Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menelusuri kasus dugaan penimbunan minyak goreng di Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelusuran ini untuk melihat apakah ada indikasi kartel.
"Dugaan penimbunan minyak goreng merupakan ranah hukum pihak kepolisian.Tapi KPPU menjadikan kasus itu sebagai salah satu bahan untuk mendalami adanya kemungkinan kartel," ujar Kepala KPPU Wilayah I, Ridho Pamungkas dikutip dari Antara, Minggu (20/2/2022).
Temuan minyak goreng yang belum didistribusikan dalam jumlah sangat besar dengan alasan menunggu kebijakan manajemen, menunjukkan keengganan produsen untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menjamin ketersediaan di pasar.
Kasus itu mengindikasikan terjadi kegagalan koordinasi, kebijakan dan kegagalan pasar.
Kegagalan koordinasi, ujar Ridho Pamungkas adalah terlihat belum solidnya koordinasi antarpemerintah dan antara pemerintah dan pelaku usaha dalam mengimplementasikan kebijakan perdagangan minyak goreng baik terkait refaksi mau pun DMO.
Kegagalan kebijakan artinya kebijakan yang diambil belum tepat ketika diterapkan atau kurang memperhatikan aspek teknis penerapannya di lapangan.
Ada pun kegagalan pasar, ujarnya, dalam artian perilaku pelaku usaha yang dengan sengaja menahan pasokan dengan tujuan atau motif tertentu.
"Semoga secepatnya KPPU bisa memastikan apakah benar kartel atau tidak di dalam perdagangan minyak goreng di dalam negeri, " katanya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Alasan Manajemen Gudang di Deli Serdang Timbun 1 Juta Kg Minyak Goreng
Sebelumnya, tumpukan minyak goreng sebanyak 1,1 juta kilogram ditemukan dari gudang yang berada di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Manajemen sengaja tidak mendistribusikan karena biaya produksi lebih mahal ketimbang harga pasar.
Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, Naslindo Sirait mengatakan, dirinya sempat berbincang dengan manajemen perusahaan minyak goreng, tempat ditemukannya tumpukan minyak goreng tersebut.
"Kita tanya, kenapa tidak diedarkan dan tertahan di sana (gudang). Mereka jawab takut rugi, karena harga HET sekarang. Padahal itu sudah ada mekanismenya dan mereka bisa klaim harga kerugiannya," kata Naslindo, Sabtu (19/2/2022).
Pihak perusahaan juga tidak mau rugi harga minyak goreng premium dijual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000/liter. Padahal, tidak ada alasan menahan, menumpuk, atau menimbun minyak goreng dengan jumlah begitu banyak di tengah kondisi kelangkaan.
"Alasnnya harga pasaran jauh berbeda dengan biaya produksi. Alasan ini yang membuat manajemen tidak menyalurkan minyak goreng ke pasar, menumpuknya di gudang," terang Naslindo.
Advertisement