalitas kelembagaan kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Nantinya partainya akan langsung melakukan pendaftaran verifikasi faktual di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang direncanakan pada Agustus 2022.
Dua bulan usai terpilihnya sebagai ketua umum, Iqbal mengklaim persyaratan kepengurusan di 34 provinsi sudah terpenuhi. Kemudian untuk 75 persen kabupaten/kota telah mencapai 93 persen. Atau 483 dari 514 kabupaten/kota sudah ada. Sedangkan untuk 50 persen kecamatan sudah mencapai 2 ribu dari jumlah keseluruhan yaitu 7.242 lokasi.
Pimpinan partai berlambang padi itu menyatakan jumlah anggota terus dikejar. Iqbal pun menargetkan semua persyaratan tersebut terpenuhi pada pertengahan Maret 2022. "Selang dua bulan kongres partai kantor kepengurusan di 34 provinsi telah terpenuhi. Nomor pengurus, surat keputusan (SK), KTP anggota ada semua," ucap dia.
Konstituen dari Partai Buruh terdiri dari buruh pabrik, buruh tani, buruh kantor, buruh nelayan, tenaga honorer guru swasta dan PNS, buruh perempuan, perempuan termarjinalkan, disabilitas, dan anak muda. Kemudian ada pula PKL dan pedagang asongan, buruh informal, supir, tenaga kesehatan, miskin kota, miskin desa, dan rakyat kecil.
Partai Buruh, menurut Iqbal berideologi pada Pancasila dengan titik tumpu pada sila kedua dan kelima. Sedangkan berasas negara sejahtera.
Kemudian ada 13 hal yang akan difokuskan oleh Partai Buruh. Yakni perjuangan kedaulatan rakyat, lapangan kerja, anti korupsi, jaminan sosial, kedaulatan pangan, upah layak, pajak untuk kesejahteraan rakyat, perlindungan perlindungan perempuan dan anak muda.
Kemudian perjuangan lingkungan hidup, masyarakat adat, dan HAM. Lalu kesejahteraan dan status PNS untuk seluruh guru dan tenaga honorer, pemberdayaan disabilitas, dan membangun kekuatan BUMN dan koperasi. Selanjutnya hubungan industrial antara lain tolak outsourcing, tolak karyawan kontrak berkepanjangan, pesangon yang layak, jam kerja yang manusiawi, hingga tolak PHK yang dipermudah.
Optimistis Lolos Verifikasi KPU
Selain Partai Buruh, ada pula Partai Negeri Daulat Indonesia (Pandai) besutan Farhat Abbas. Pengacara kondang itu juga memperbolehkan tim Liputan6.com untuk berkunjung ke Pandai Center yang berlokasi di Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat. Partai yang berdeklarasi saat pandemi Covid-19 ini juga memiliki kantor DPP di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Saat Liputan6.com berkunjung, sejumlah pembangunan masih dilakukan. Itu dilakukan untuk aula partai hingga rumah singgah para kader partai saat berkunjung atau ada kegiatan bersama. Kedatangan kami disambut oleh petinggi partai tanpa Farhat. Saat itu Farhat Abbas sedang berada di luar kota.
Farhat memulai pembicaraan mengenai legalitas partainya yang telah ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly pada 6 Januari 2022. Kata dia, pendeklarasian partai dilakukan sejak awal Oktober 2020 dengan mengusung visi berserikat menuju Indonesia berdaulat.
Menurut Farhat, kelahiran partainya tersebut didasarkan pada hilangnya peran pengawasan dan keterwakilan partai-partai yang kini ada di DPR, DPRD provinsi ataupun kabupaten/kota. Karena hal itu, klaim mereka Partai Pandai memilik konsep sebagai partai yang rendah hati dan berpihak pada rakyat. Bukan seperti halnya partai yang sudah ada sebelumnya di Indonesia.
"Partai Pandai akan menjadi partai yang memberikan kebebasan kedaulatan. Partai federal, partai otonomi yang anti monarki absolute yang anti oligarki dan anti feodal," kata Farhat kepada Liputan6.com.
Keterwakilan 50 Persen Perempuan
Sebagai pembeda dengan partai lainnya, Partai Pandai akan menaikan target 50 persen keterwakilan perempuan. Jumlah tersebut lebih besar 20 persen dari persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Menurut dia, meskipun keterwakilan perempuan sebesar 30 persen, nyatanya hanya 18 persen.
Lalu setiap kepengurusan di daerah akan diberikan kedaulatan otoritas atau menjadi partai otonomi daerah. Hal itu dinilai mempermudahkan masyarakat di setiap wilayah untuk melakukan perbaikan. Saat ini lanjut dia, struktur kepengurusan Partai Pandai sudah tersebar di 34 Provinsi di Indonesia.
