Liputan6.com, Yogyakarta - Kisah cinta Roro Mendut dan Pranacitra konon mirip Romeo dan Juliet. Makam keduanya disebut-sebut terletak di kawasan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Banyak sekali versi cerita cinta Roro Mendut dan Pranacitra yang beredar di masyarakat. Salah satunya, mengenai sosok Roro Mendut yang merupakan seorang gadis yang andal meracik tembakau di era Kerajaan Mataram.
Kisah ini berujung dengan kematian Roro Mendut menyusul kematian sang kekasih Pranacitra di tangan musuhnya Tumenggung Wiraguna. Kemudian mereka dimakamkan dalam satu liat lahat.
Baca Juga
Advertisement
Kisah ini bermula pada zaman dahulu, di pesisir pantai utara Pulau Jawa, terdapat sebuah desa nelayan bernama Teluk Cikal. Desa itu termasuk ke dalam wilayah Kadipaten Pati yang diperintah oleh Adipati Pragolo II. Kadipaten Pati merupakan salah satu wilayah taklukan dari Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung.
Di Teluk Cikal, hidup seorang gadis anak nelayan bernama Roro Mendut. Ia seorang gadis yang cantik dan rupawan.
Roro Mendut juga dikenal sebagai seorang gadis yang teguh pendirian. Ia tidak sungkan-sungkan menolak para lelaki yang datang melamarnya sebab ia sudah memiliki calon suami, yakni seorang pemuda desa yang tampan bernama Pranacitra, putra Nyai Singabarong, seorang saudagar kaya-raya.
Suatu hari, berita tentang kecantikan dan kemolekan Roro Mendut terdengar oleh Adipati Pragolo II. Penguasa Kadipaten Pati itu pun bermaksud menjadikannya sebagai selir.
Sudah berkali-kali ia membujuknya, namun Roro Mendut tetap menolak. Merasa dikecewakan, Adipati Pragolo II mengutus beberapa pengawalnya untuk menculik Roro Mendut.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Diculik Adipati Pragolo II
Para pengawal itu tidak peduli dengan rengekan Roro Mendut. Mereka terus menyeret gadis itu naik ke kuda lalu membawanya ke keraton.
Sebagai calon selir, Roro Mendut dipingit di dalam Puri Kadipaten Pati di bawah asuhan seorang dayang bernama Ni Semangka dengan dibantu oleh seorang dayang yang lebih muda bernama Genduk Duku.
Sementara Roro Mendut dalam masa pingitan, di Kadipaten Pati sedang terjadi gejolak. Sultan Agung menuding Adipati Pragolo II sebagai pemberontak karena tidak mau membayar upeti kepada Kesultanan Mataram. Sultan Agung pun memimpin langsung penyerangan ke Kadipaten Pati.
Menurut cerita, Sultan Agung tidak mampu melukai Adipati Pragolo II karena penguasa Pati itu memakai kere waja (baju zirah) yang tidak mempan senjata apapun. Melihat hal itu, abdi pemegang payung sang Sultan yang bernama Ki Nayadarma pun bertindak.
Berbekal tombak pusaka Baru Klinting, Ki Nayadarma langsung menyerang Adipati Pragolo II. Namun, serangannya masih mampu ditepis oleh Adipati Pragolo II.
Saat Adipati itu lengah, Ki Nayadarma dengan cepat menikamkan pusaka Baru Klinting ke bagian tubuh sang Adipati yang tidak terlindungi oleh baju zirah. Adipati Pragolo II pun tewas seketika.
Sementara, para prajurit yang dikomandani panglima perang Mataram, Tumenggung Wiraguna, segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati, termasuk Roro Mendut.
Advertisement
Diculik Tumenggung Wiraguna
Tumenggung Wiraguna langsung terpesona saat melihat kecantikan Roro Mendut. Ia pun memboyong Roro Mendut ke Mataram untuk dijadikan selirnya.
Tumenggung Wiraguna berkali-kali membujuk Roro Mendut untuk dijadikan selir, namun selalu ditolak. Bahkan, di hadapan panglima itu, ia berani terang-terangan menyatakan bahwa dirinya telah memiliki kekasih bernama Pranacitra. Sikap Roro Mendut yang keras kepala itu membuat Tumenggung Wiraguna murka.
