Pengamat: Merger atau Akuisisi Operator Seluler Akan Kurangi Praktik Perang Harga

Jika operator seluler terus menggencarkan perang harga, mereka tak akan memiliki kemampuan untuk memenuhi komitmen pembangunan jaringannya dalam jangka panjang.

oleh Iskandar diperbarui 22 Feb 2022, 18:08 WIB
Ilustrasi: BTS Indosat Ooredoo (Foto: Indosat Ooredoo)

Liputan6.com, Jakarta Menurut Ketua Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro STEI-ITB, Mohammad Ridwan Effendi, adopsi teknologi masyarakat Indonesia kini semakin tinggi.

Hal ini diperkuat dengan data We Are Social Februari 2022, di mana jumlah pengguna ponsel di Indonesia sudah menembus 370,1 juta atau 133,3 persen dari total populasi.

Dari 204 juta atau 73,7 persen di antaranya sudah mengakses broadband internet. Kecepatan internet melalui selular juga mengalami peningkatan menjadi 15,82 Mbps.

Untuk terus dapat mengembangkan dan meningkatkan layanan telekomunikasi kepada masyarakat, Ridwan menilai operator seluler harus memiliki fundamental keuangan yang sehat.

"Kesehatan finansial tersebut dapat tercapai dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengurangi perang harga di industri telekomunikasi," ujar Ridwan, dikutip Selasa (22/2/2022).

Jika operator terus menggencarkan perang harga, kata pria yang juga dikenal sebagai pengamat telekomunikasi itu, mereka tak akan memiliki kemampuan untuk memenuhi komitmen pembangunan jaringannya dalam jangka panjang.

"Mereka bahkan terancam tak mampu mengadopsi teknologi baru untuk membangun dan menggembangkan jaringan di daerah non-komersial," ucap Ridwan.

Merger atau akuisisi dinilai Ridwan akan mengurangi praktik perang harga layanan telekomunikasi di Indonesia yang sudah semakin ketat.

Data dari Tefficient’s 2020 menyebut Indosat dan Hutchison 3 Indonesia/H3I merupakan operator telekomunikasi yang menjual layanan termurah di dunia ke 4 dan 5 setelah Jio, Airtel, dan MTN IranCel.

Kini Indosat dan H3I sudah melakukan merger menjadi Indosat Ooredoo Hutchison. Sementara XL Axiata mengumumkan akan mengakuisisi Link Net.

"Merger atau akuisisi diharapkan akan menciptakan sinergi positif di industri telekomunikasi nasional, sehingga mampu memperbaiki kinerja keuangan operator telekomunikasi," tutur Ridwan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Diharapkan Bisa Datangkan Investasi Baru

Ilustrasi BTS. (Doc: XL)

Meski jumlah operator selular berkurang, namun menurut Ridwan, merger Indosat H3I tidak menciptakan industri telekomunikasi yang oligopoli karena masih menyisakan empat operator selular.

Sementara akuisisi Link Net oleh XL, diyakini Ridwan akan memberikan sinergi positif antar dua operator telekomunikasi yang memiliki izin berbeda.

XL sebagai penyelenggara mobile broadband, sedangkan Link Net adalah operator fixed broadband yang memiliki jaringan fiber optik besar serta memegang lisensi jaringan tetap lokal (Jartab Lok).

Ia berharap perusahaan hasil merger atau akuisisi tersebut dapat mendatangkan investasi baru.

"Dengan tambahan modal dari investor luar negeri, diharapkan ada kekuatan baru di operator telekomunikasi tersebut, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk membangun, meningkatkan kualitas layanannya, dan mengadopsi teknologi baru," ucapnya menambahkan.


Merger Jangan Cuma di Atas Kertas

Ilustrasi BTS. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Ridwan tak mengharapkan merger atau akuisisi hanya dijadikan permainan di laporan keuangan. Ia memberikan contoh, dalam akuisisi Link Net oleh XL Axiata, perusahaan menggandeng Axiata Bhd untuk masuk ke Link Net.

"Kita ingin merger atau akuisisi di industri telekomunikasi ada foreign direct investment seperti yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo. Merger dan akuisisi tak hanya di atas kertas. Kita menginginkan operator dapat tumbuh dan berkembang," pungkasnya.


Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya