Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Syahputra Saragih melarang retail modern untuk menerapkan skema bundle atau bundling terkait pembelian minyak goreng.
Menurutnya, praktik bundling merupakan salah satu pelanggaran dalam persaingan usaha. Hal ini merespon temuan perwakilan Ombudsman di berbagai daerah atas banyaknya retail modern yang mengharuskan pembelian produk barang lain untuk bisa membeli minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Advertisement
"Tadi ada beberapa laporan soal praktik bundling minyak goreng. Itu merupakan salah satu bentuk pelanggaran pada persaingan usaha," katanya dalam Konferensi Pers 'Minyak Goreng Masih Langka', Selasa (22/2).
Oleh karenanya, KPPU terus mengumpulkan sejumlah bukti atas dugaan praktik bundling yang dilakukan oleh retail modern. Sehingga, bisa diproses secara lebih lanjut.
"Untuk itu, mohon nanti kami dapat berkolaborasi dan berbagi data dengan Kantor Perwakilan Ombudsman Provinsi DIY dan Maluku Utara, agar dapat segera ditindaklanjuti," ucapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ombudsman Ungkap Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Pasaran
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkap sejumlah temuan awal penyebab kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di pasaran. Baik untuk jenis curah maupun kemasan premium.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan, kelangkaan minyak goreng di pasaran bisa disebabkan oleh pembatasan dari pihak produsen terhadap agen. Akibatnya stok yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Kita lihat berdasarkan penjelasan dari kawan-kawan (Ombudsman) di seluruh Indonesia masih terjadi pembatasan stok. Artinya distributor membatasi ke agen. Angen membatasi ke ritel," jelasnya dalam Konferensi Pers 'Minyak Goreng Masih Langka', Selasa (22/2).
Yeka menyampaikan, dugaan pembatasan stok dari pihak produsen jian menguat lantaran saat ini pemerintah masih membatasi ekspor CPO. Sehingga, stok kebutuhan minyak goreng dalam negeri seharusnya tercukupi.
"Kita lihat CPO ekspor masih dibatasi. Artinya, CPO masih banyak," tekannya.
Selain pembatasan stok, Ombudsman menduga kelangkaan minyak goreng dipicu bergesernya prioritas utama konsumen dari kalangan rumah tangga ke Industri. Ini disebabkan adanya intervensi kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang membuat harga jual ke pihak industri lebih tinggi ketimbang masyarakat.
"Karena industri memang bisa memberikan harga yang cukup tinggi," ucapnya.
Maka dari itu, Ombudsman mendeksak pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan untuk lebih tegas dalam melakukan pengawasan terhadap distribusi minyak goreng.
"Selain itu, memang harus ada investigasi yang komprehensif di antara semua (stakeholders) ini," tutupnya.
Advertisement