Roro Mendut tidak takut mendengar ancaman itu. Ia lebih memilih membayar pajak daripada harus menjadi selir Tumenggung Wiraguna.
Oleh karena masih dalam pengawasan prajurit Mataram, Roro Mendut kemudian meminta izin untuk berdagang rokok di pasar. Tumenggung Wiraguna pun menyetujuinya. Ternyata, dagangan rokoknya laku keras, bahkan, orang juga beramai-ramai membeli puntung rokok bekas isapan Roro Mendut.
Suatu hari, ketika sedang berjualan di pasar, Roro Mendut bertemu dengan Pranacitra yang sengaja datang mencari kekasihnya. Pranacitra berusaha mencari jalan untuk bisa melarikan Roro Mendut dari Mataram.
Setiba di istana, Roro Mendut menceritakan perihal pertemuannya dengan Pranacitra kepada Putri Arumardi, salah seorang selir Wiraguna, dengan harapan dapat membantunya keluar dari istana. Roro Mendut tahu persis bahwa Putri Arumardi tidak setuju jika Wiraguna menambah selir lagi.
Putri Arumardi dan selir Wiraguna lainnya yang bernama Nyai Ajeng menyusun siasat untuk mengeluarkan Roro Mendut ke luar dari istana. Bersama dengan Pranacitra, Roro Mendut berusaha untuk kembali ke kampung halamannya di Kadipaten Pati.
Gagal Kabur
Namun sungguh disayangkan, pelarian Roro Mendut dan Pranacitra diketahui oleh Wiraguna. Pasangan ini akhirnya berhasil ditemukan oleh para prajurit Wiraguna.
Roro Mendut pun dibawa kembali ke Mataram, sedangkan secara diam-diam, Wiraguna memerintahkan abdi kepercayaannya untuk menghabisi nyawa Pranacitra.
Alhasil, kekasih Roro Mendut itu tewas dan dikuburkan di sebuah hutan terpencil di Ceporan, Desa Gandhu, terletak kurang lebih 9 kilometer sebelah timur Kota Yogyakarta.
Sepeninggal Pranacitra, Tumenggung Wiraguna kembali membujuk Roro Mendut agar mau menjadi selirnya. Namun, usahanya tetap sia-sia, gadis cantik itu tetap menolak. Sang Panglima pun tidak kehabisan akal. Ia kemudian menceritakan perihal kematian Pranacitra kepada Roro Mendut.
Roro Mendut pun menurut untuk membuktikan perkataan Tumenggung Wiraguna. Betapa terkejutnya Roro Mendut begitu sampai di tempat Pranacitra dikuburkan. Ia berteriak histeris di hadapan makam kekasihnya.
Roro Mendut pun bangkit lalu mengikuti Tumenggung Wiraguna sambil terus menangis. Belum jauh mereka meninggalkan tempat pemakaman itu, Roro Mendut pun murka dan mengancam akan melaporkan perbuatan Wiraguna kepada Raja Mataram, Sultan Agung.
Seketika, Tumenggung Wiraguna menjadi sangat marah. Ia kemudian menarik tangan Roro Mendut untuk dibawa pulang ke rumahnya.
Advertisement
Bunuh Diri
Namun, gadis itu menolak dan meronta-ronta untuk melepaskan diri. Begitu tangannya terlepas, ia menarik keris milik Tumenggung Wiraguna yang terselip di pinggangnya. Roro Mendut kemudian berlari menuju makam kekasihnya. Panglima itu pun berusaha mengejarnya.
Namun, semuanya sudah terlambat. Roro Mendut telah menikam perutnya dengan keris yang dibawanya. Tubuhnya pun langsung roboh dan tewas di samping makam kekasihnya.
Melihat peristiwa itu, Tumenggung Wiraguna merasa amat menyesal atas perbuatannya. Untuk menebus kesalahannya, Tumenggung Wiraguna menguburkan Roro Mendut satu liang dengan Pranacitra.
(Tifani)