Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, kembali menegaskan perihal peraturan yang mengatur aset kripto di Indonesia.
"Terkait kripto sudah jelas diatur oleh Bappebti tentunya sebagai aset komoditas.Penetapan kripto sebagai aset telah diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset)," tegas Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan dan Penindakan Bappebti, Aldison Karorundak, Senin (21/2/2022).
Selain itu, Aldison menuturkan hingga saat ini Bappebti telah mengeluarkan 15 perizinan untuk exchanger kripto. Di luar daftar tersebut, dipastikan exchanger kripto tersebut ilegal.
Baca Juga
Advertisement
Aldison juga selalu mengimbau dan meminta masyarakat untuk mengecek legalitasnya di situs Bappebti.
“Ketika ada seseorang melakukan transaksi menggunakan exchange dari platform luar negeri, misalnya Binance, atau yang tidak terdaftar di Indonesia, maka ketika masyarakat itu mengalami kerugian, misal tidak bisa withdraw, maka itu menjadi tanggung jawab masyarakat itu sendiri,” tuturnya.
Terkait sejumlah aset kripto yang dapat diperdagangkan, sampai saat ini Bappebti telah memberikan izin pada 229 aset kripto yang boleh diedarkan atau diperdagangkan di Indonesia.
"Bappebti telah memberikan izin sebanyak 299 aset kripto yang bisa diperdagangkan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto ada 229 aset kripto yang diizinkan untuk diperjualbelikan di dalam negeri," ujar Aldison.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kripto di Indonesia Bukan Alat Pembayaran
Aldison kembali mengingatkan, kripto di Indonesia sangat berbeda dengan kripto di negara lain karena kripto diperlakukan sebagai aset, bukan alat pembayaran.
"Sesuai dengan undang-undang mata uang, bahwa kripto bukan sebagai alat pembayaran. Kripto di Indonesia berbeda di negara lain tidak bisa dijadikan alat pembayaran," ujar Aldison.
"Kripto di Indonesia diperlukan sebagai aset, layaknya aset-aset lainnya. Jadi tentu, kripto tidak bisa dijadikan alat pembayaran," ia menambahkan.
Advertisement