Liputan6.com, Jakarta - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mencermati adanya tantangan bagi Indonesia dalam fase pemulihan ekonomi pada 2022-2023. Risiko pertama yang patut diwaspadai, penyebaran varian baru Covid-19.
Suharso mewaspadai penyebaran pandemi Covid-19 dalam bentuk varian baru. Seperti wabah omicron saat ini, yang tingkat reproduksinya 500 persen lebih tinggi dari varian delta.
"Meskipun kedalaman efeknya tidak seperti delta, yang laju penularannya hanya 30-100 persen. Jadi kalau kita hitung, reproduction number-nya omicron ini tinggi sekali," imbuh dia dalam sesi bincang virtual, Senin (21/2/2022).
Hal berikutnya yang perlu diperhatikan, tren ekonomi global diperkirakan alami perlambatan pada 2022-2023. Suharso menangkap adanya risiko hard landing (perlambatan ekonomi secara mendadak, sehingga terjadi guncangan) untuk negara berkembang.
Ditambah dengan China yang mempercepat proses transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT) dan ramah lingkungan. Tiongkok tampaknya berambisi mempercepat program net zero emission, dan menghadirkan jenis-jenis pekerjaan baru.
"Tapi pada saat yang sama tentu akan menimbulkan risiko dalam keuangan. Perusahaan-perusahaan yang masih pada karbon tentu akan terganggu profitability-nya, dan juga akan dihadapi kerentanan likuiditas," ujar Suharso Monoarfa.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tingkat Inflasi
Di sisi lain, Suharso menyebut, Amerika Serikat kini tengah berhadapan dengan tingkat inflasinya tinggi mencapai 7,5 persen. Di sisi lain, tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam juga naik mencapai 4,0 persen.
Sehingga bank sentral Amerika Serikat The Fed tengah bersiap melakukan normalisasi kebijakan lewat rencana kenaikan suku bunga, guna merespon situasi ekonomi tersebut.
"Indonesia malah akan mendapatkan impact soal ini. Kalau kita lihat dari porsi kepemilikan surat utang negara (SUN), porsinya sudah turun dari 39 persen ke sekitar 19 persen. Juga sudah sekitar USD 19 miliar capital outflow yang sudah terjadi," tuturnya.
Advertisement