Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta untuk melakukan revisi terhadap Permenaker nomor 2 tahun 2022 tentang pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Rencananya aturan ini akan berlaku pada Mei 2022 mendatang.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar memandang pemerintah perlu memperpanjang masa transisi sebelum aturan tersebut berlaku. Artinya, dalam revisi yang dilakukan, masa berlaku Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tidak langsung berlaku pada Mei 2022.
Advertisement
Perpanjangan masa transisi itu dinilai lebih baik dilakukan ketimbang melakukan perubahan substansi isi dari aturan tersebut. Dengan begitu, pemerintah, pekerja, dan pihak terkait lainnya bisa melakukan dialog yang lebih lama untuk menghasilkan satu solusi.
“Kalau menurut saya yang lebih taktis karena belum tau arahnya, Permenakernya direvisi pada pasal 14 dan 15-nya, sehingga masa tenggat waktunya gak tiga bulan bisa aja 2 tahun dibuat, sehingga berlakunya tanggal 2 februari 2024, misalnya,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (23/2/2022).
Informasi, pasal 14 Permenaker 2/2022 berbunyi ‘Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1230), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku’.
Sementara pasal 15 Permenaker 2/2022 berbunyi ‘Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan’.
“Selagi proses itu dipanjangin di 2 tahun, pemerintah bisa bicara ke stakeholders maunya kemana arahnya, jangan sampai nanti waktunya pendek, permenaker revisi ditolak lagi, dipanjangin dulu tapi setelah itu bicara arahnya kemana. Sehingga bisa win-win solution. Jadi gak ada lagi yang menolak,” tutur Timboel.
Ia menilai langkah ini lebih baik daripada merubah substansi dalam aturan tersebut. Pasalnya, jika substansi diubah, perlu lebih dulu mengubah undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai dasar dari Permenaker 2/2022.
“Kalau revisinya mengubah substansi, tentunya pangkalnya atau undang-undangnya yang jadi acuan (undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional) itu tidak membuka ruang untuk PHK ambil (JHT), kalau pun mau dirubah sebelum permenaker, UU SJSN harus diubah dulu pasal 35 dan 37, karena tidak sesuai,” paparnya.
Jika revisi dilakukan tanpa mengubah pasal 35 dan 37 UU SJSN, maka revisi substansi Permenaker 2/2022 akan berseberangan dengan undang-undang tersebut. “Kalau mau diubah dulu, baru revisi substansi permenakernya,” kata dia.
Ia membeberkan, untuk mengubah undang-undang itu ada berbagai cara, misalnya melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi, atau memasukkannya ke Program Legislasi Nasional, selain itu bisa dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Revisi yang paling cepat itu bisa pake Perppu, jangan sampai revisi (permenaker) yang dilakukan menyalahi aturan pasal 35 dan pasal 37 UU SJSN,” katanya.
Duduk Bersama
Lebih lanjut, Timboel mengatakan dalam merespons polemik yang terjadi semua pihak harus bersedia untuk duduk bersama. Khususnya kelompok buruh yang menolak secara tegas Permenaker 2/2022.
“Serikat pekerja juga jangan pokoknya begini begini, pekerja harus manfaatkan itu. Ini persoalan kalau pokoke-pokoke terus ya gak akan ketemu sampai seratus tahun pun (solusinya),” kata dia.
“Usulannya apa dari serikat pekerja, kalau tripartit kan 5 tahun plus satu, yang diacu pada UU Jamsostek, kalau mau diarahkan kesana juga gak apa-apa. UU Nomor 3 tahun 1992, masa kepesertaan lima tahun minimal itu bisa diambil, kalau mau diarahkan kesana itu bisa,” imbuh Timboel.
Ia kembali menekankan dalam mencari solusi, semua pihak yang terlibat perlu duduk bersama membahas mengenai keuntungan hingga tujuan dari Permenaker 2/2022.
“Kita duduk bersama coba memahami regulasinya, kemudian solusinya apa yang mau kita dorong. Nah kita jangan buru-buru kalau buru-buru juga nanti ramai lagi. Perpanjang aja dulu masa pemberlakuannya, sampai 2 tahun, berarti Permenaker 19/2015 masih berlaku selagi proses itu ada dialog,” tukasnya.
Advertisement