Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (PKB) Kota Banjar Gun Gun Gunawan dan Ketua DPD PAN Kota Banjar Hunes Hermawan terkait kasus dugaan suap proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Kota Banjar tahun 2008 sampai 2013 dan dugaan penerimaan gratifikasi.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, keduanya akan diperiksa dengan kapasitasnya sebagai saksi atas tersangka mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno.
Advertisement
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat," tutur Ali dalam keterangannya, Rabu (23/2/2022).
Selain itu, penyidik juga memanggil tiga saksi lainnya yakni anggota DPRD Kota Banjar dari Fraksi PPP Mujamil, mantan anggota DPRD Kota Banjar dari Fraksi PPP Rosidin, dan mantan anggota DPRD Kota Banjar dari Fraksi PAN Husin Hunawar. Mereka juga diperiksa untuk tersangka Herman Sutrisno.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS). Dia ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengerjaan infrastruktur pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar tahun 2008 sampai 2013.
Selain Herman, KPK juga menahan Direktur CV Prima Rahmat Wandi (RW).
"Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 23 Desember 2021 sampai dengan 11 Januari 2022," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers Gedung KPK, Kamis (23/12/2021).
Rahmat ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Kavling C1. Sementara Herman Sutrisno ditahan di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih.
Kasus ini bermula lantaran Herman kerap memberi kemudahan kepada Rahmat untuk mendapatkan mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaaan di Dinas PUPRPKP. Antara tahun 2012 sampai 2014, Rahmat mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar.
"Sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman maka Rahmat memberikan fee proyek antara 5 persen sampai dengan 8 persen dari nilai proyek," kata Firli.
Selain itu, sekitar Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat meminjam uang ke salah satu Bank di Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp 4,3 Miliar. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya, sedangkan untuk cicilan pelunasannya menjadi kewajiban Rahmat.
Terima Gratifikasi
Rahmat juga beberapa kali memberi fasilitas pada Herman dan keluarganya. Di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian SPPBE di Kota Banjar. Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh Herman.
Menurut Firli, selama masa kepemimpinannya sebagai Wali Kota Banjar dari tahun 2008 - 2013, Herman diduga banyak menerima uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemerintahan Kota Banjar.
"Saat ini tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi dimaksud," kata Firli.
Atas perbuatannya, Herman disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Sementara Rahmat disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Advertisement