Menag Atur Volume Suara Azan, Begini Respons Warga Palangkaraya

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan panduan volume suara masjid diterbitkan demi meningkatkan ketenteraman bersama.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Feb 2022, 10:04 WIB
Masjid Raya Darussalam Palangka Raya. (dok. simas.kemenag.go.id)

Liputan6.com, Palangkaraya - Kebijakan Kemenag soal pembatasan volume suara azan dianggap tidak berpengaruh di masyarakat Kalimantan Tengah. Ketua Pengurus Masjid Raya Darussalam Palangkaraya, Khairil Anwar mengaku, selama ini volume suara azan tidak pernah dipermasalahkan masyarakat.

"Selama ini kami tidak pernah menemui keluhan dari masyarakat terkait volume suara adzan," katanya, dikutip laman Antara, Rabu (23/2/2022).

Bahkan sebaliknya, masyarakat justru menanyakan kepada pihak masjid jika kumandang suara azan tidak terdengar sampai ke rumahnya.

Sebab bagi masyarakat khususnya umat Islam kumandang azan sangatlah penting sebagai penanda waktu salat selama lima waktu, baik subuh, zuhur, ashar, magrib, maupun isya.

"Mungkin masing-masing saja di lingkungan masyarakatnya disesuaikan, yang banyak nonmuslim bisa didialogkan dan dimusyawarahkan," ungkap Khairil, yang juga Ketua MUI Kalteng.

Khairil Anwar mengatakan, terkait terbitnya Surat Edaran dari Kementerian Agama tentang aturan penggunaan pengeras suara di masjid maupun musala, pihaknya sudah menyampaikan kepada pengurus.

"Kami sudah menyampaikan mengenai peraturan itu ke pengurus, namun belum ada melaksanakan rapat. Tetapi selama ini tidak ada keluhan, bahkan yang saya dengar masyarakat bertanya kalau suara dari masjid tidak terdengar," terangnya.

Kendati demikian pihaknya menegaskan dan menyepakati, suara azan yang dikumandangkan memang harus jelas dan bagus.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Aturan Menteri Agama

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan tertulis menyampaikan, panduan volume suara masjid diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat.

Menag mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam, sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.

Tapi di sisi lain, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya demi merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

 


Pedoman Penggunaan Pengeras Suara

Adapun pedoman penggunaan pengeras suara tersebut di antaranya meliputi, pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala.

Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 desibel, hingga dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memerhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

Sementara itu, Trisnawati, seorang warga Palangkaraya mengaku, selama ini suara azan dari musala yang ada di kawasan tempat tinggal mereka tidak pernah dipermasalahkan.

"Suara yang terdengar tidak menjadi gangguan bagi warga dan setahu saya selama ini tidak pernah dipermasalahkan oleh warga lainnya," katanya.


Infografis

Infografis Protes Pengeras Suara Azan Berujung Bui. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya