PKS Kritik Aturan Kemenag soal Pengeras Suara Masjid dan Musala

Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf mengkritik kebijakan terbaru Kemenag mengenai panduan pemakaian pengeras suara di masjid yang diatur dalam Surat Edaran.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 22 Feb 2022, 14:11 WIB
Jemaah melaksanakan ibadah salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (11/2/2022). Di tengah lonjakan kasus Covid-19 di DKI, Masjid Istiqlal melakukan pembatasan jumlah jemaah maksimal 50 persen serta jam operasional pengunjung untuk shalat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf mengkritik kebijakan terbaru Kementerian Agama (Kemenag) mengenai panduan pemakaian pengeras suara (speaker) di masjid yang diatur dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Bukhori menilai, secara substansi pedoman tersebut seolah mengabaikan dinamika kondisi sosiologis dan kultural masyarakat terutama di wilayah pedesaan.

"Penggunaan pengeras suara di masjid adalah tradisi umat Islam di Indonesia. Bagi masyarakat tradisional yang komunal, mereka relatif memiliki penerimaan yang lebih positif terhadap tradisi melantunkan azan, zikir, atau pengajian dengan suara keras melalui speaker masjid," Bukhori pada wartawan, Selasa (22/2/2022).

"Selain alasan bahwa di dalam budaya komunal setiap laku individu terkonstruksi secara alamiah untuk mengutamakan kepentingan umum, tradisi tersebut juga tidak menemukan masalah ketika diterapkan di lingkungan yang homogen seperti pedesaan," sambung politikus PKS ini.

Anggota Komisi VIII ini menyebut, dalam kebudayaan masyarakat di pedesaan, bunyi keras tersebut telah menjelma sebagai soundscape atau bunyi lingkungan, sehingga apabila frekuensi ataupun kapasitas dari bunyi tersebut berkurang, melemah, bahkan menghilang, maka dapat berpengaruh terhadap suasana kebatinan penduduk.

"Seperti ada bagian yang hilang dalam keseharian hidup mereka," kata Bukhori.


Tak Perlu Diintervensi Pemerintah

Namun demikian, Bukhori mengakui bahwa fenomena yang dianggap lazim di pedesaan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima oleh penduduk perkotaan yang hidup dalam suasana heterogen, individualistik, serta bising, sehingga ketenangan menjadi hal yang didambakan.

"Dalam kondisi itu, pengaturan pengeras suara pada tingkat yang proporsional menjadi hal yang perlu dilakukan. Selain demi menjaga harmoni sosial di lingkungan yang heterogen, juga penting untuk menjaga simpati masyarakat atas kegiatan keagamaan yang dilakukan," kata dia.

Meski demikian, lanjut Bukhori, mewujudkan hal itu sesungguhnya tidak perlu dilakukan secara eksesif, misalnya melalui intervensi negara yang mencampuri hingga urusan teknis soal peribadatan, tetapi cukup berangkat dari rasa kesadaran dan keterbukaan pikiran masyarakat, khususnya bagi pihak takmir masjid atau pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).

Bukhori lantas mengambil contoh inisiatif baik yang dilakukan oleh umat Islam di Bali yang tidak menggunakan pengeras suara ketika umat Hindu memperingati Hari Raya Nyepi dalam rangka penghormatan dan toleransi.

"Begitupun sebaliknya dengan umat Hindu yang memaklumi penggunaan pengeras suara yang bersahutan oleh sejumlah masjid di Bali ketika menyambut peringatan Hari Raya Idul Fitri/Adha meskipun jumlah penganut muslim minoritas di sana," kata dia.

 


Aturan Toa Masjid Terbit

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala.

"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," ujar Yaqut di Jakarta, Senin (21/2/2022).

Yaqut memahami bahwa penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Pada saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya. Sehingga, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

Yaqut menjelaskan, surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia. Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.

"Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya," tegas dia.


Ini Aturannya

Penggunaan Pengeras SuaraBerikut ini ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala:

1. Umum

a. pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.

b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:

1) mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian Al-Qur'an, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;

2) menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan

3) menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.

2. Pemasangan dan Penggunaan pengeras suara

a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;

b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;

c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan

d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

3. Tata Cara Penggunaan pengeras suara

a. Waktu Salat:

1) Subuh:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.

2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan

b) sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.

3) Jum'at:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum'at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.

b. Pengumandangan azan menggunakan pengeras suara luar.

c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:

1) penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur'an menggunakan pengeras suara dalam;

2) takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.

3) pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar;

4) takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam; dan

5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan pengeras suara luar.

4. suara yang dipancarkan melalui pengeras suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:

a. bagus atau tidak sumbang; dan

b. pelafazan secara baik dan benar.

5. Pembinaan dan Pengawasan

a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.

b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya