Liputan6.com, Jakarta - Teknologi yang semakin canggih membuat timbul kejahatan-kejahatan baru misalnya dalam kasus pencucian uang. Pembahasan tersebut dibahas dalam acara webinar berjudul Opportunities,Challenges & Impacts of Utilizing New Tech in Strengthening The AML/CFT Regime.
Dalam webinar yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan United Nations on Drugs and Crime (UNODC), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavanda, menjelaskan soal perkembangan kejahatan pencucian uang sejak era 1.0 hingga 5.0.
Hal ini karena semakin canggih teknologi membuat kejahatan pencucian uang juga semakin berubah. Ivan menjelaskan pada era 1.0 kejahatan pencucian uang menggunakan metode yang sederhana, hingga akhirnya saat ini memasuki era 5.0, pencucian melalui instrumen yang tidak diregulasi dengan jelas seperti kripto hingga NFT.
Baca Juga
Advertisement
"Mulai dari menggunakan metode sederhana, rekening bank pribadi atau bisnis sederhana, serta beroperasi di yurisdiksi berbeda hingga masuk pada instrumen yang tidak diatur dengan jelas dan berada di zona abu-abu, seperti bitcoin, cryptocurrency, cloud, NFT, dan blockchain.” kata Ivan, Rabu (23/2/2022).
Ivan menuturkan, teknologi baru bisa menghadirkan rintangan bagi semua orang misalnya dari segi pencucian uang hingga terorisme. Meskipun begitu, di sisi lain teknologi baru itu juga memiliki potensi baik untuk melawan pencucian uang karena lebih akurat.
Untuk menjawab tantangan yang diberikan teknologi baru, PPATK juga tengah mempersiapkan dokumen rencana yang berisi roadmap tentang implementasi teknologi informasi PPATK untuk melawan kegiatan pencucian uang.
"Tentunya untuk sekarang saya tidak bisa memastikan ini akan selesai dengan cepat, ini butuh waktu, ini butuh pelatihan khusus, tetapi saya optimis dengan apa yang bisa kita raih dalam jangka waktu pendek apabila kita berkomitmen," ujar Ivan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
PPATK dan Bappebti Bakal Audit Transaksi Kripto dan NFT, Ini Respons Aspakrindo
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda, menyambut baik langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang akan melakukan audit bersama untuk mengawasi transaksi aset kripto dan non-fungible token (NFT).
Ia menilai, langkah tersebut akan membuat industri aset kripto dan NFT menjadi legitimate dan semakin sehat.Adapun rencana audit bersama untuk awasi transaksi kripto dan NFT tersebut disampaikan oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam Rapat Kerja Bersama Komisi III DPR pada Senin, 31 Januari 2022.
"Pelaksanaan joint audit antara PPATK dan Bappebti akan membuat industri aset kripto dan NFT menjadi lebih sehat. Langkah ini bisa melindungi investor, pedagang dan lembaga terkait lainnya. Masyarakat juga bisa lebih confidence untuk masuk ke industri, karena sudah ada kejelasan transaksi yang dapat mencegah penyalahgunaan praktik pencucian uang," ujar pria yang akrab disapa Manda, dikutip dari keterangan tertulis.
Perdagangan aset kripto di Indonesia diperbolehkan dan diawasi oleh Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan sejak 2019. Sementara, Bappebti akan menyusun kebijakan yang tepat untuk mengatur transaksi NFT di Indonesia. Namun, menunggu ekosistem bursa kripto terbentuk yang diperkirakan selesai pada kuartal I 2022.
Soal penggunaan aset kripto untuk tujuan ilegal seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme serta pengembangan senjata pemusnah massal, sudah diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penerapan Program APU-PPT Terkait Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.
"Adanya kewajiban penerapan program APU PPT oleh para pedagang aset kripto sesuai dengan yang diatur dalam PerBa, seperti kewajiban Proses Uji Tuntas Pelanggan (Customer Due Diligence Process), kewajiban pemantauan transaksi, adanya kewajiban pelaporan setiap transaksi aset kripto yang mencurigakan kepada PPATK dan Bappebti, dan peran serta direksi dalam penerapan APU PPT," kata Manda.
Advertisement
Jalankan Regulasi AML
Pedagang aset kripto juga harus menjalankan regulasi AML (Anti Money Laundering) yang mewajibkan melakukan prosedur KYC (Know your Customer), yang artinya saat ingin membuat akun diharuskan mengunggah KTP sebagai identitas.
Setelah lulus proses identifikasi dan verifikasi sesuai ketentuan APU dan PPT, pelanggan dapat diberikan akun untuk transaksi perdagangan asset Kripto
Peraturan tersebut memberi ruang pengembangan usaha inovasi komoditas digital, kepastian berusaha di sektor digital, serta memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, termasuk dana nasabah atau pengguna aset kripto.
"Sebuah teknologi baru apa pun bisa dipakai untuk kejahatan maupun kebaikan, tergantung penggunanya. Namun, balik lagi aset kripto dan NFT dibangun di atas teknologi blockchain yang dapat meningkatkan transparansi, sekaligus mengurangi peluang korupsi," pungkas Manda.