Sedangkan untuk kepengurusan di tingkat kabupaten/kota masih akan dikejar untuk memenuhi syarat pendaftaran di KPU. "Kita hanya tinggal Bengkulu dan Kaltara kita masih seleksi karena Dapilnya untuk anggota DPR RI itu hanya 3 kursi saja tapi memang itu untuk Gorontalo, Kaltara, Bangka Belitung kita dapat kesulitan untuk kepengurusan partai. Karena kompetisinya itu sangat ketat disitu, tapi sudah teratasi dan teman-teman bisa bergabung dan kita lolos di Pemilu 2024," ucapnya.
Nantinya jika proses verifikasi KPU dinyatakan lolos, Partai Pandai mengharapkan dapat mewakili di parlemen. Farhat pun optimistis partainya akan lolos pendaftaran Agustus nanti.
"Yakin dan siap, orang-orang baru orang orang yang memiliki visi misi positif untuk bangsa ini bukan orang yang mempertahankan kekuasaan suaminya. Saat ini banyak kekuasan dari bapak ke anak dari sepupu keluarga petinggi partai yang bertengger di kekuasaan Indonesia," ujar Farhat.
Ramaikan Pesta Demokrasi
Usai reformasi kemunculan parpol baru jelang Pemilu terus berganti. Ketika Pemilu 1999 sebanyak 48 partai dan didominasi partai baru. Tapi, banyak di antaranya kini sudah tidak terdengar lagi. Seperti halnya Partai Indonesia Baru, Partai Kristen Nasional Indonesia, Partai Kebangkitan Muslim Indonesia, Partai Kebangkitan Ummat, Partai Abul Yatama, hingga Partai Pilihan Rakyat.
Kendati begitu, kemunculan parpol baru menjelang Pemilu tetap subur. Tujuannya tentu saja untuk ikut meramaikan pesta demokrasi se-Indonesia. Penyelenggaraan Pemilu 2024 sendiri akan digelar pada 14 Februari 2024.
Namun, tak semua parpol baru sudah mulai dikenal dan diketahui oleh masyarakat. Partai Buruh dan Partai Pandai hanya dua dari beberapa parpol baru yang menyatakan siap meramaikan Pemilu 2024. Selain itu ada Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Ummat, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), dan Partai Rakyat yang juga sudah mendaftar ke Kemenkumham.
"Belum ada yang kenal ya, jadi enggak bisa bisa bilang oke atau enggak, mungkin karena segi kinerja belum ketahuan ya," kata Oki Yafie Firdaus, seorang karyawan swasta, kepada Liputan6.com.
Yafie sendiri mengaku mengikuti perkembangan kontestasi politik jelang Pemilu 2024 semenjak work from home (WFH) atau bekerja dari rumah akibat pandemi Covid-19. Namun, hingga saat ini, baru dua parpol yang diketahui Yafie.
Salah satunya yaitu karena adanya kontroversi yang mengakibatkan salah seorang tokohnya sering muncul di publik. Meskipun sering mengikuti perkembangan politik, dia mengaku belum menaruh perhatian besar ke salah satu parpol baru.
Hal serupa diungkap Apri Dwi, seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Apri mengaku tak tahu menahu adanya parpol baru jelang Pemilu 2024. Beda halnya saat penyelenggaraan Pemilu 2019.
Kata Apri, saat itu ada salah satu parpol baru yang menarik perhatian dan menjadi bahan pembahasan di kelasnya. Bahkan beberapa kali viral di sejumlah media sosial. "Enggak tahu kalau banyak parpol baru. Kalau waktu 2019 itu tahu karena sempat viral, cari attention-nya dapat ke anak muda tapi ya udah gitu aja," kata dia ke Liputan6.com.
Advertisement
Sulit Menarik Simpati Publik
Penyelenggaraan Pemilu 2024 sendiri sudah ditetapkan pada 14 Februari. Nantinya masyarakat yang telah memiliki hak pilih dapat memberikan suaranya. Yaitu untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta DPD.
Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno kemunculan parpol baru jelang Pemilu merupakan hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Deklarasi partai ataupun dukungan juga menjadi hal biasa jelang Pemilu.
Adi menilai kemunculan sebagian parpol baru itu merupakan bentuk untuk meneguhkan eksistensi para tokoh dan figurnya. Ada pula parpol yang menjadi bagian dari konflik politik dan akhirnya mendirikan partai baru dengan sebagian tokohnya sudah dikenal masyarakat. Lalu keikutsertaan parpol baru juga disebut untuk dipilih masyarakat dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
"Variabel yang ketiga ada partai-partai atau orang yang kalau mau Pemilu itu ingin menonjolkan visi dan ideologi politik tertentu seperti Partai Buruh, atau ideologi islam seperti partai Masyumi. Itu biasanya muncul jelang Pemilu karena musim Pemilu itu musim panen raya bagi semua partai untuk dipilih publik," kata Adi saat dihubungi Liputan6.com.
Kendati begitu tak semua parpol baru dapat menarik simpati publik. Misalnya terjadi konflik internal sebelum melakukan pendaftaran partai ke KPU. Adi menilai banyaknya parpol baru juga tidak mempunyai pembeda politik dengan partai yang sudah ada. Bahkan gagal sebelum ikut serta dalam kontestasi politik.
"Mereka tidak punya diferensiasi atau pembeda politik dengan partai-partai lain. Jadi terkesan hanya musiman, tidak diseriusi kerja politiknya. Mereka rata-rata juga krisis ego dan tidak punya logistik yang kuat," ucapnya.
Selain itu tantangan yang lain menurut Adi yakni mengenai ceruk pemilih di Indonesia. Sebuah partai lama telah memiliki basis partai yang cukup kuat. Sedangkan partai baru segmentasi pemilihnya kecil dan berpotensi berpindah ke partai lama.
"Partai baru ini ya semacam hiasan demokrasi elektoral aja hilang timbul jelang Pemilu saja bak jamur di musim hujan," ujar Adi.
Adi juga memprediksi akan sulit parpol baru bisa lolos ke Senayan pada Pemilu kali ini. Strategi dan kemunculannya pun dianggap sebagai ajang ikut-ikutan untuk meramaikan kontestasi lima tahunan tersebut. Hal itu menurut Adi didasarkan pada tak ada kemunculan mereka ketika adanya polemik pemerintah yang ramai akhir-akhir ini.
"Gelap gulita lah membayangkan partai seperti itu sekarang aja enggak kedengaran enggak jelas juga pengurus nya enggak jelas juga struktur partai nya seperti apa hanya ramai sesaat dan akselerasi politiknya enggak keliatan," Adi menandaskan.
Tantangan Parpol Baru
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati. Bahwa banyak tantangan yang akan dihadapi oleh parpol baru untuk dapat mengisi kursi di parlemen. Pertama yakni persyaratan untuk mendaftarkan legalitas kelembagaan ke Kemenkumham.
Ada sejumlah persyaratan yang harus dilengkapi oleh parpol baru untuk bisa mendapatkan status dari Kemenkumham. Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pemilu. Misalnya sebuah partai harus memiliki kantor di 100 persen provinsi, 75 persen kab/kota, dan 50 persen kecamatan. Selain itu juga harus memiliki anggota dan keterwakilan perempuan 30 persen.
Setelah mendapatkan status badan hukum di Kemenkumham, sebuah parpol baru bisa mendaftarkan partainya ke KPU sebagai partai politik peserta pemilu. Persyaratannya pun kurang lebih sama dengan syarat untuk mendapatkan status badan hukum di Kemenkumham. Selanjutnya KPU akan melakukan verifikasi secara administrasi dan faktual.
"Setelah mendaftar ke KPU tidak otomatis menjadi partai politik peserta Pemilu, ada syarat juga yang harus dipenuhi oleh partai politik. Syaratnya kurang lebih sama dengan syarat untuk mendapatkan status badan hukum di Kemenkumham," kata Khoirunnisa kepada Liputan6.com.
Khoirunnisa menyebut hanya parpol yang sudah memiliki kursi di DPR yang tidak diverifikasi secara faktual oleh KPU. Sedangkan parpol baru ataupun partai politik yang hanya memiliki kursi di DPRD tetap harus diverifikasi secara faktual dan administrasi. Setelah lolos parpol akan ikut serta dalam kontestasi Pemilu dan berjuang mendapatkan suara publik agar dapat lolos ke Senayan.
Sulit Tembus Ambang Batas
Berdasarkan pengalaman Pemilu sebelumnya, lanjut dia jarang sekali parpol baru dapat menembus ambang batas parlemen. Jangankan mengenai parlementary threshold verifikasi faktual di KPU dianggap sangat sulit dan seringkali berguguran. Khoirunnisa menilai regulasi di Indonesia juga sangat berat dibandingkan dengan negara lainnya.
"Jadi memang sulit sekali ya saringannya banyak ya di Indonesia, nih dari regulasi itu penyaringnya, mau jadi status badan hukum, sudah menjadi partai politik. Partai-partai yang sekarang saja juga berjuang untuk mempertahankan lolos ke Senayan," ucapnya.
Selain itu Khoirunnisa juga menilai parpol baru di Indonesia ditantang untuk menjadi partai besar secara nasional secara instan. Bukan didorong tumbuh dari bawah atau mulai berkembang dari tingkat kabupaten/kota. Yaitu ketika mereka terbukti mendapatkan kursi dapat mengikuti kontestasi di provinsi dan kemudian ke nasional.
Kemudian sebuah parpol baru diwajibkan harus memiliki modal atau dana besar ketika ingin ikut kompetisi elektoral. Untuk memiliki dana besar seringkali partai baru harus mencari pihak yang dapat mendanainya atau sebagai sumber dana. Misalanya melalui elite partai yang memiliki usaha. Sebab dana yang digunakan sangat besar untuk pembentukan kantor di setiap wilayah.
"Partai politik kita udah ya apa ya, sumbangan iuran itu sudah pudar saya rasa budaya seperti itu sudah enggak ada di kita beda dengan mungkin tahun 1960-an, 1970-an orang masih mau nyumbang partai dia masih mau iuran ke partai semakin ke sini semakin memudar. Nah siapa yang bisa membiayai sementara tadi syaratnya harus besar," Khoirunnisa menjelaskan.
Advertisement